MALANG, KOMPAS — Warga Dusun Banaran, Desa Babadan, dan Desa Kesamben, Kecamatan Ngajum, Kabupaten Malang, Jawa Timur, melakukan ngaben massal. Jumlah yang dikremasi mencapai 41 jenazah. Prosesi kremasi dilakukan sejak Sabtu (14/7/2018) malam hingga Minggu pagi di perabuan Marga Moksa setempat.
Dari 41 jenazah yang dikremasi, 16 di antaranya berasal dari Banaran dan sisanya dari Kesamben. Mereka meninggal dengan rentang waktu bervariasi. Ngaben massal ini merupakan kali keenam setelah perabuan Marga Moksa milik Pemerintah Kabupaten Malang berdiri di tempat itu pada tahun 2005.
Ini merupakan ngaben dengan jumlah terbanyak untuk wilayah Kecamatan Ngajum. Selanjutnya, abu akan dilarung di Pantai Balekambang, Desa Srigonco, Kecamatan Bantur, Kabupaten Malang, pada hari Minggu.
”Untuk wilayah kami, ini ngaben massal kali kedua. Sebelumnya pernah dilakukan ngaben massal tingkat kabupaten dua kali dan kecamatan dua kali. Yang tingkat kabupaten pernah melibatkan sekitar 70 jenazah,” kata pelaksana upacara ngaben, Pemangku Santo.
Ngaben massal ini dipilih untuk membantu meringankan beban warga yang tinggal di lereng timur Gunung Kawi. Selama ini, untuk melaksanakan ngaben sendiri biayanya cukup tinggi.
Untuk warga Banaran, misalnya–yang lokasinya dekat dengan perabuan–membutuhkan biaya paling sedikit Rp 6 juta. Sementara bagi mereka yang berada di luar Dusun Banaran biayanya bisa lebih besar lagi.
”Kalau warga luar desa bisa tembus Rp 10 juta karena banyak hal yang perlu dipersiapkan, termasuk transportasi menuju tempat kremasi,” tutur sejumlah warga yang tengah mempersiapkan ngaben di Marga Moksa, Sabtu malam.
Dengan ngaben massal, biaya yang mereka keluarkan jauh lebih rendah bagi warga yang berekonomi kurang, tidak termasuk kegiatan mengangkat tulang dari makam.
Sebelum ada perabuan Marga Moksa, warga Banaran dan sekitarnya melakukan ngaben di krematorium di Kota Malang atau Batu. Jumlah warga yang memeluk agama Hindu di lereng Kawi cukup banyak. Di Banaran, misalnya, sekitar 80 persen warganya menganut agama Hindu.