Sektor kehutanan berperan penting mencapai Tujuan Pembangunan Berkelanjutan atau SDGs. Namun, deforestasi terus terjadi, termasuk di Indonesia.
ROMA, KOMPAS—Deforestasi di berbagai negara di dunia masih terus terjadi. Padahal, sektor kehutanan berperan penting untuk mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan, karena hutan jadi ekosistem utama di bumi untuk memenuhi kebutuhan mendasar manusia seperti air bersih dan pangan.
Hal itu mengemuka pada pembukaan Sidang Komite Kehutanan ke-24 Organisasi Pangan dan Pertanian PBB (FAO), Senin (16/7/2018) di Roma, Italia. Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya Bakar jadi pembicara kunci dalam pembukaan pertemuan dua tahunan tersebut.
Direktur Jenderal PBB Jose Graziano da Silva, melalui rekaman video, menyatakan hutan dan pertanian tak lagi bisa dibatasi. Jadi tahun ini FAO memakai pendekatan kehutanan mendukung pertanian untuk mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan (SDGs).
Dalam sidang itu, FAO menunjukkan laporan kondisi kehutanan dunia terkini (SOFO) 2018 bahwa deforestasi di dunia menurun. The Global Forest Resources Assessment (FRA) yang dikoordinasikan FAO menemukan hutan dunia turun dari 31,6 persen jadi 30,6 persen pada 1990-2015. Kecepatan kehilangan hutan menurun dalam beberapa tahun terakhir.
Mario Arvelo Caamano, Ketua Komite Ketahanan Pangan Dunia, mengatakan pembahasan kehutanan kerap menempatkan pertanian dalam konteks negatif. Contohnya, ekspansi pertanian merebut ruang-ruang hutan di dunia.
Padahal, hutan dan pertanian berkontribusi pada banyak aspek kehidupan manusia dan kehidupan di bumi. Relasi keduanya mendukung ketahanan pangan, menciptakan pendapatan, perlindungan bagi keanekaragaman hayati, serta hutan melindungi pertanian dari serangan hama.
Indonesia
Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya Bakar menegaskan, Indonesia berupaya serius mencapai target SDGs, terutama di sektor kehutanan dan pemulihan lingkungan. \'\'Hutan amat penting dalam pencapaian SDGs. Kebijakan nasional kehutanan kini sejalan dengan tujuan itu, dan perubahan besar terjadi di Indonesia menuju perspektif baru keberlanjutan,\'\' ujarnya.
Hutan amat penting dalam pencapaian SDGs. Kebijakan nasional kehutanan kini sejalan dengan tujuan itu, dan perubahan besar terjadi di Indonesia menuju perspektif baru keberlanjutan.
Kini Pemerintah Indonesia membenahi kebijakan pengelolaan hutan lestari dan menyelaraskan pembangunan dengan SDGs serta Kesepakatan Paris. Dalam pengelolaan hutan, Indonesia fokus mengatasi kemiskinan dan kesenjangan sosial dengan merangkul komunitas warga sekitar hutan.
Ia mencontohkan, 25.800 dari 80.000 desa di dalam atau di sekitar hutan, telah diperjelas statusnya. Lahan seluas 1,73 juta hektar ha juga diberikan pada 390.000 rumah tangga. Itu mengangkat 1,2 juta warga miskin dari 10 juta warga miskin di dalam dan sekitar hutan.
Pemerintahan Presiden Jokowi juga mengaktualisasikan hak azasi manusia lewat pengakuan hutan adat yang belum diberikan pada pemerintahan sebelumnya. Akhir 2016, Presiden menyerahkan pengakuan hutan adat 20.000-an hektar bagi komunitas warga dan akan ditambah hingga 2,2 juta ha.
Sejauh ini, berbagai upaya dilakukan Pemerintah Indonesia demi mencapai SDGs. Contohnya, penanaman kembali 400.000 ha pohon di area eks pertambangan, mengurangi deforestasi, pencegahan kebakaran hutan dan lahan, serta menjaga lahan gambut.
"Untuk karhutla, Indonesia menekan jumlah area terbakar dari 2,6 juta ha di 2015, jadi 168 ribu ha di 2017. Untuk pertama kali dalam dua dekade, tak ada asap lintas batas,\'\' kata Siti. Pihaknya mengembangkan ekowisata di 54 taman nasional.
Selain itu, Indonesia mengurangi tingkat deforestasi 0,45 juta ha per tahun, dibandingkan rata-rata laju deforestasi 1990-2012 mencapai 0,92 juta ha. Pemerintah Indonesia juga membenahi tata kelola kawasan lindung.