BNN Sita Uang dan Aset Rp 3,9 M Jaringan Pengedar Sabu
Oleh
ADHI KUSUMAPUTRA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Badan Narkotika Nasional menyita uang senilai Rp 2,1 miliar dan satu rumah senilai Rp 1,8 miliar dari tersangka IN yang diduga terlibat kasus pencucian uang. Aset tersebut diduga berasal dari hasil perdagangan sabu narapidana kasus narkoba, Irawan.
Kepala BNN Komisaris Jenderal Heru Winarko, Selasa (17/7/2018), mengatakan, Irawan merupakan narapidana di Rumah Tahanan Kelas IIA Pontianak. Dari dalam penjara, Irawan melakukan transaksi narkoba jenis sabu 10,39 kilogram dengan jaringannya di luar negeri.
”Ada akumulasi uang hasil penjualan narkoba dari Irawan. Hasil dari perdagangan itu ditransfer ke IN dan dibelikan juga rumah,” kata Heru.
Irawan yang berstatus sebagai tahanan di Rutan Kelas IIA Pontianak diamankan BNN pada 27 Agustus 2017. Dari keterangan Irawan, BNN menangkap pengelola keuangan Irawan, yakni F, di daerah Gunung Ponti Agung Dalam, Kompleks Victory, Kabupaten Kubu Raya, Kalimantan Barat.
Dari F, BNN melacak aliran uang hasil penjualan sabu itu ditransfer ke rekening BCA dan BRI atas nama IN. Pada 21 Maret 2018, IN ditangkap di Perumahan Pandau Permai, Kampar, Riau.
IN merupakan direktur sekaligus pemilik rekening PT Surya Subur Jaya dan PT Nusa Primula Maju Jaya. Dari kasus ini, BNN menyita uang dalam rekening BCA atas nama IN sebesar Rp 526 juta.
Dari rekening BRI atas nama IN, BNN menyita uang Rp 1,613 miliar. Di Pekanbaru, Riau, BNN juga menyita aset berupa satu rumah senilai 1,8 miliar yang diduga pembeliannya menggunakan uang dari Irawan.
Diselidiki
Direktur Tindak Pidana Pencucian Uang BNN Bahagia Dachi mengatakan, Irawan masih bisa bertransaksi di dalam penjara karena masih ada uang di dalam jaringan Irawan. Menurut Dachi, aliran dana jaringan ini dilacak berkat kerja sama BNN dengan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).
Dari penyelidikan, IN diketahui memiliki suami yang merupakan warga negara Malaysia. Dachi mengatakan, BNN masih mendalami kasus ini untuk mengetahui keterlibatan suami IN.
”Kami sedang bekerja sama dengan polisi Malaysia apakah suami IN terlibat atau tidak dalam kasus ini,” kata Dachi.
Pelaksana Tugas Deputi Pemberantasan BNN Anjan Pramuka Putra mengimbau setiap badan usaha agar berhati-hati dalam menerima aliran dana. Ia mengatakan, setiap badan usaha perlu mengetahui sumber aliran dana itu.
”Badan usaha harus berhati-hati terkait aliran dana yang diterima. Jangan sampai dananya terkait dengan kasus narkoba,” kata Anjan.
Dalam kasus ini, IN diduga melakukan perbuatan melawan hukum, yakni menyimpan, mentransfer, menerima, dan menikmati uang hasil kejahatan narkotika.
IN diancam Pasal 137 Huruf b UU No 35 Tahun 2009 tentang Narkotika dan Pasal 3, 4, dan 5 Ayat 1 UU No 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pencucian Uang dengan maksimal hukuman 20 tahun penjara.
Dengan terbongkarnya kasus ini, selama tahun 2018 kasus TPPU Narkotika ada 15 laporan dengan total 22 tersangka dan total aset yang disita Rp 127 miliar. Dengan demikian, hingga pertengahan tahun 2018, total sitaan aset kasus TPPU 2018 ada di posisi terbesar kedua setelah tahun 2016 dengan total sitaan aset Rp 279 miliar. (SUCIPTO)
Editor:
Bagikan
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
Tlp.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.