Polisi Diminta Selidiki Kasus Penyadapan Rapat Kabinet Timor Leste
Oleh
Koresponden Kompas, Harry Bhaskara, dari Brisbane, Australia
·2 menit baca
BRISBANE, KOMPAS — Politisi Australia meminta polisi menyelidiki peran badan intelijen dalam menyadap ruang rapat kabinet Timor Leste pada 2004.
Bulan lalu, anggota parlemen Australia independen, Andrew Wilkie, membela seorang pengacara dan kliennya yang dituduh membocorkan informasi intelijen kepada publik. Wilkie mengatakan, sebenarnya pemerintah hanya ingin memenjarakan mereka.
Anggota parlemen Australia independen, Andrew Wilkie, membela seorang pengacara dan kliennya yang dituduh membocorkan informasi intelijen kepada publik.
Bernard Collaery dan mantan mata-mata yang disebut ”Saksi K” itu dituduh membocorkan informasi penyadapan ruang rapat kabinet Timor Leste ketika kedua negara sedang melakukan perundingan soal minyak dan gas bumi.
Wilkie, Kamis (12/7/2018), di Canberra, mengatakan, pelaku kriminal sebenarnya ialah pejabat senior yang memerintahkan penyadapan ilegal tersebut.
”Kepala kepolisian tak mungkin mengabaikan permintaan tiga senator Australia dan seorang anggota Dewan Perwakilan Rakyat,” ujar Wilkie.
”Hari ini adalah hari perhitungan,” lanjutnya seperti dikutip ABC News.
Anggota parlemen nonpartai dari Negara Bagian Tasmania ini telah mendapatkan dukungan dari Nick McKim, senator Partai Green, serta anggota independen dari Negara Bagian Australia Selatan, Tim Storer dan Rex Patrick.
”Kami ingin polisi menginvestigasi siapa-siapa yang terlibat, siapa pejabat seniornya, siapa menterinya, mengingat semua hal ini dilakukan secara rahasia,” kata Wilkie. ”Tidak ada seorang pun yang boleh kebal hukum.”
Jika terbukti bersalah membocorkan informasi penyadapan yang dilakukan badan intelijen pemerintah, Collaery yang mantan jaksa agung untuk daerah khusus ibu kota Canberra (ACT) harus berhenti menjadi pengacara.
Bulan lalu, Collaery mengatakan, tuduhan bagi ”Saksi K” bukan karena keterlibatannya dalam penyadapan, melainkan karena berkomplot mengungkapkan operasi intelijen itu kepada publik.
Ia mengkritik Jaksa Agung Christian Porter yang meloloskan tuduhan itu dan melukiskan kasus ini sebagai ancaman bagi kebebasan berbicara. Tuduhan tersebut datang dari direktur penuntut umum tingkat federal.
Wilkie juga mempertanyakan waktu dakwaan itu yang dilakukan setelah Australia dan Timor Leste menandatangani perjanjian batas maritim pada Maret lalu.
Pemerintah Timor Leste baru menyadari tentang adanya penyadapan ini pada 2012 dan membawa kasus ini ke Pengadilan Permanen Arbitrase di Den Haag. Ketika itu, Collaery menjadi penasihat hukum Timor Leste.