MALANG, KOMPAS — Total tunggakan Pajak Bumi dan Bangunan di Kota Malang sejak tahun 1980 hingga 2018 mencapai Rp 199 miliar. Tunggakan tersebut membuat neraca keuangan Pemerintah Kota Malang terbebani dan tidak seimbang serta menjadi temuan auditor Badan Pemeriksa Keuangan.
Akumulasi nilai tunggakan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) sejak tahun 1980 itu pada 2013 diketahui sebesar Rp 180 miliar. Setelah penagihan oleh Pemkot Malang, nilainya berkurang Rp 90 miliar pada 2017.
Namun, tahun ini, pada neraca keuangan Pemkot Malang, jumlah tunggakan masih tercatat Rp 199 miliar. Itu akibat akumulasi pokok piutang serta denda 2 persen per bulan dan terus bertambahnya piutang-piutang baru dengan berbagai sebab.
”Itu salah satu alasan kenapa kebijakan penghapusan tunggakan piutang pajak daerah di Kota Malang menjadi salah satu program yang harus diprioritaskan. Namun, tetap dengan prinsip kehati-hatian yang sangat tinggi. Tahapan yang sedang kami kerjakan sekarang adalah tahapan penyusunan regulasi sesuai dengan ketentuan dan peraturan perundangan yang berlaku,” tutur Kepala Badan Pelayanan Pajak Daerah Kota Malang Ade Herawanto, Selasa (17/7/2018).
Hal itu, menurut Ade, harus dipikirkan. Sebab, tunggakan piutang pajak tersebut pernah menjadi temuan auditor Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Lebih lanjut, angka piutang tersebut membuat neraca keuangan Pemkot Malang menjadi terbebani dan tidak seimbang.
”Setelah hampir lima tahun melakukan berbagai inovasi untuk menagih dan mengurai tunggakan tersebut, langkah penghapusan tunggakan piutang tersebut menjadi opsi terakhir paling realistis yang terpaksa ditempuh,” lanjutnya.
Terkait rencana penghapusan piutang pajak itu, Ade mengatakan, pihaknya terus berkoordinasi dengan Pansus Pajak Daerah Komisi B DPRD Kota Malang dan BPKAD. Nantinya akan dibuat rancangan peraturan daerah (ranperda) tentang penghapusan piutang pajak tersebut.
”Tinggal menunggu ranperda tersebut disahkan oleh DPRD, kemudian disahkan oleh Gubernur Jawa Timur, lalu diterbitkan perwali tentang tata cara dan mekanisme,” ujarnya.
”Setelah itu, aturan bisa dijalankan dengan berpatokan pada SOP (prosedur standar operasi) yang disusun Pemkot Malang. Tetapi, pelaksanaannya tidak mungkin tahun ini karena harus ada kajian teknis tentang penghapusan tunggakan piutang per obyek pajak secara detail, teliti, dan dilaksanakan oleh konsultan pajak independen,” lanjut Ade.
Sekretaris Daerah Kota Malang Wasto menambahkan, pihak Pemkot Malang mengikuti seluruh aturan pusat mengenai kebijakan penghapusan tersebut. Jika program ini tidak segera dilakukan, tunggakan piutang tersebut akan semakin membebani neraca keuangan Pemkot Malang sehingga bisa memengaruhi opini kinerja wajar tanpa pengecualian yang selama ini didapat Pemkot Malang dari BPK.
”Oleh karena itu, sepanjang aturannya memungkinkan untuk penghapusan, mekanismenya akan ditempuh. Utamanya yang jenis-jenis obyek dan subyek pajak yang sudah benar-benar tidak bisa ditagih,” katanya.
Ketua Komisi B DPRD Kota Malang Arif Hermanto mengatakan, pihaknya sejalan dengan rencana tersebut di atas. ”Nanti koordinasi dulu dengan Biro Hukum Pemprov Jatim dan pihak-pihak terkait. Prinsipnya, semua bisa dilaksanakan tentang penghapusan piutang tersebut selama tidak bertentangan dengan peraturan perundangan yang berlaku sehingga ke depan tidak membebani neraca keuangan dan APBD Kota Malang,” tuturnya.
”Kami mendorong strategi ini demi kepentingan masyarakat ke arah yang lebih positif karena niatannya bagus dan harus didukung penuh,” lanjutnya.