Patung Buddha Raksasa di Lembah Swat Yang Dulu Dirusak Taliban Dibangun Kembali
Oleh
Elok Dyah Messwati
·4 menit baca
Patung Buddha raksasa di Lembah Swat, Pakistan, yang diukir di batuan tebing pada abad ke-7 telah dirusak oleh Taliban Pakistan pada tahun 2007. Sekarang patung Buddha raksasa itu mulai direstorasi. Eksistensi patung-patung Buddha raksasa tersebut merupakan simbol toleransi yang kuat di lembah Swat.
Sosok Buddha suci yang digambarkan dalam posisi lotus di tebing granit di Pakistan utara tersebut dirusak oleh Taliban yang meniru gerakan Taliban Afghanistan yang menghancurkan situs Bamiyan pada tahun 2001. Upaya penghancuran patung-patung Buddha tersebut dinilai menghantam jantung sejarah dan identitas unik daerah itu.
"Rasanya seperti mereka membunuh ayah saya," kata Parvesh Shaheen, ahli agama Budha yang berusia 79 tahun dan tinggal di Lembah Swat. "Mereka menyerang budaya saya, sejarah saya," katanya.
Sang Buddha duduk di Jahanabad, episentrum warisan Buddha Swat, sebuah lembah yang indah di kaki bukit Himalaya. Di sana pemerintah Italia membantu melestarikan ratusan situs arkeologi. Mereka bekerja sama dengan pemerintah lokal yang berharap bisa mengubah situs tersebut menjadi tempat ziarah lagi dan menarik dolar dari para wisatawan asing.
Satu dekade yang lalu, para militan Taliban memanjat patung Buddha setinggi enam meter itu untuk meletakkan peledak. Namun hanya sebagian dinamit yang meledak dan menghancurkan bagian atas wajah Sang Buddha. Lukisan-lukisan kecil lain di dekatnya hancur berkeping-keping.
Simbol perdamaian
Bagi Shaheen, patung Buddha raksasa itu adalah "simbol perdamaian, simbol cinta, simbol persaudaraan". "Kami tidak membenci siapa pun, agama apa pun. Apa ini omong kosong untuk membenci seseorang?" kata Shaheen.
Namun warga Swat lainnya yang kurang akrab dengan sejarah dan pada 2007 belum pernah mengalami trauma karena kebrutalanTaliban, justru memuji serangan Taliban itu dan berargumentasi bahwa patung Buddha itu "anti-Islam".
Episode itu menjadi penanda awal pendudukan kekerasan Taliban terhadap Swat dan berakhir pada 2009 dengan intervensi besar tentara Pakistan. Pada saat itu, beberapa ribu orang tewas dan lebih dari 1,5 juta orang mengungsi.
Populasi Lembah Swat saat itu belum seperti sekarang yakni kebanyakan Muslim konservatif, dengan norma-norma budaya mengharuskan perempuan mengenakan burqa. Sebaliknya, selama berabad-abad patung Buddha di Lembah Swat itu merupakan situs ziarah bagi umat Buddha, terutama dari Himalaya. Sekolah Vajrayana bahkan menganggapnya sebagai "tanah suci" karena merupakan asal iman.
Umat Buddha terus mengunjungi patung Buddha raksasa itu sampai abad ke-20, saat India merdeka dari penjajahan Inggris dan Pakistan memisahkan diri dari India pada tahun 1947. Sekarang sebagian besar penduduk Pakistan adalah Muslim. Warga Kristen, Buddha dan Hindu menjadi minoritas di Pakistan.
Buddhisme perlahan menghilang dari wilayah Lembah Swat sekitar abad ke-10 karena munculnya Islam dan Hindu. Zaman keemasan Buddha di Lembah Swat mulai dari abad kedua hingga keempat, ketika lebih dari 1.000 biara, kuil dan stupa tersebar di seluruh lembah Swat.
Luca Maria Olivieri, arkeolog Italia yang mengawasi restorasi patung Buddha raksasa tersebut mengatakan bahwa para peziarah disambut oleh gambar-gambar pelindung, patung dan prasasti yang dibangun sepanjang kilometer terakhir sebelum tiba di lokasi tersebut.
Tidak mudah
Menurut Olivieri, rehabilitasi atau merestorasi situs tersebut tidak mudah dan dilakukan secara bertahap, dimulai pada tahun 2012 dengan aplikasi lapisan untuk melindungi bagian patung yang rusak. Rekonstruksi wajah patung Buddha itu sendiri pertama kali disiapkan secara virtual di laboratorium dalam bentuk 3D, menggunakan survei laser dan foto-foto lama.
Fase terakhir, restorasi yang sebenarnya, berakhir pada 2016. Olivieri mengatakan rekonstruksi tidak identik dengan patung Buddha aslinya, tetapi restorasi disengaja tetap meninggalkan bekas kerusakan yang tetap terlihat.
Misi arkeologi Italia di Lembah Swat yang dikepalai Olivieri itu dilakukan sejak tahun 1955, meskipun pernah dipaksa pergi dari lembah tersebut selama dikuasai Taliban. Misi arkeologi Italia mengelola situs penggalian lainnya dan mengawasi pemulihan museum arkeologi di Mingora, kota utama di Lembah Swat, yang rusak dalam serangan pada tahun 2008.
Pemerintah Italia menginvestasikan 2,5 juta euro dalam lima tahun untuk pelestarian warisan budaya Swat dan berusaha untuk melibatkan penduduk setempat sebanyak mungkin. Sekarang pihak berwenang di Pakistan mengandalkan senyum patung Buddha yang telah direstorasi tersebut dan status ikoniknya untuk menarik wisatawan asal China dan Thailand agar berwisata religi ke Lembah Swat.
Bertahun-tahun setelah Taliban digulingkan, Lembah Swat itu sebagian besar diremajakan kembali meskipun kadang-kadang situasi keamanan masih tegang. Pada Februari 2018 terjadi serangan yang menewaskan 11 tentara Pakistan di Lembah Swat tersebut.
Beberapa orang di Swat juga melihat Sang Buddha tersebut sebagai alat untuk mempromosikan toleransi beragama. Fazal Khaliq, seorang jurnalis dan penulis yang tinggal di Mingora, berpikir bahwa ancaman terhadap warisan budaya telah "diminimalkan" melalui pendidikan dan penggunaan jejaring sosial untuk menyebarkan citra yang lembut dan baik.
"Meskipun mayoritas orang di sana tak lagi muda dan terdidik, mereka tidak memahami hal itu. Namun menyebarkan nilai baik tetap diperlukan,"kata Khaliq.
Sementara itu, kurator museum di Mingora Faiz-ur-Rehman mengatakan, sekarang museum menyambut siapa saja yang menyukai Buddhisme. "Sebelum Islam, Buddha adalah agama kita,"katanya. (AFP)