JAKARTA, KOMPAS — Komisi Pemberantasan Korupsi memperluas penyidikan dugaan suap proyek Pembangkit Listrik Tenaga Uap Riau-1 dengan menggeledah kantor pusat PT Perusahaan Listrik Negara setelah sehari sebelumnya juga menggeledah rumah Direktur Utama PT PLN Sofyan Basir.
Sementara itu, menyusul kasus dugaan suap yang diungkapkan KPK dalam operasi tangkap tangan pada Jumat (13/7/2018), PT PLN memutuskan untuk menghentikan sementara proses pembangunan PLTU Riau-I.
”Karena ada proses hukum, kami hentikan sementara. Kesepakatan itu ada dalam nota kesepahaman (letter of intent/LOI),” kata Sofyan saat konferensi pers, Selasa (17/7/2018), di Jakarta.
Meski dihentikan sementara, Sofyan memastikan hal itu tak akan mengganggu jalannya proyek pembangkit listrik 35.000 megawatt secara keseluruhan. Dari target 35.000 MW, kemajuan program tersebut telah mencapai 32.000 MW dalam bentuk kontrak jual-beli tenaga listrik (power purchase agreement/PPA). PLTU Riau-I dijadwalkan beroperasi pada 2023.
”Proyek ini belum tuntas. Kalaupun gagal, bisa diulang prosesnya dengan cepat,” kata Sofyan seraya menyebut proyek tersebut tak dilelang, tetapi penunjukan langsung.
Proyek berkapasitas 2x300 MW dengan nilai proyek 900 juta dollar AS atau setara Rp 12,8 triliun, pemegang saham mayoritasnya adalah PT Pembangkitan Jawa Bali (PJB) Indonesia, anak usaha PLN. Sebanyak 51 persen sahamnya dikuasai PT PJB dan sisanya konsorsium yang terdiri dari Huadian dan Samantaka.
Terkait penggeledahan oleh KPK di kantor pusat PLN, kemarin malam, Kepala Satuan Komunikasi Korporat PLN I Made Suprateka mengatakan, pihaknya menghormati proses hukum yang dilakukan KPK dengan menjunjung tinggi asas praduga tak bersalah. PLN akan kooperatif memberi keterangan.
Menyusul dugan suap proyek PLTU Riau-1, PT PLN menghentikan sementara proyek tersebut. Sementara KPK menyita sejumlah dokumen terkait proyek itu.
Juru Bicara KPK Febri Diansyah mengatakan, tim penyidik tiba di lokasi kantor pusat PT PLN jelang shalat Maghrib. ”Kami bisa pastikan ada penggeledahan di kantor PT PLN dan kantor DPR. Baru mulai malam ini (penggeledahannya) dan tim masih di lokasi,” katanya.
Febri mengatakan, beberapa dokumen dibutuhkan untuk memahami hubungan hukum antara PT PLN dan anak perusahaannya, serta antara PT PLN dan perusahaan lainnya, termasuk perusahaan yang sebagian sahamnya dimiliki salah satu tersangka JBK (Johannes Budisutrisno Kotjo). ”Ini perlu didalami, apakah suap yang kami duga diterima EMS (Eni) itu memuluskan pembangunan PLTU Riau-1,” ujarnya.
Sita dokumen
Menurut Febri, KPK juga menggeledah ruang kerja EMS di Kompleks Parlemen. Sejak Senin lalu, ruang kantor EMS disegel KPK. Selain kantor PLN dan ruang kerja EMS, KPK juga menggeledah kantor PJB Indonesia.
Dari penggeledahan tersebut, KPK menyita dokumen terkait latar belakang penunjukan langsung Blackgold, dokumen perjanjian, dan skema proyek. Ada juga dokumen terkait rapat pembahasan proyek PLTU Riau-1 antara legislatif dengan PLN, juga PLN dan PJB dengan swasta.
Terkait peran Sofyan, Febri mengatakan, KPK masih fokus pada kedua tersangka, EMS dan JBK. Adapun Sofyan berstatus saksi.
Sementara itu, Ketua Dewan Penasihat DPD Partai Golkar Kabupaten Temanggung Tunggul Purnomo mengatakan, pihaknya menyiapkan tim kuasa hukum untuk mendampingi M Al Khadziq, calon bupati Temanggung, yang juga suami EMS. Tim kuasa hukum itu disiapkan untuk mengantisipasi kemungkinan perubahan status Khadziq, yang saat ini sebagai saksi, menjadi tersangka. (APO/APA/AGE/EGI/E03)