Target Ruang Terbuka Hijau Jakarta 2030 Sulit Dicapai
Oleh
Satrio Pangarso Wisanggeni
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Meski anggaran Dinas Kehutanan DKI Jakarta ditingkatkan menjadi empat kali lipat lebih besar pada tahun ini dibandingkan sebelumnya, target penyediaan ruang terbuka hijau seluas 30 persen luas tanah Jakarta sulit untuk dicapai.
Berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah 2030, sebesar 30 persen luas daratan DKI Jakarta harus difungsikan sebagai ruang terbuka hijau (RTH). Penyediaan 20 persen RTH dilakukan oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, sedangkan 10 persen sisanya dibebankan pada sektor privat.
Namun, luas RTH saat ini masih berada pada angka 2,4 persen atau 1.613 hektar dari luas total daratan Jakarta seluas 66.401 hektar. ”Luas ruang terbuka hijau Jakarta saat ini memang masih jauh sekali dibandingkan target itu,” ujar Kepala Dinas Kehutanan Djafar Muchlisin, Senin (16/7/2018), di kantornya, Jakarta.
Luas ruang terbuka hijau Jakarta saat ini memang masih jauh sekali dibandingkan target itu.
Tahun ini, besaran anggaran Dinas Kehutanan DKI Jakarta sebesar Rp 2,95 triliun, lebih besar Rp 2,23 triliun dibandingkan tahun sebelumnya. Pada 2017, anggaran yang dimiliki Dinas Kehutanan DKI Jakarta hanya sekitar Rp 720 miliar.
Pengadaan tanah adalah pengeluaran terbesar Dinas Kehutanan DKI Jakarta. Pos ini memakan porsi sebesar 87 persen dari total anggaran tersebut, dengan jumlah Rp 1,95 triliun. Jumlah ini kemudian dibagi menjadi tiga, yakni pengadaan tanah untuk RTH taman sebesar Rp 1,3 triliun, RTH makam sebesar Rp 400 miliar, dan RTH hutan sebesar Rp 250 miliar.
Sementara itu, Kepala Subbagian Tata Usaha UPT Pengadaan Tanah Pemprov DKI Jakarta Dudung mengatakan, dari Rp 1,95 triliun yang dianggarkan, pengadaan tanah per 13 Juli 2018 baru terealisasikan sekitar Rp 672 miliar atau 34,4 persen.
Dari jumlah tersebut, yang telah mencapai proses pencairan atau SP2D (surat perintah pencairan dana) sebanyak Rp 407 miliar. ”Sisanya masih dalam proses pengajuan ke kas daerah,” ucap Dudung.
Ia mengatakan, target pengadaan tahun ini sebesar 48,75 hektar dengan asumsi rerata harga appraisal berada pada angka Rp 4 juta.
Djafar menyampaikan hal senada. Target pengadaan tanah untuk RTH Jakarta per tahun sekitar 50 hektar. Namun, menurut dia, dengan harga tanah saat ini, untuk dapat memenuhi target 50 hektar per tahun, anggaran yang dibutuhkan Rp 2,5 triliun-Rp 3 triliun.
Target pengadaan untuk tahun 2019 bahkan akan lebih sedikit dibandingkan tahun ini. Berdasarkan data yang dimiliki Dudung, pengadaan tanah untuk RTH taman, makam, dan hutan sekitar Rp 1,3 triliun.
”Jumlah lahan yang bisa dibebaskan pun akan semakin kecil karena harga tanah juga semakin mahal,” ucap Dudung. ”Asumsi rerata harga appraisal pun lebih mahal, menjadi Rp 5 juta-Rp 6 juta per meter persegi,” lanjutnya.
Di tengah berbagai kondisi ini, impian untuk mencapai 30 persen luas tanah Jakarta menjadi RTH semakin sulit tercapai. Secara sederhana, menurut Djafar, target 30 persen tersebut dapat tercapai apabila lahan yang berhasil disediakan oleh Pemprov DKI seluas 650 hektar per tahun hingga 2030.
Sertifikat versus girik
Selain permasalahan jumlah anggaran yang kurang, proses pengadaan lahan juga masih terhambat oleh masalah administrasi kepemilikan hak atas tanah. Permasalahan ini paling banyak ditemui pada pengadaan tanah untuk RTH makam.
Djafar mengatakan, hingga semester I-2018, pihaknya belum melakukan pengadaan tanah RTH makam. Pihaknya mengutamakan proses pengajuan yang berdasarkan sertifikat hak milik.
”Surat girik nantinya akan kami proses juga,” ujar Djafar.
Warga yang tempat tinggalnya berada di dalam zonasi hijau dan hanya memegang girik akan dikirimi surat yang meminta mereka untuk mengurus sertifikat.
Selain itu, pengadaan tanah makam dinilai tidak begitu mendesak. Dudung menyebutkan, lahan pemakaman masih dapat ”dimatangkan” lebih jauh. ”Masih ada lahan eksisting yang belum berfungsi karena berair, nanti bisa diolah agar bisa digunakan,” lanjutnya.