Keriuhan di lantai dua Gedung Komisi Pemilihan Umum di Jakarta, Selasa (17/07/2018), tempat pendaftaran calon anggota DPR RI, sungguh kontras dengan suasana sepi sepanjang 13 hari sebelumnya sejak pendaftaran calon legislatif dibuka pada 4 Juli 2018 dan berakhir Selasa kemarin. Pada detik-detik terakhir pendaftaran, partai politik tampaknya masih berjibaku sebelum memasukkan daftar nama calon wakil rakyat yang pasti dan akan bertarung untuk ke parlemen di Senayan.
Sesuai janjinya, Partai Solidaritas Indonesia (PSI) pada pukul 08.15 menjadi partai pertama yang mendaftarkan calegnya di hari pendaftaran terakhir. Sebanyak 575 caleg untuk 80 daerah pemilihan didaftarkan dengan status memenuhi syarat awal.
Setelah PSI, hingga jelang pukul 14.00, suasana di KPU kembali “tenang”. Tak ada satu pun parpol yang mendaftarkan calegnya lagi meskipun seusai pengumuman Humas KPU setelah PSI disebutkan akan ada parpol yang akan mendaftarkan lagi calegnya tiap satu jam sekali.
Namun, sekitar pukul 14.30, suasana Gedung KPU kembali riuh saat parpol mulai berdatangan kembali menyerahkan daftar nama calegnya. Hingga pukul 20.30, tercatat baru ada tujuh parpol yang menyerahkan berkas dan kelengkapan dukungan calegnya. Sisanya, sembilan parpol nasional peserta Pemilu 2019, belum juga datang. Ada banyak alasan yang diutarakan pimpinan parpol mengapa mereka datang pada hari terakhir pendaftaran.
Sebagai partai yang baru kali pertama bertarung di pemilihan legislatif, PSI menghadapi beberapa kendala yang membuat partainya harus mendaftar di hari terakhir. Salah satunya, pemenuhan kelengkapan berkas dari setiap caleg. "Dokumen itu \'kan lumayan banyak dan melibatkan berbagai instansi. Kami mau dapat surat dari pengadilan saja bisa berhari-hari. KPU juga minta ijazah SMA dan sebagian caleg kami harus cari dokumen itu lagi. Itu yang agak ribet," ujar Ketua Umum PSI Grace Natalie.
Partai Persatuan Indonesia (Perindo) menghadapi persoalan sedikit berbeda. Sekretaris Jenderal Perindo, Ahmad Rofiq mengakui sempat terjadi perebutan penentuan nomor urut satu di beberapa daerah pemilihan. Namun, hal itu bisa diselesaikan demokratis di internal partai. Dia meyakinkan, kemenangan pada pemilihan legislatif bukan tergantung dari nomor urut, melainkan kerja keras dan kemampuan caleg beradaptasi di dapilnya, serta penggalangan massa.
"Pasti orang banyak punya kepentingan untuk menginginkan nomor satu. Tetapi, kami beri pemahaman, nomor urut bukanlah segala-galanya. Akhirnya, semua bisa memahami," kata Ahmad.
Sekjen Partai Hanura Herry Lontung Siregar juga tak memungkiri bahwa di detik-detik akhir partainya masih terus menggodok daftar nama calegnya. Kesulitan yang dihadapi ketika di satu dapil terdapat lima tokoh masyarakat. "Ada penggodokan yang perlu lebih matang. Karena di satu dapil bisa sampai ada lima tokoh, \'kan pusing. Kami harus atur. Itu kendalanya," ujarnya.
Sebelumnya, Selasa siang pukul 12.00, data Sistem Informasi Pencalonan (Silon) KPU menunjukkan jumlah caleg Partai Hanura yang diunggah datanya masih 510 orang, tetapi saat pendaftaran pengurus partai mengaku sudah membawa daftar 575 orang. Hal serupa juga terjadi di PDI-P. Di waktu yang sama, PDIP-P baru memasukkan nama 498 caleg di Silon KPU. Namun, tiga jam kemudian 575 caleg sudah didaftarkan ke KPU.
Alasan strategis
Sekretaris Jenderal PDI-P Hasto Kristiyanto menuturkan, ada beberapa aspek strategis yang membuat beberapa nama caleg baru dimasukkan di “putaran” terakhir. Menurut dia, ada sekitar 100an tokoh terkenal yang baru dimasukkan namanya oleh PDI-P sebagai caleg DPR di saat-saat terakhir menjelang pendaftaran caleg. “Ini strategi partai. Kami tak umumkan dahulu. Setelah semua partai mendaftar, baru kami umumkan resmi,” kata Hasto.
Sementara itu, Partai Gerakan Perubahan Indonesia (Garuda) punya alasan lain soal pendaftaran calegnya di menit-menit akhir. Ketua Umum Partai Garuda Ahmad Ridha Sabana mengaku, pertimbangan menentukan nama caleg yang maju masih terus digodok hingga hari akhir jelang penyerahan caleg.
Memang, implikasi pendaftaran di menit-menit terakhir berimbas juga pada parpol itu sendiri. Saat berkas pencalonan mereka diserahkan ke petugas pendaftaran KPU, ada beberapa persoalan yang ditemukan yang bisa jadi ganjalan atau mulusnya proses pendaftaran. Misalnya, terbukti, ada satu parpol yang proses penelitian berkasnya terpaksa dihentikan sementara selama beberapa jam karena “kecerobohan” membuat surat pencalonan anggota DPR.
Dokumen itu harusnya dibubuhi tandatangan “basah” atau langsung oleh sekjen dan ketua umum partai serta distempel “basah”. Namun, ternyata, mereka serahkan dokumen yang tandatangan ketua umumnya dicetak dari hasil pemindaian. Sedangkan tandatangan sekjennya cap "basah". Pengurus parpol berupaya minta “dispensasi”, tetapi ditolak. Selain itu, ada parpol lainnya yang belum sepenuhnya mengunggah data caleg ke Silon, sehingga membawa berkas caleg yang melebihi data diunggah ke Silon. Ada pula parpol yang tak memasang foto semua calon anggota legislatif.
Anggota KPU Ilham Saputra menuturkan, kendati partai mendaftar di saat-saat terakhir, KPU tak akan “melonggarkan” aturan penerimaan berkas pencalonan. Menurut Ilham, sebenarnya jika mendaftar lebih cepat, akan ada kesalahan-kesalahan yang bisa dihindari. “Kami khawatir jika perbaikan tak bisa diselesaikan sebelum pukul 24.00. Namun, kami masih optimistis,” kata Ilham.
Meskipun ada kekhawatiran terhadap kualitas caleg yang dihasilkan jika proses yang dijalankan di akhir masa pendaftaran sangat terbatas dan berjalan serba riuh, tentu harapannya, DPR RI periode 2019-2024 akan tetap memiliki wakil-wakil rakyat yang berintegritas, aspiratif, dan berbobot menjalankan fungsinya.