Penolakan Tol Dalam Kota Kembali Muncul
JAKARTA, KOMPAS – Sejumlah lembaga swadaya masyarakat kembali menolak kelanjutan pembangunan enam ruas jalan tol dalam kota. Penolakan didasarkan karena jalan tol dalam kota dinilai lebih banyak merugikan dalam jangka panjang.
Selain meningkatkan polusi udara, pembangunan proyek strategis nasional ini juga justru akan menambah kemacetan. Pembangunan dengan anggaran besar itu juga dinilai hanya menguntungkan sebagian kecil warga yang memiliki mobil pribadi saja.
Penolakan disuarakan Rujak Center for Urban Studies, Lembaga Bantuan Hukum Jakarta, Protes Publik, Komite Penghapusan Bensin Bertimbel (KPBB), Koalisi Pejalan Kaki, Thamrin School dan Wahana Lingkungan Hidup Indonesia di Jakarta, Jumat (13/7/2018). Penolakan ini telah muncul berulangkali sejak pembangunan jalan tol sepanjang 69,77 kilometer (Km) itu direncanakan.
Direktur Eksekutif Rujak Center for Urban Studies Elisa Sutanudjaja mengatakan, pembangunan enam ruas jalan tol tersebut kontradiktif dengan janji pemerintah untuk mengurangi emisi dan kemacetan.
“Padahal Presiden Jokowi sudah berkomitmen Paris Agreement untuk memotong emisi hingga 29 persen hingga 2030 dan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan berkomitmen memotong emisi hingga 30 persen di rencana pembangunan jangka menengah daerah 2018-2022,” katanya.
Direktur Eksekutif KPBB Ahmad Safrudin mengatakan, penambahan jalan tol tersebut diperkirakan akan menaikkan emisi Jakarta sekitar 20 juta ton per tahun dari volume saat ini sekitar 16,2 juta ton per tahun.
Data KPBB, kerugian warga karena sakit akibat pencemaran udara pada 2016 sekitar Rp 51,2 triliun. Jumlah ini dihitung dari pengidap penyakit ISPA yang bertambah 2,7 juta jiwa atau bertambah 12,5 persen dibanding 2010.
Pencemaran udara juga berdampak pada penyakit asma 1,4 juta, bronkritis sebanyak 214 ribu jiwa, penyakit paru COPD 172 ribu jiwa, radang paru-paru sebanyak 373 ribu jiwa, dan jantung coroner sebesar 1,4 juta jiwa.
Agus Pambagyo dari Protes Publik berpendapat, anggaran pembangunan jalan tol sebesar Rp 41,17 triliun rupiah lebih baik untuk meningkatkan fasilitas transportasi publik massal. Kendati jalan tol dilengkapi jalur untuk transportasi massal, minat warga untuk naik kendaraan umum di jalan tol layang itu diduga akan kecil.
Sebagian besar bagian jalan tol itu akan berada di ketinggian minimal 15 meter yang setara gedung empat lantai sehingga akan menyulitkan pengguna. “Ini juga kontraproduktif dengan transportasi umum,” katanya.
Proyek nasional
Wakil Gubernur DKI Jakarta Sandiaga Uno yang sempat meninjau pertengahan pekan ini mengatakan, pembangunan enam jalan tol itu sudah menjadi proyek strategis nasional dan sudah tahap pengerjaan. Proyek ini diambil-alih oleh pemerintah pusat melalui Peraturan Presiden Perubahan Nomor 58 tahun 2017 tertanggal 15 Juni 2017.
Ketika meninjau, Sandiaga mengatakan jalan tol dalam kota itu diharap dapat mengurangi kepadatan lalulintas menerus Barat-Timur Jakarta yang padat. Saat kampanye, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan dan Sandiaga Uno sempat menjanjikan tak akan melanjutkan pembangunan 6 ruas jalan tol dalam kota tersebut.
Direktur Utama PT Jakarta Toll Road Development yang melaksanakan pembangunan Frans Sunito mengatakan, awalnya nilai investasi untuk enam ruas jalan tol tersebut senilai Rp 41,17 triliun. Namun saat ini sedang dilakukan penghitungan ulang karena adanya peningkatan biaya.
Peningkatan ini dari perubahan konstruksi yang sekarang harus tahan gempa, menaikkan ketinggian di beberapa titik yang berpapasan dengan proyek infrastruktru lain serta penyesuaian harga besi beton akibat kenaikan kurs dolar AS. Namun, ia belum bisa memberi gambaran kenaikan biaya.
Jalan tol dalam kota yang kontraknya ditandatangani pada 2014 ersebut hasil kerjasama konsorsium yang terdiri dari 12 BUMN dan BUMD, yaitu PT Pembangunan Jaya Toll, PT Pembangunan Jaya, PT Jakarta Propertindo, PT Jaya Konstruksi Manggala Pratama, PT Pembangunan Jaya Ancol, PT Jaya Real Propertindo, PT Jaya Land, PT Pembangunan Perumahan, PT Wijaya Karya, PT Hutama Karya, PT Citra Marga Nusaphala Persada, dan PT Adhi Karya.
Perusahaan-perusahaan itu akan memiliki konsesi penguasaan jalan tol selama 45 tahun. “Sejauh ini belum ada perubahan. Nilai investasi masih dihitung ulang,” katanya.
Ruas tol seksi A dari fase satu yang menghubungkan Kelapa Gading-Pulo Gebang direncanakan dapat beroperasi pada pertengahan 2019.
Frans mengatakan, selain mengurangi kepadatan lalulintas menerus Barat-Timur Jakarta, jalan tol itu akan menjadi jalur alternatif logistik Barat-Timur yang saat ini sudah padat. Saat ini hanya ada dua jalan tol di jalur itu Jalan Tol Pelabuhan dan JORR.
Enam ruas tol dalam kota tersebut, kata Frans, akan menjadi jalur ekonomi baru yang dampak panjangnya menurunkan biaya distribusi komoditas bagi warga secara umum.