Sikap Politik Demokrat Ditentukan Saat Pertemuan SBY-Prabowo Hari Rabu
JAKARTA, KOMPAS — Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono dan Ketua Umum Gerindra Prabowo Subianto dijadwalkan bertemu di kediaman SBY di Kuningan, Jakarta Selatan, Rabu (18/7/2018). Hasil pertemuan tersebut akan menentukan sikap politik Demokrat pada Pemilihan Presiden 2019.
Wakil Ketua Umum Partai Demokrat Syarief Hasan, di Jakarta, Senin (16/7/2018), menyampaikan, Demokrat telah menjadwalkan pertemuan antara SBY dan Prabowo pada Rabu di Kuningan, Jakarta Selatan.
”Mudah-mudahan pertemuan tersebut akan menentukan sikap politik Demokrat pada Pemilihan Presiden 2019. Kita lihat saja nanti,” ujar Syarief.
Pertemuan hari Rabu merupakan pertemuan kedua antara SBY dan Prabowo dalam konteks menentukan sikap politik partai. Para pemimpin partai ini terakhir kali bertemu pada Juli 2017 di Cikeas, Bogor.
Pertemuan tersebut juga menjadi tindak lanjut pertemuan antara Syarief dan Prabowo pada Kamis (5/7/2018) di kediaman Prabowo di Kertanegara, Jakarta Selatan. Namun, pertemuan saat itu diakui Syarief hanya sebatas penjajakan koalisi dan belum ada kesepakatan sikap antarpartai.
Sekretaris Jenderal Partai Demokrat Hinca Panjaitan menyebutkan, dalam pertemuan antara SBY dan Prabowo pada Rabu, Demokrat akan menentukan sikap dari tiga opsi yang telah ditetapkan. Opsi tersebut ialah merapat ke kubu Joko Widodo, Prabowo, atau membentuk poros ketiga, yaitu mengusung calon presidennya sendiri.
Namun, opsi Demokrat untuk mengusung calon presidennya sendiri dipastikan telah tertutup. Pasalnya, PKB sebagai partai yang kemungkinan dapat membentuk poros baru juga telah mendeklarasikan dukungannya terhadap Joko Widodo. Selain itu, peraturan ambang batas presiden (presidential threshold) 20 persen membuat sejumlah partai perlu berkoalisi untuk mengusung capresnya.
Sampai saat ini, Demokrat memang belum menentukan arah koalisi dan sikap politiknya pada Pilpres 2019. Padahal, partai lain, seperti koalisi PDI-P, PKB, PPP, Golkar, Nasdem, dan Hanura, sudah mendukung pencapresan Joko Widodo. Begitu juga dengan koalisi antara Gerindra, PKS, dan PAN yang sepakat mengusung Prabowo sebagai capres.
Opsi Demokrat untuk mengusung calon presidennya sendiri dipastikan telah tertutup. Pasalnya, PKB sebagai partai yang kemungkinan dapat membentuk poros baru juga telah mendeklarasikan dukungannya terhadap Joko Widodo.
Pengamat politik dari Universitas Kristen Indonesia, Sidratahta Mukhtar, menilai, Demokrat belum akan menunjukkan sikap politiknya seusai pertemuan antara SBY dan Prabowo hari Rabu. Hal ini karena sosok SBY yang dinilai sebagai politisi senior dengan cara pandang yang jelas dan terukur dalam berpolitik.
”Sebagai figur jenderal pemikir yang pernah menjadi presiden selama 10 tahun, SBY pasti mempunyai strategi yang cukup memadai untuk ajukan koalisi. Koalisi juga tidak akan secepat itu terjadi karena karakter SBY dan Prabowo yang cukup berbeda,” ujar Sidratahta.
Tidak tergesa-gesa
Menurut Wakil Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat Agus Hermanto, Demokrat tidak ingin tergesa-gesa dalam menentukan sikap politik. Demokrat juga masih perlu menjalin komunikasi dengan sejumlah partai agar keputusan yang diambil bisa lebih bijaksana.
”Kami masih memiliki waktu hingga pendaftaran pilpres sehingga tidak perlu terburu-buru. Secara administrasi juga belum ada satu pun parpol yang melakukan pencalonan presiden ataupun wakil presiden,” ujarnya.
Pakar komunikasi politik dari Universitas Indonesia, Effendi Gazali, menyampaikan, adanya peraturan ambang batas pencalonan presiden membuat sejumlah partai perlu berkoalisi dalam Pilpres 2019, termasuk Demokrat.
Effendi menilai, salah satu alasan Demokrat belum memutuskan sikap politik karena Demokrat masih berusaha mencari partai yang mau menerima Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) sebagai cawapresnya. Selain itu, Demokrat juga perlu memastikan bahwa Agus perlu dipasangkan dengan capres yang diperhitungkan akan menang.
”Demokrat memang terlihat ingin mencoba mengajukan AHY sebagai cawapres. Ini suatu ikhtiar yang hanya boleh dilakukan kalau yakin pasangannya menang,” ucap Effendi.
Citra Agus dan Demokrat akan buruk jika dia kembali kalah dalam kontestasi pemilu. Pasalnya, Agus juga pernah mengalami kekalahan saat Pilkada Jakarta 2017.
Menurut Effendi, citra Agus dan Demokrat akan buruk jika dia kembali kalah dalam kontestasi pemilu. Pasalnya, Agus juga pernah mengalami kekalahan saat Pilkada Jakarta 2017. ”Basis saya adalah fakta bahwa AHY belum pernah terlibat dalam pemerintahan dan juga belum lama aktif di partainya,” katanya.
Melihat permasalahan tersebut, Effendi menilai, Demokrat akan menentukan sikap politik dan koalisi dengan hati-hati. Saat ini, penjajakan untuk memasangkan Agus dengan Jokowi dan Prabowo juga masih terus dilakukan Demokrat.
”Rekonsiliasi antara Pak SBY dan Bu Mega patut ditunggu. Kemungkinan memasangkan Prabowo-AHY sampai sekarang juga suatu kemungkinan yang sedang dijajaki,” lanjut Effendi.