Pada bulan Juli ini, empat perwira menengah Polri dimutasi karena diduga melakukan pelanggaran. Tindakan mereka tak sesuai dengan program profesional, modern, dan tepercaya yang dicanangkan Kepala Polri.
JAKARTA, KOMPAS - Meski program profesional, modern, dan tepercaya atau promoter yang dicanangkan Kepala Polri Jenderal (Pol) Tito Karnavian telah berjalan dua tahun, hasil dari program itu belum seluruhnya terlihat di personel Polri. Masih ada oknum Polri yang menyalahgunakan tugas dan tanggung jawab serta menunjukkan arogansi kepada masyarakat.
Pada Juli ini, Asisten Kepala Polri bidang Sumber Daya Manusia Inspektur Jenderal Arief Sulistyanto telah mengeluarkan empat telegram rahasia (TR) yang memutasi empat perwira menengah (pamen).
Dua dari empat TR itu dikeluarkan Jumat (13/7/2018). TR itu, masing-masing bernomor ST/1726/VII/KEP/2018 yang mengumumkan pemberhentian Ajun Komisaris Besar Polisi (AKBP) Sunario dari jabatan sebagai Kepala Polres Ketapang, Kalimantan Barat. Ia diduga menyalahi tugas karena menjalin kerja sama antarkepolisian dengan kepolisian wilayah Suzhou di China. Selanjutnya, TR No ST/1786/ VII/2018 untuk memberitahukan mutasi AKBP M Yusuf dari jabatannya sebagai Kepala Subdirektorat Perwakilan Asing Direktur Pengamanan Obyek Vital Polda Kepulauan Bangka Belitung (Babel). Yusuf terekam dalam sebuah video memukul tiga orang yang diduga melakukan pencurian di toko miliknya di Pangkalpinang, Babel.
Sebelumnya, 5 Juli lalu, ada TR yang isinya memutasi AKBP Rachmat Kurniawan dari jabatannya sebagai Kepala Polres Sanggau, Kalimantan Barat. Rachmat diduga menyalahgunakan anggaran untuk pengamanan Pilkada 2018. Satu hari kemudian, muncul TR yang mencantumkan mutasi kepada AKBP Bambang Wijanarko sebagai Kepala Polres Pangkep, Sulawesi Selatan. Bambang diduga punya masalah pribadi dengan salah satu personel kepolisian wanita di polres itu.
Pemeriksaan
Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigadir Jenderal (Pol) Mohammad Iqbal menilai, perilaku Yusuf tak menunjukkan wujud program promoter. Salah satu kebijakan promoter ialah memperbaiki kultur personel Polri sehingga tak ada lagi tindakan arogan dan menekan kekerasan eksesif.
Terkait tindakan Sunario, kata Iqbal, tidak sesuai mekanisme di Polri. Kewenangan kerja sama dengan kepolisian negara lain, hanya dimiliki Markas Besar Polri. Pimpinan kepolisian di wilayah tidak punya kewenangan melakukan hal itu.
”Setelah dicopot dari jabatannya, mereka akan diperiksa di Divisi Profesi dan Pengamanan,” jelas Iqbal.
Sunario, melalui video yang diterima Kompas, menuturkan, pada Kamis (12/7/2018) Kepolisian China berkunjung ke Ketapang dan mengajak kerja sama pengamanan dengan membawa contoh papan plakat yang mereka bawa. Namun, ia menolak ajakan itu karena kerja sama harus dengan Mabes Polri.
Pengajar di Program Pascasarjana Kajian ilmu Kepolisian Universitas Indonesia, Bambang Widodo Umar, menilai, dugaan pelanggaran etik oleh pamen Polri itu tidak lepas dari belum jelasnya kriteria pemilihan pimpinan di kepolisian, terutama di kewilayahan.