Jalan Panjang Nurkoyah untuk Pulang
Nurkoyah (47) tertawa lepas seusai pulang dari Pantai Sedari Kabupaten Karawang, Jawa Barat, bersama anak dan cucunya, Minggu (8/7/2018) malam. Wajah Nurkoyah tampak bahagia. Lebih dari 10 tahun dia tidak pernah berlibur bersama keluarga.
“Saya butuh jalan-jalan untuk menenangkan pikiran. Di Arab Saudi saya juga tidak pernah ke mana-mana,” ujar Nurkoyah, ketika baru saja tiba di rumahnya, di Desa Kertajaya, Kecamatan Jayakerta, Karawang, Minggu falam.
Mengenakan baju merah menyala dan kerudung hitam, Nurkoyah yang baru pulang kemudian duduk di kursi teras rumah ditemani Destri (6), cucu satu-satunya. Dia tersenyum melihat cucu perempuannya yang sedang asyik bermain telepon seluler. “Saya benar-benar kangen dengan keluarga,” kata Nurkoyah.
Nurkoyah binti Marsan Dasan atau biasa disapa Nur adalah tenaga kerja Indonesia di Arab Saudi yang baru saja dibebaskan dari hukuman mati. Dia didakwa membunuh anak majikannya, Masyari bin Ahmad al Busyail, bayi lelaki yang baru berusia tiga bulan.
Sebelum divonis bebas, Nurkoyah telah mendekam di penjara Kota Dammam, Arab Saudi, selama delapan tahun menanti kepastian hukum. Dia harus menjalani lebih dari 35 kali sidang hingga vonis hakim yang menyatakan Nurkoyah tidak bersalah pada 3 April 2018.
Selama delapan tahun tersebut, Nurkoyah terus didampingi oleh perwakilan Kedutaan Besar RI di Riyadh Arab Saudi. Setidaknya tiga duta besar, tiga generasi diplomat di KBRI, serta dua pengacara Arab Saudi terlibat dalam upaya pembebasan Nurkoyah.
Nurkoyah memperoleh kepastian bahwa hakim menolak tuntutan qisas atau nyawa dibayar nyawa dan diyatatau denda terhadap dirinya. Vonis itu telah berkekuatan hukum tetap (inkracht) pada 31 mei 2018 dengan ditandatangani hakim Muhammad Abdullah Al Ajjajiy.
Pada 2 Juni 2018, KBRI Riyadh secara resmi menerima salinan putusan Pengadilan Umum Dammam atas kasus Nurkoyah dan menindaklajutinya dengan menyiapkan proses pemulangan Nurkoyah ke Indonesia. Pengacara Nurkoyah, Mishal Al Shareef, dan perwakilan Kementerian Luar Negeri pun menemani Nurkoyah pulang dari Arab Saudi hingga menuju Karawang.
Disambut isak tangis
Nurkoyah tiba untuk pertama kali di kampung halamannya, Dusun Krajan 1, Desa Kertajaya, Kecamatan Jayakerta, Karawang, pada Rabu (4/7/2018) malam, usai berpisah selama 10 tahun dengan keluarga. Delapan tahun di antaranya dihabiskan Nurkoyah dalam dinginnya tahanan.
Isak tangis mewarnai pertemuan Nurkoyah dengan anak, ibu, dan sanak famili di rumah. Narmi (70), ibu Nurkoyah bahkan beberapa kali pingsan ketika memeluk anaknya. Dia tak percaya Nurkoyah bisa kembali berkumpul dengan keluarga. “Badan saya lemas semua. Kaki tidak kuat untuk berdiri saking senangnya,” ucap Narmi, saat ditemui, Minggu.
Euis (21), anak kedua Nurkoyah, juga menangis bahagia dapat kembali berjumpa dengan ibunya. Saat ditinggal Nurkoyah ke Arab Saudi, Euis masih duduk di kelas 1 SMP sedangkan kini dia sudah menikah.
Tidak hanya keluarga. Ratusan warga Desa Kertajaya pun bersuka cita menyambut Nurkoyah datang. Mereka berjejalan memadati jalanan desa hingga orang susah untuk bergerak. “Sebagian besar orang kampung sini kan juga TKI yang kerja di Arab Saudi. Jadi mereka senang Nurkoyah bebas. Mereka juga mau selfie sama Mishal yang terkenal di sana,” kata Sunardi (33), adik Nurkoyah.
Tulang punggung
Nurkoyah adalah anak ketiga dari enam bersaudara. Sejak kecil Nurkoyah sudah banting tulang untuk membantu keluarganya yang terbelit persoalan ekonomi. Tak heran, Nurkoyah memutuskan pergi ke Arab Saudi sejak masih belia untuk bekerja sebagai asisten rumah tanga.
Ketika berada di Arab Saudi, Nurkoyah menjadi tulang punggung perekonomian keluarga. Dari gaji bulanan sebesar 800 Riyal (sekitar Rp 3 juta), dia rutin menyisihkan uang untuk dikirimkan kepada keluarga baik melalui wesel maupun menitipkannya kepada sesama TKI asal Karawang yang pulang ke kampung halaman.
Selain untuk belanja kebutuhan sehari-hari keluarga Narmi, uang yang dikirimkan Nurkoyah juga untuk membiayai sekolah Sunardi. “Sejak SD sampai saya lulus kuliah S-1, semua dibiayai kakak saya dari hasil bekerja di Arab,” kata Sunardi yang kini bekerja sebagai guru agama di sebuah Madrasah Ibtidaiyah (setara sekolah dasar) di Kecamatan Jayakerta, Karawang.
Sunardi mengakui, Nurkoyah adalah sosok yang jujur, lembut, dan selalu berpikiran positif. Oleh karena itu, dia tidak percaya ketika sang kakak dituduh membunuh bayi berusia 3 bulan. “Kami tahu seperti apa dia di rumah. Makanya itu saya mendatangi Kemenlu dan BNP2TKI untuk mengurusi berbagai macam hal supaya kakak saya bebas,” ucap Sunardi.
Meskipun sejak belia bekerja di Arab Saudi, Nurkoyah kerap pulang. Dia terakhir pulang ke kampung halaman di Kertajaya, Karawang, pada pertengahan 2008 setelah bekerja dua tahun pada keluarga Al Busyail di Kota Dammam. Ketika kembali lagi ke Arab Saudi, dia tetap berpikiran positif karena tidak pernah ada masalah dalam pekerjaan yang dijalaninya di Dammam.
Dipaksa mengaku
Nurkoyah mengisahkan, peristiwa pahit itu terjadi menjelang kontraknya yang kedua berakhir atau pada awal Mei 2010. Pada suatu malam, Nurkoyah tiba-tiba dibawa polisi ke kantor kepolisian Dammam. Dia menyangka akan ditanyai terkait rencana kepulangannya ke Indonesia dalam sebulan ke depan. Namun, apa yang terjadi kemudian mengubah jalan hidup Nurkoyah.
Dia dituduh oleh sang majikan berniat membunuh bayi lelaki yang baru berusia tiga bulan. Nurkoyah dicurigai memberi racun tikus dalam susu yang diminum si bayi. “Saya juga punya anak di Indonesia. Buat apa saya membunuh. Lagi pula, bayi itu kan dipegang sama ibunya bukan sama saya,” ucap Nurkoyah berkaca-kaca.
Mendengar lontaran tuduhan pembunuhan itu, sontak Nurkoyah terkejut. Dia pun dengan tegas menyangkal tuduhan tersebut karena memang tidak pernah membunuh siapa pun. Namun, pernyataan Nurkoyah tiba-tiba berubah setelah dia diinterogasi oleh seorang penyidik dengan nada tinggi dan mengancam akan memukul Nurkoyah. “Saya mau dipukul sama tongkat yang besar itu (seukuran tongkat kasti). Saya takut lah karena belum pernah mengalami yang begini,” kata Nurkoyah.
Mishal Al Shareef, pengacara Nurkoyah, mengakui, upaya pembelaan sempat sulit dilakukan karena Nurkoyah pernah membuat pengakuan bahwa dia yang membunuh anak majikannya itu. Sebab, sistem hukum di Arab Saudi menganut prinsip Al I’tiraf Saiyyidul Adillah, yang berarti pengakuan adalah panglima dari segala alat bukti (Kompas, 6/7/2018).
Kendati demikian, Mishal memastikan, pengakuan disampaikan Nurkoyah saat dalam kondisi ketakutan dan berada di bawah tekanan penyidik. ”Kami mendapat kesulitan karena dari awal kasus Nurkoyah tidak didampingi langsung pengacara. Nurkoyah juga dalam kondisi ketakutan dan mendapat tekanan dari penyidik untuk mengakui bahwa dia yang memasukkan racun sehingga membuat anak majikannya meninggal,” ujar Mishal.
Pada proses pembelaan selanjutnya, baik tergugat maupun penggugat diberi kesempatan untuk menjelaskan kejadian sebenarnya. Saat itulah, Nurkoyah dan kuasa hukumnya mendapatkan cukup bukti bahwa anak sang majikan meninggal karena menderita penyakit bukan dibunuh sedangkan penggugat tidak memiliki bukti kuat bahwa Nurkoyah yang melakukan pembunuhan.
Dalam hukum Arab Saudi, dugaan tidak dapat dijadikan sebagai dasar pengambilan keputusan tanpa didukung bukti kuat. Pengadilan Arab Saudi juga menjunjung tinggi keadilan yang berpegang pada syariat Islam sehingga akhirnya Nurkoyah dinyatakan bebas.
Direktur Perlindungan Warga Negara Indonesia dan Bantuan Hukum Indonesia Kementerian Luar Negeri RI Lalu Mohammad Iqbal mengungkapkan, Pemerintah Indonesia menghadapi dua persoalan terhadap perlindungan WNI yang bekerja di luar negeri, termasuk kasus Nurkoyah.
Persoalan pertama tidak adanya data akurat dan kredibel terkait jumlah WNI yang bekerja di luar negeri. Ini karena perusahaan penyalur tenaga kerja tidak memberikan data terkait jumlah dan waktu keberangkatan TKI kepada pemerintah.
Padahal, hal tersebut sudah diatur dalam Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 22 Tahun 2014 tentang Pelaksanaan Penempatan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri. ”Fokus perlindungan pemerintah terhadap TKI ini dapat lebih baik jika kami juga memiliki data yang baik,” kata Lalu.
Persoalan kedua yakni tata kelola penempatan TKI yang sangat lemah. TKI tidak dibekali pengetahuan yang cukup terkait bahasa, budaya, ataupun hukum yang berlaku di negara tempat mereka bekerja.
Kementerian Luar Negeri mencatat, saat ini masih terdapat 18 WNI di Arab Saudi yang terjerat proses hukum. Sembilan WNI tersebut berada di wilayah kerja KBRI Riyadh dan sembilan lainnya berada di wilayah kerja Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI) di Jeddah.
Nurkoyah harus melewati jalan panjang dan berliku untuk menghirup udara segar kebebasan. Bahkan, ibu dua anak ini sempat mengalami trauma karena mendekam di penjara selama delapan tahun untuk menanggung hal yang tidak dilakukannya.
Namun, Nurkoyah tidak dendam. Dia hanya menginginkan gajinya selama 11 bulan (sebesar 8.800 Riyal) yang belum dibayarkan oleh sang majikan segera dipenuhi. “Meskipun saya kesal, tetapi biar Allah saja yang membalas,” tutur Nurkoyah sembari berharap tidak ada lagi TKI yang bernasib serupa seperti dia.