Taman Perubahan Mari Elka Pangestu
Bagi Mari Elka Pangestu (61), rumah dan taman selayaknya menyatu. Suatu ketika, taman di rumahnya ditata. Lalu, beragam aktivitas yang semula dijalani di dalam rumah pun berpindah dilakukan di taman itu.
”Sekarang, saya yoga di taman. Makan pagi juga di taman. Menerima tamu juga menjadi lebih sering di taman,” ujar Mari, Kamis (21/6/2018), di rumahnya di bilangan Kebayoran Baru, Jakarta Selatan.
Menerima tamu juga menjadi lebih sering di taman,” ujar Mari.
Sekitar dua bulan sebelumnya, Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia ini meminta arsitek lanskap Yugo Widyaputra membuat taman di rumahnya memiliki wajah baru.
Yugo menempatkan sekitar dua truk bebatuan berukuran besar di taman itu. ”Batu memiliki pori-pori yang menyerap air, kemudian melepaskan air di dalamnya ketika udara kering. Selain memperkuat kesan alami, batu bisa menambah rasa dingin di taman,” ujar Yugo, yang menemani Mari berbincang dengan Kompas.
Mari pun menimpali, ”Sekarang, di taman memang terasa lebih dingin.”
Taman itu membawa perubahan, bahkan pada penataan ruang dalam rumah. Mari bercerita, semula meja kerjanya menghadap dinding. Setelah taman ditata ulang, ia kemudian mengubah posisi meja kerjanya menghadap pintu terbuka yang menyuguhkan pemandangan taman.
Ruang kerja itu semula disejukkan dengan penyejuk ruangan atau AC. Sekarang, mesin AC di ruang kerja ini tidak perlu lagi difungsikan. Udara alam menggantikannya.
Selain mendapat udara segar dari taman yang asri itu, Mari pun kini menikmati suara gemericik air kolam di taman itu. Dalam kesehariannya, Mari benar-benar mengoptimalkan berkah alam dari taman di rumahnya.
Ekonomi kreatif
Mari pernah mengemban tugas sebagai Menteri Perdagangan pada 2004-2011. Berikutnya, ia mengemban amanah sebagai Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif pada 2011-2014.
Tak mengherankan, perbincangan soal taman di rumahnya pun bersambung ke seputar soal ekonomi kreatif. Mari menuturkan, salah satu aturan penataan taman di rumahnya adalah sama sekali tidak boleh ada bunga dan tanaman artifisial dari plastik.
Pemanfaatan setiap tanaman hidup untuk sebuah taman itu juga akan menghidupkan ekonomi kreatif.
”Pakailah tanaman hidup. Akhirnya, pemanfaatan setiap tanaman hidup untuk sebuah taman itu juga akan menghidupkan ekonomi kreatif,” kata Mari.
Tanaman hidup di taman juga membuat lingkungan hidup kita lebih sehat. Ketika hidup makin sehat, lanjut Mari, orang akan menjadi makin kreatif. Ketika orang bertumbuh makin kreatif, di situlah ekonomi kreatif bisa berjalan.
Perhatian Mari yang tak putus pada persoalan ekonomi tak sebatas mewujud ketika Mari memberikan kuliah di kampus ataupun ketika menjadi pembicara dalam berbagai forum diskusi dan seminar. Hal itu pun tak luput tecermin dalam kesehariannya di rumah.
Taman di rumahnya menjadi sebentuk urban farming, lahan pertanian produktif di kawasan urban. Mari menyebut itu sebagai upaya atau bagian dari pembangunan berkelanjutan. Kegiatan itu juga turut mengurangi jejak karbon.
Semusim
”Suatu ketika, kami menanam cabai sampai 200 pot. Ketika itu, harga cabai melonjak sampai 200 persen,” kata Mari.
Sebidang tanah di halaman tengah rumahnya dipenuhi tanaman semusim seperti sayur-sayuran. Di situ tampak tanaman sayur bayam merah, caisim, kecipir, serai, dan terung ungu. Ada pula tanaman rambat buah markisa.
”Untuk membuat salad, kami sudah bisa memenuhi sayur-sayurnya dengan memetik di kebun sendiri,” ujar Mari.
Bukan hanya tanaman semusim yang ditanam di situ. Mari menunjukkan pada garis luar tamannya ada beberapa tanaman keras, seperti pohon kelapa, pohon rambutan, dan pohon mangga.
Yugo sebagai arsitek lanskap juga menambahkan jenis tanaman tertentu yang fungsional, menyesuaikan kebiasaan sang pemilik rumah. Mari sangat menyukai kegiatan di taman, seperti yoga. Ketika melakukan yoga, Mari banyak menghirup udara di alam. Yugo pun menempatkan beberapa batang pohon bunga arumdalu yang wangi di beberapa titik taman.
Mari sangat menyukai kegiatan di taman, seperti yoga.
”Bukan hanya di taman sekitar lokasi yoga, di sepanjang taman ini saya juga tanam pohon bunga arumdalu. Sekarang, taman ini dikepung aroma wangi bunga arumdalu,” ujar Yugo.
Batu-batu besar yang ditebar di area taman itu juga dapat difungsikan sebagai tempat duduk alami. Yugo menempatkan bagian yang datar dari bebatuan itu di bagian atas supaya batu itu kemudian bisa diduduki.
Pagar rumah yang sekaligus memagari taman tidaklah terlampau tinggi. Yugo pun menata sisa tanah yang ada di luar pagar hingga tampak menjadi satu kesatuan dengan taman yang ada di dalam pagar.
Keteduhan
Meski berbeda dengan suasana di taman, bagian dalam rumah Mari menawarkan keteduhan dan kehangatan tersendiri. Di ruang tamu, lemari besar menempel di dinding dipenuhi berbagai suvenir dan buku, sementara lukisan-lukisan menarik terpajang di dinding.
”Ini lukisan warisan dari ayah saya,” ujar Mari.
Ketika itu, Mari menunjuk beberapa lukisan karya maestro seniman Indonesia, Hendra Gunawan, dan Lee Man Fong yang pernah dibeli ayahnya, J Panglaykim.
Panglaykim adalah ekonom terpandang di masa Presiden Soekarno. Seperti Soekarno, ia pun menyukai karya-karya seni rupa dan mengoleksinya.
Mari sendiri juga suka mengoleksi lukisan. Ia kemudian menunjukkan beberapa lukisan yang pernah ia beli. Di antaranya sejumlah lukisan yang sempat ia borong dari suatu pameran di Surabaya. Tentu itu juga menjadi bagian dari semangat Mari untuk menggelorakan semangat ekonomi kreatif.