Bagi orangtua yang rindu kehadiran film bermutu bagi buah hati, film Koki-koki Cilik bisa menjadi pilihan. Hadir pada momentum yang tepat, yaitu masa libur sekolah, film ini mampu memaku anak-anak untuk duduk anteng di kursi bioskop. Bioskop pun berubah ceria seperti suasana yang biasa dijumpai kala jam istirahat sekolah dengan tawa, celotehan, bahkan air mata.
Penonton anak-anak larut dalam kisah yang diramu oleh sutradara Ifa Isfansyah. Tema film ini juga sangat segar karena mengangkat tentang dunia masak-memasak kanak-kanak yang belum pernah diangkat ke layar perak. Kisahnya sederhana tentang kenangan seorang anak pada keseharian almarhum orangtuanya, namun diramu khas kanak-kanak sehingga mampu mengocok emosi penontonnya.
Anak-anak bisa tertawa terbahak-bahak seperti ketika chef Grant yang diperankan Ringgo Agus Rahman jatuh terjerembab ke kubangan air. Chef Grant tak sengaja jatuh ketika mengejar anak-anak yang kabur menyelamatkan kambing-kambing. Anak-anak tersebut berusaha membawa kabur kambing agar tidak dimasak sebagai menu makanan di Cooking Camp.
Kisah dalam film ini memang dibangun di Cooking Camp alias perkemahan memasak yang merupakan ajang kompetisi memasak. Anak-anak dari beragam latar belakang sosial ekonomi selama tiga minggu akan diajar teknik memasak dan kemudian berkompetisi memperebutkan gelar Koki Cilik.
Jatuh bangun di ajang kompetisi ternyata sanggup mengaduk-aduk emosi sehingga air mata anak-anak pun tak sadar meleleh di pipi. Namun, secara keseluruhan, aroma yang ditebarkan oleh film ini adalah keceriaan liburan sekolah bersama teman-teman yang awalnya tak saling kenal, lalu kemudian menjalin persahabatan.
Pahlawan dalam film ini adalah Bima yang diperankan dengan apik oleh bintang cilik Farras Fatik. Bima adalah anak miskin yang harus berjuang memperebutkan gelar Koki Cilik dengan pesaing anak-anak orang kaya. Dikisahkan, Bima kecil begitu terinspirasi oleh almarhum ayahnya yang berprofesi sebagai chef.
Aktivitas memasak di dapur bersama sang ayah ketika masih hidup melekat kuat dalam kenangan Bima, menjadi cita-cita yang terus hidup hingga selepas ayahnya meninggal. Hidup serba pas-pasan bersama Aini sang Ibu (Fanny Fabriana), Bima harus berusaha keras untuk mewujudkan mimpinya.
Bima dan ibunya menabung sedikit demi sedikit untuk bisa mengikuti Cooking Camp, kontes memasak anak-anak yang biayanya selangit demi meraih gelar Koki Cilik agar bisa membuka kembali rumah makan sang ayah.
Hidup mandiri
Selama di Cooking Camp, Bima dan anak-anak lain diharuskan hidup mandiri di perkemahan di bawah pengawasan chef Grant. Selain mendapat bimbingan memasak, para peserta Cooking Camp berkompetisi dan saling berebut untuk meraih juara satu sebagai Koki Cilik.
Sebagai peserta baru, Bima harus bersaing dengan Audrey (Chloe Xaviera) yang merupakan juara bertahan Cooking Camp, putri seorang chef terkenal Dian Subrata (Aura Kasih) serta Oliver (Patrick Miligan) jagoan masak nan usil putra seorang pemilik restoran ternama. Perjumpaan pertama dengan rekan-rekannya di Cooking Camp, Bima langsung menjadi korban keusilan Oliver dan ”geng”-nya, Jodi dan Ben yang diperankan dua bersaudara Clay dan Cole Gribble.
Pembawaan Bima yang polos dan suka berteman, menarik beberapa peserta Cooking Camp untuk menjadi sahabatnya. Mereka adalah Niki (Clarice Cutie), Melly (Alifa Lubis), Key (Romario Simbolon), Alva (Ali Fikry) dan Kevin (Marcello), para sahabat inilah yang selalu setia mendukung Bima.
Suatu hari, keusilan Oliver dan teman-temannya menyebabkan Bima tersesat ke dalam hutan di lingkungan Cooking Camp. Di tengah kebingungan mencari jalan pulang ke camp, Bima bertemu sosok pendiam dan misterius bernama Rama (Morgan Oey) yang merupakan pegawai kebersihan di Cooking Camp. Meskipun berbeda usia, persahabatan Bima dan Rama pun terjalin dengan cara yang unik, kesamaan mencintai dunia memasak.
Koki-koki Cilik merupakan film anak-anak pertama di Indonesia yang mengambil tema tentang kuliner. Tak melulu soal masak-memasak, film ini sarat dengan pesan tentang persahabatan, kemandirian, sportivitas.
Menu tradisional
Film ini juga mengajarkan anak-anak untuk mencintai dan bangga dengan menu-menu tradisional khas Nusantara tanpa harus mengesampingkan pentingnya pengetahuan tentang menu-menu makanan dari negara lain. Pesan-pesan ini dikemas melalui bahasa gambar dan dialog yang ringan sehingga mudah dipahami oleh anak-anak.
Suasana ceria khas dunia anak dibangun dengan rapi sejak awal film. Gerakan-gerakan yang lincah, warna-warna yang cerah, dipadu dengan pemandangan hutan yang asri menciptakan atmosfer yang menyenangkan.
Anak-anak diperkenalkan dengan beragam karakter yang umum dijumpai di kehidupan sehari-hari, seperti karakter serius dan misterius Rama, karakter tegas dan kocak chef Grant, karakter kebapakan yang meneduhkan Pak Malik (Adi Kurdi), karakter penyabar dan keibuan Aini atau keusilan-keusilan karakter Oliver. Semua karakter disajikan dengan gamblang sehingga anak mudah memilah mana karakter yang ”baik” dan mana karakter yang ”kurang baik”.
Sedikit hal yang agak ganjil dari keseluruhan adegan adalah adegan iring-iringan tetangga Bima ketika mengantar dan menjemput Bima dari Cooking Camp. Alih-alih menjadi representasi warga dusun yang masih dianalogikan berbudaya ”udik”, adegan iring-iringan yang lengkap dengan perangkat tanjidor tersebut malah terkesan menjadi ”adegan lucu” yang terlalu dipaksakan sehingga justru lepas dari rangkaian adegan yang telah terhamonisasi dengan baik.
Meskipun demikian, Koki-koki Cilik secara keseluruhan adalah film yang sayang untuk dilewatkan ditonton bersama si buah hati. Jangan lupa mengisi perut terlebih dahulu sebelum menonton karena makanan yang disajikan dengan cantik nan menggiurkan di film ini akan menjadi godaan berat bagi perut kosong anak-anak Anda.