JAKARTA, KOMPAS - Komisi Pemberantasan Korupsi menggeledah rumah Direktur Utama PT Perusahaan Listrik Negara Sofyan Basir di kawasan Bendungan Hilir, Jakarta Pusat, Minggu (15/7/2018). Penggeledahan itu dilakukan terkait dengan kasus dugaan suap pada proyek Pembangkit Listrik Tenaga Uap Riau-1.
Sehari sebelumnya, Sabtu (14/7), Wakil Ketua Komisi VII DPR Eni Maulani Saragih dan pihak swasta yang merupakan pemegang saham Blackgold Natural Resources Johannes Budisutrisno Kotjo ditetapkan sebagai tersangka. Eni diduga menerima suap hingga Rp 4,8 miliar yang merupakan commitment fee 2,5 persen dari nilai proyek. Suap diberikan Kotjo secara bertahap melalui staf ahli dan keluarga.
Juru Bicara KPK Febri Diansyah, di Jakarta, kemarin, mengatakan, penggeledahan di rumah Sofyan berkaitan dengan perkara yang kini menjerat Eni dan Kotjo. Dari rumah tersebut, KPK mengamankan barang bukti elektronik dari CCTV dan dokumen-dokumen yang berkaitan dengan PLTU Riau-1.
”KPK mendalami skema kerja sama dan hubungan aktor-aktornya,” ujar Febri.
Selain rumah Sofyan, penyidik KPK juga menggeledah rumah Eni; rumah, kantor, dan apartemen Kotjo. Ruang kerja Eni yang berada di DPR juga telah disegel oleh penyidik. Dokumen proyek dan dokumen keuangan turut disita.
”Diingatkan agar semua pihak bersedia kooperatif dalam perkara ini dan tidak menghambat jalannya perkara,” kata Febri.
Terkait penggeledahan di rumah Sofyan, Kepala Satuan Komunikasi Korporat PLN I Made Suprateka mengatakan, pihaknya menghormati proses hukum yang dilakukan KPK. Ia yakin, Sofyan Basir sebagai warga negara akan patuh dan taat pada proses hukum yang berlaku sampai adanya pembuktian dalam persidangan dengan putusan hukum yang mengikat.
”Perlu kami sampaikan bahwa manajemen PLN belum menerima informasi apa pun mengenai status Sofyan Basir dari KPK,” kata Made.
Wakil Ketua KPK Basaria Pandjaitan mengatakan, KPK masih menyelidiki apakah ada keterkaitan kasus dugaan suap yang melibatkan Eni dan Kotjo dengan PT PLN. ”Apakah terkait? Kalau dilihat dari hubungan kerja dan lainnya, pasti ada. Tapi, apakah pihak PLN ada menerima sesuatu, itu masih dalam pengembangan tim penyidik,” kata Basaria dalam jumpa pers, Minggu.
Sebelumnya, sekitar Januari 2018, Blackgold yang dijembatani Kotjo menerima letter of intent dari PT PLN untuk berlanjut ke penandatanganan power purchase agreement (PPA) proyek PLTU Riau-1 berukuran 2 x 300 megawatt. Blackgold pun tergabung dalam konsorsium yang terdiri atas anak perusahaan PT PLN, yakni PT Perusahaan Listrik Negara Batu Bara dan PT Pembangkitan Jawa-Bali, serta China Huadian Engineering.
Proyek ini merupakan bagian dari program 35.000 megawatt yang menjadi salah satu prioritas dari pemerintahan Presiden Joko Widodo-Waki Presiden Jusuf Kalla untuk memeratakan aliran listrik di seluruh Indonesia.
Pemenuhan terganggu
Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW), Firdaus Illyas, menyatakan, penting dilakukan pemerataan listrik di seluruh wilayah Indonesia. Sebab, kondisi di lapangan menunjukkan bahwa selama ini hanya kawasan Jawa dan Bali yang berlebih pasokan listriknya. Sementara ketersediaan listrik di wilayah Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Nusa Tenggara, hingga Papua masih minim.
Ia tidak memungkiri, ketidaktersediaan listrik tersebut dipicu juga oleh penyimpangan yang terjadi sejak pengadaan berlangsung. Oleh karena itu, meski bertujuan baik, program 35.000 megawatt perlu dikaji lebih dalam agar tidak menjadi proyek yang dipaksakan dan justru dimanfaatkan menjadi ladang korupsi.
”Bukan rahasia memang, sektor energi menjadi lahan basah dan sarat kongkalikong dari legislatif, swasta, hingga BUMN. Salah satunya, karena perputaran pengusaha di bidang energi ini hanya itu-itu saja, serta akuntalibilitas dan transparansi pengelolaan bidang ini masih separuh jalan sehingga tidak mengherankan suap dan gratifikasi masih terus terjadi. Bisa jadi bukan (kasus) ini saja,” kata Firdaus.
Pada 2015, anggota Komisi VII DPR, Dewie Yasin Limpo, juga berurusan dengan KPK karena perkara suap pembahasan anggaran proyek pembangkit listrik mikrohidro di Kabupaten Deiyai, Papua. Suap sebesar 177.700 dollar Singapura tersebut diserahkan pejabat Kabupaten Deiyai kepada staf ahlinya, Rinelda Bandoso.
Sebelumnya, kejaksaan juga pernah menangani perkara terkait pembangunan gardu induk Unit Pembangkit dan Jaringan Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara tahun anggaran 2011-2013. Sebanyak 14 orang dari pihak PLN dan swasta sudah diproses hukum.
Secara terpisah, Wakil Sekretaris Jenderal DPP Partai Golkar Ace Hasan Syadzili menyampaikan, Eni telah dinonaktifkan dari segala jabatan di partai dan di fraksi. (IAN/E04/APO)