Di bawah terik matahari, 114 siswa berpakaian merah putih duduk rapi di tengah lapangan Sekolah Dasar Negeri Sumur Batu II, Kelurahan Sumur Baru, Kecamatan Bantar Gebang, Kota Bekasi, Senin (16/7/2018) siang. ”Halo,” ”Hai,” ”Halo,” ”Hai,” sapaan bersahut-sahutan itu terdengar bergantian setiap ada guru yang memperkenalkan dirinya di hadapan para siswa. Mereka tampak begitu bersemangat!
Hari itu mereka resmi menjadi siswa dan siswi Unit Sekolah Baru (USB) Sekolah Menengah Pertama Negeri (SMPN) 49 Kota Bekasi. Berbeda dengan sekolah-sekolah lain yang menggelar acara perkenalan di dalam ruangan, mereka justru bermandikan sinar matahari di lapangan. Perkenalan juga tidak hanya antara guru dan murid, tetapi para orangtua juga berkerumun mengelilingi mereka di pinggir lapangan.
”Ini bagian dari kreativitas di dalam keterbatasan karena kami tidak mempunyai ruangan yang memadai untuk menampung mereka semua,” kata Kepala USB SMPN 49 Kota Bekasi Endang Koswara.
Endang melanjutkan, sekolah yang dipimpinnya merupakan salah satu dari beberapa sekolah yang telah didirikan Pemerintah Kota (Pemkot) Bekasi sejak 2016 meski tidak memiliki gedung secara mandiri. Sejak awal pendiriannya, mereka menumpang di sejumlah tempat. Sekolah ini pun sudah dua kali berpindah tumpangan.
Pada 2016, kegiatan USB SMPN 49 dilakukan di SDN Padurenan 5, Kelurahan Padurenan, Kecamatan Mustika Jaya. Akan tetapi mulai 2017, kegiatan dipindah ke SDN Sumur Batu II. Perpindahan dilakukan karena kapasitas di sekolah sebelumnya sudah tidak mencukupi.
USB SMPN 49 menerima tiga rombongan belajar setiap tahun. Setiap rombongan belajar terdiri dari maksimal 40 orang. Hingga saat ini, total jumlah siswa yang telah diterima adalah 324 orang.
Bangunan SDN Sumur Batu II yang terdiri dari dua lantai memiliki 15 kelas. Saat ini baru digunakan oleh USB SMPN 49 sebanyak sembilan ruangan. Tidak ada perpustakaan dan laboratorium yang bisa digunakan sebagai pendukung pelajaran.
Lapangan yang digunakan untuk pelajaran olahraga setengahnya digunakan sebagai lahan parkir. Kantin mereka sebatas ruang seluas 2 meter persegi di sebelah tangga. Toilet yang tersedia pun hanya empat pintu.
Kepala Dinas Pendidikan Kota Bekasi Ali Fauzie mengatakan, USB didirikan untuk mengurangi ketimpangan antara jumlah SMPN dan lulusan SDN di Kota Bekasi. Hingga saat ini, 49 SMPN yang ada baru dapat memenuhi kebutuhan 33 persen dari total lulusan. ”USB-USB ini kami buka untuk memenuhi tuntutan masyarakat akan pendidikan gratis,” ujarnya.
Hal itu dirasakan Iin, warga Kelurahan Bantar Gebang, Kecamatan Bantar Gebang. Dengan setengah hati ia menyekolahkan anak pertamanya di USB SMPN 49. Bagi dia, menyekolahkan anak di sekolah negeri sangat membantu kondisi ekonomi keluarganya. Ia seorang ibu rumah tangga, sedangkan suaminya, baru saja dipecat dari sebuah bengkel.
Meski demikian, ia waswas akan status sekolah yang masih USB dan tidak memiliki gedung secara mandiri. Bayang-bayang kegiatan belajar mengajar menghantuinya. Ia tidak ingin anaknya mendapatkan pendidikan yang tidak optimal.
Oleh karena itu, bersekolah di sana merupakan pilihan terakhir bagi Iin. Sebelumnya, ia sudah mendaftarkan anaknya di dua sekolah lain, yang sudah memiliki gedung dan sudah beroperasi lebih lama. Namun, apa daya, perolehan nilai ujian anaknya kalah dalam persaingan di jalur zonasi pada Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) Daring 2018.
Persaingan masuk sekolah negeri di Kecamatan Bantar Gebang memang cukup berat. Di wilayah yang terdiri dari empat kelurahan itu, baru ada dua SMPN. USB SMPN 49 berdiri sebagai tambahan sekolah di lingkup Kelurahan Bantar Gebang. Sementara itu, berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), pada 2013, jumlah penduduk di wilayah itu 108.595 orang. Sekitar 8.000 di antaranya berusia 10-14 tahun.
Tetap semangat
Di tengah keterbatasan, Endang berusaha memacu semangat para murid dan orangtua. Salah satunya dengan menyelenggarakan kegiatan pemberdayaan potensi daerah. Sekolah itu berdiri sekitar 2 kilometer dari Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) Bantar Gebang. Di seberangnya, terdapat tempat pengolahan limbah industri.
”Kami mengajukan izin untuk belajar pengolahan limbah langsung di pusatnya. Pembelajaran ini tidak ada di sekolah-sekolah lain,” kata Endang. Selain itu, ia juga berbangga karena ada dua atlet nasional tenis meja yang bersekolah di USB SMPN 49.
Ine Febrianti (14), siswa kelas IX USB SMPN 49, mengaku, tidak pernah kehilangan semangat untuk bersekolah. ”Yang terpenting saya bisa belajar di sekolah negeri dan punya banyak teman,” kata Ine.