JAKARTA, KOMPAS – Ketersediaan informasi tentang asal muasal produk minyak kelapa sawit menjadi tuntutan pembeli. Untuk itu, produsen mesti mengusahakannya, termasuk agar bisa berkompetisi di pasar minyak nabati dunia.
“Dulu ketika harga cocok, transaksi langsung jadi. Enggak perlu tahu pabriknya di mana. Belakangan, pembeli tidak hanya tanya soal harga, tapi juga dari kebun mana. Ini terkait isu deforestasi. Jadi soal rantai pasok,” kata Head of Downstream Sustainibility Implementation Sinar Mas Agribusiness and Food, Daniel A Prakarsa, dalam temu media di Jakarta, Selasa (17/7/2018).
Daniel mengatakan, isu deforestasi atau lingkungan hidup memang menjadi salah satu perhatian dalam industri minyak nabati. Meskipun tidak semua pembeli mensyaratkannya, namun tren terkait informasi asal muasal sebuah produk telah semakin kuat. Dalam produk turunan minyak kelapa sawit, informasi yang diperlukan mencakup asal tandan buah segar (TBS), pabrik pengolahan menjadi minyak kelapa sawit (CPO) yang kemudian diolah menjadi produk turunannya, seperti minyak goreng atau mentega.
Untuk memenuhi tuntutan tersebut, lanjut Daniel, diperlukan proses. Bagi Sinar Mas Agribusiness and Food, ketertelusuran hingga ke kebun (traceability to plantation) sudah bisa dilakukan untuk 44 pabrik milik sendiri. Itu setara dengan 39 persen total rantai pasok perusahaan yang dapat ditelusuri. Sementara, 61 persen lainnya minyak sawit mentah yang dipasok dari kebun yang tidak dikelola Sinar Mas Agribusiness and Food.
Menurut Daniel, beberapa informasi terkait asal muasal produk tersebut memuat mengenai petani, luas dan lokasi kebun kelapa sawit, hingga jumlah pohon yang dimiliki. Untuk bisa mendapat data tersebut, maka perlu ada tim untuk mengenal para petani serta para pemasok.
“Kalau kita tidak bisa menjelaskan asalnya, maka bisa-bisa kita ditinggal pembeli. Dengan traceability, ini kita harus transparan. ,” ujar Daniel.
Tahun ini, lanjut Daniel, pihaknya menargetkan cakupan kemamputelusuran hingga ke kebun dapat mencapai 70 persen. Adapun cakupan penelusuran hingga 100 persen ditargetkan dapat tercapai pada tahun 2020. Selain memiliki informasi yang akurat, data yang diperoleh juga menjadi dasar untuk pengembangan lebih lanjut, semisal untuk meningkatkan produksi tandan buah segar (TBS) per hektarnya.
Direktur Eksekutif PT Koltiva Ainu Rofiq mengatakan, pihaknya merupakan penyedia perangkat lunak untuk mendata rantai pasok tersebut. Menurut Rofiq, mereka memiliki tim untuk mendata atau menyensus para pemangku kepentingan dalam rantai pasok, yakni petani, agen, pemasok, hingga pabrik.
“Petani kita cukup melek teknologi karena sekitar 30 persen petani kepala sawit punya telepon pintar. Dengan demikian mereka bisa saling terhubung,” kata Rofiq.