Penentuan Cawapres Jangan untuk Kepentingan Politik Semata
Oleh
DHANANG DAVID ARITONANG
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Teka-teki pendamping calon wakil presiden yang tepat untuk Presiden Joko Widodo terus menjadi perbincangan publik. Saat ini, publik seakan hanya disuguhkan nama-nama kandidat cawapres tanpa tahu program apa yang akan dijalankan cawapres tersebut nantinya.
Selain itu, desakan agar Jokowi memilih calon dari partai politik tertentu sangat riskan membuat jabatan cawapres hanya untuk kepentingan politik semata.
Pengamat komunikasi politik Emrus Sihombing menilai, saat ini publik tengah mempertanyakan siapa nama pendamping yang pas untuk Presiden Jokowi. Padahal, menurut dia, seharusnya publik juga perlu memperhatikan program apa yang akan dijalankan sosok cawapres ini.
”Saat ini, sistem demokrasi di Indonesia belum matang sepenuhnya sehingga publik cenderung melihat sosok yang lebih dikenal oleh masyarakat sebagai cawapres yang tepat,” ucapnya saat diskusi bertajuk ”Jokowi Memilih Cawapres” di Jakarta, Sabtu (14/7/2018).
Emrus menyebutkan, sistem ideologi partai juga masih belum mengakar dan diterapkan oleh sejumlah parpol. Padahal, menurut dia, banyak elite yang mendesak Jokowi agar mengambil cawapres dari parpol.
”Kita juga tidak tahu, program apa nantinya yang diusung para calon yang berasal dari parpol. Hal ini karena ideologi yang mereka anut belum mengakar,” lanjutnya.
Menurut Emrus, nantinya perlu ada program dan rencana terukur yang bisa diusung oleh cawapres bagi Jokowi. Hal ini membuat masyarakat jadi bisa menagih janji jika program-program pemerintah tidak berjalan baik.
Emrus menambahkan, ada sejumlah isu besar, seperti masalah ekonomi dan primordialisme, yang menerpa Jokowi. Kedua isu ini membuat Jokowi perlu menentukan pilihan, apakah harus mengambil kalangan dari agamais atau ekonom.
”Atas dasar pilihan ini, muncul nama-nama seperti Mahfud MD yang berasal dari nonparpol dan Airlangga Hartarto dari parpol sebagai opsi Jokowi,” ucapnya.
Politisi Partai Hanura, Sutrisno Iwantoni, mengatakan, sebaiknya elite parpol tidak perlu mendesak Jokowi agar cawapres dari partainya terpilih. ”Jika tekanan politik terlalu kuat, kepentingan rakyat menjadi terpinggirkan. Serahkan saja semuanya kepada Jokowi, jangan terlalu banyak desakan,” ujarnya.
Sutrisno menjelaskan, saat ini Hanura telah menyerahkan semua keputusan cawapres ini ke tangan Jokowi. Ia berharap, Jokowi bisa memilih cawapres yang mementingkan ekonomi rakyat dan cawapres tersebut tidak menjadi beban bagi Jokowi.
Tidak senada dengan Sutrisno, Ketua DPP Partai Golkar Tubagus Ace Hasan Syadzily menjelaskan, saat ini Golkar tetap mendorong ketua umumnya, Airlangga Hartarto, agar bisa dipilih oleh Jokowi.
”Memang ada desakan dari internal parpol agar Airlangga bisa dipilih oleh Jokowi sebagai cawapres. Selain itu, efektivitas pemerintahan, khususnya di parlemen, tidak akan bisa berjalan lancar seperti sekarang jika Jokowi tidak mendapat dukungan dari Partai Golkar,” tuturnya.
Ace mengatakan, sejumlah pertimbangan yang membuat Airlangga sebaiknya dipilih oleh Jokowi ialah untuk meningkatkan perekonomian dan industri negara nantinya. Selain itu, terkait masalah program yang akan dijalankan, tentunya akan dibahas setelah cawapres terpilih.
Ketua Departemen Politik DPP PKS Pipin Sopian menyebutkan, sebaiknya Jokowi tidak hanya sibuk menentukan cawapres yang tepat untuk dirinya. Menurut dia, di sisa waktu pemerintahan yang ada, Jokowi juga perlu mampu menuntaskan program-program yang belum terselesaikan.
”Seperti persoalan ekonomi yang masih menjadi kendala pemerintah, apalagi nilai tukar rupiah yang menembus angka 14.000, hal ini perlu menjadi perhatian pemerintah sekarang,” ucapnya.