JAKARTA, KOMPAS — Komisi Pemberantasan Korupsi akan segera memeriksa Menteri Sosial Idrus Marham dan Direktur Utama Perusahaan Listrik Negara Sofyan Basir, masing-masing pada Kamis (19/7/2018) dan Jumat (20/7/2018), untuk diperiksa sebagai saksi dalam kasus dugaan suap proyek Pembangkit Listrik Tenaga Uap Riau-1. Surat panggilan pemeriksaan terhadap keduanya sudah dilayangkan Komisi Pemberantasan Korupsi.
”Kami percaya, para saksi akan memenuhi panggilan KPK. Kami membutuhkan keterangan kedua saksi tentang apa yang mereka ketahui terkait perkara yang sedang kami proses,” kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah, Rabu (18/7/2018).
KPK telah menetapkan dua tersangka dalam kasus suap ini, yakni Wakil Ketua Komisi VII DPR Eni Maulani Saragih dan pemegang saham Blackgold Natural Resources, Johannes Budisutrisno Kotjo.
Sejak Minggu (15/7/2018) hingga Senin, KPK telah menggeledah rumah dan kantor tersangka Eni Maulani Saragih; rumah, kantor, dan apartemen Johannes; serta rumah Sofyan. Selain itu, Kantor Pusat PLN dan kantor PT Pembangkit Jawa Bali juga digeledah.
Dari penggeledahan tersebut, KPK menyita beberapa dokumen terkait proyek PLTU Riau-1, antara lain dokumen terkait penunjukan langsung Blackgold, dokumen perjanjian, hingga dokumen terkait rapat proyek PLTU Riau-1 legislatif dengan PLN. KPK juga menyita kamera CCTV dari rumah Sofyan.
Setelah penggeledahan delapan tempat tersebut, Febri mengatakan, Selasa, akan diperiksa beberapa saksi menjelang akhir pekan ini, salah satunya berasal dari ”unsur politik”. Pemanggilan terhadap Sofyan terkait dengan perannya sebagai Dirut PT PLN yang memberikan letter of intent (LOI) atau nota kesepakatan kepada pihak Blackgold.
Sementara itu, kapasitas Idrus dalam kasus ini belum jelas. Idrus yang kini menjabat Menteri Sosial berasal dari partai yang sama dengan Eni, Partai Golkar. Kasus ini bermula dari penangkapan Eni dan Johannes, Jumat, 13 Juli. Eni diduga menerima Rp 4,8 miliar dari Johannes. Menurut keterangan Wakil Sekretaris Jenderal Partai Golkar Maman Abdurrahman, Eni diamankan KPK saat berada di rumah dinas Idrus yang ketika itu menggelar syukuran ulang tahun anaknya.
Dari penangkapan itu, KPK mengindikasikan ada biaya komitmen sebesar 2,5 persen dari nilai total proyek yang dijanjikan diberikan pemenang proyek kepada Eni. Uang tersebut diberikan dalam empat gelombang, dimulai dengan Rp 2 miliar pada Desember 2017.
Eni kembali menerima Rp 2 miliar pada Maret 2018, disusul Rp 300 juta pada Juni 2018. KPK menyita pemberian keempat sebesar Rp 500 juta saat menangkap Eni dan Johannes bersama beberapa pihak yang menjadi perantara. (KRISTIAN OKA PRASETYADI)