Rasio Kredit UMKM Capai 20,69 Persen
JAKARTA, KOMPAS - Rasio kredit usaha mikro kecil menengah terhadap total pembiayaan perbankan hingga Mei 2018, sesuai data Bank Indonesia, telah mencapai sekitar 20,69 persen. Pencapaian ini dinilai positif, meskipun tetap perlu ditingkatkan penyalurannya agar semakin banyak pelaku usaha menerima dukungan pendanaan.
Direktur Kepala Departemen Pengembangan UMKM Bank Indonesia (BI) Yunita Resmi Sari mengungkapkan hal tersebut di sela-sela media briefing "Sinergi Pengembangan UMKM Indonesia Menembus Pasar Global", Selasa (17/7/2018), di Jakarta.
Peraturan BI No 17/12/PBI/2015 tentang Pemberian Kredit atau Pembiayaan Oleh Bank Umum dan Bantuan Teknis Dalam Rangka Pengembangan UMKM pasal 2 mewajibkan bank umum memberikan kredit atau pembiayaan kepada UMKM. Jumlah kredit ditetapkan paling rendah 20 persen yang dihitung berdasarkan rasio kredit UMKM terhadap total pembiayaan.
Pencapaian rasio pemberian kredit dilakukan secara bertahap. Sebagai gambaran, pada tahun 2015 rasio kredit UMKM terhadap total pembiayaan paling rendah 5 persen, lalu tahun 2016 naik menjadi paling rendah 10 persen, dan tahun 2017 meningkat menjadi minimal 15 persen. Sejak tahun 2018, rasio kredit UMKM terhadap total pembiayaan paling rendah 20 persen.
Yunita menjelaskan, bank asing yang beroperasi di Indonesia sudah aktif mengikuti arahan kebijakan itu. Sebagian besar di antara mereka sudah memenuhi ketentuan rasio minimal karena umumnya bank asing tersebut menggunakan pola linkage.
Untuk bank dalam negeri, lanjut dia, situasinya hampir serupa dengan bank asing. Ada sejumlah bank, terutama bank umum kegiatan usaha (BUKU) II, belum mencapai rasio kredit sesuai arahan. Salah satu faktor penyebabnya adalah minimnya jejaring.
"Setiap tahun kami melakukan evaluasi. Apabila belum memenuhi rasio yang diarahkan, kami mendorong perbankan umum terus memperbaiki. Kami mengamati beberapa bank umum sudah bekerja sama dengan penyedia layanan pinjam-meminjam uang berbasis teknologi informasi untuk penyaluran kredit mereka," ujar dia.
Yunita menegaskan, kebijakan tersebut adalah bagian mendorong UMKM Indonesia berdaya saing. Misalnya, pangsa pasar mereka menjadi semakin luas, baik di tingkat nasional maupun internasional alias ekspor.
Dia mengemukakan, BI ikut melakukan pembinaan UMKM. Sasarannya adalah UMKM sektor ekonomi kreatif yang dinilai mempunyai potensi tinggi di pasar internasional dan UMKM yang digerakkan oleh wirausaha perempuan. Dari sekitar 800-an UMKM binaan BI, sekitar 200-an di antaranya sudah melaju ekspor.
"Hulu-hilir kebutuhan UMKM perlu diperhatikan, mulai dari akses permodalan, bahan baku, hingga pemasaran," tutur dia.
Berdasarkan data Bank Indonesia mengenai perkembangan kredit usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) perbankan per akhir triwulan IV-2017, kredit UMKM mencapai Rp 990,3 triliun atau tumbuh 10 persen dibandingkan dengan periode yang sama pada 2016. Adapun pangsa pasarnya terhadap total kredit perbankan 20 persen.
Dari sisi klasifikasi usaha, sekitar 45,4 persen kredit UMKM disalurkan ke segmen usaha menengah. Adapun 24,8 persen ke segmen usaha kecil dan 29,9 persen ke segmen mikro.
Dari segi penggunaan, sekitar 74,5 persen kredit UMKM disalurkan untuk membiayai kredit modal kerja dan 25,5 persen untuk kredit investasi.
Tekfin
Penyedia layanan pinjam-meminjam uang berbasis teknologi informasi kini marak berkembang sebagai mitra perbankan dalam menyalurkan kredit atau disebut pola channeling. Sebagai contoh Amartha.
Pada tanggal 7 Juli 2018, Amartha menandatangani nota kesepahaman dengan empat bank perkreditan rakyat (BPR) di Malang. Keempat BPR yang dimaksud meliputi Pujon Jaya Makmur, Dhana Lestari, Centraldjaja Pratama, dan Mitra Catur Mandiri. Langkah ini melengkapi kerja sama yang sudah dilakukan setahun sebelumnya, yakni Amartha dengan Bank Permata, Mandiri Tunas Finance, dan lembaga jasa keuangan lainnya.
Untuk kerja sama dengan empat BPR di Malang, Vice President Amartha (penyedia layanan pinjam-meminjam uang berbasis teknologi informasi), Aria Widyanto, memandang positif. Kerja sama ini bisa dilihat sebagai bentuk memodernisasi produk dan layanan BPR.
Menurut dia, BPR sekarang menghadapi lima tantangan utama, yaitu rasio kredit macet cukup tinggi, kelebihan likuiditas, inovasi produk kurang, tata kelola belum maksimal, dan biaya dana tinggi. Ketika BPR mau menjalankan channeling dengan tekfin peminjaman, maka tekfin bisa membantu mengelola dana lebih berhati-hati dan penyalurannya pinjaman lebih tepat sasaran.
"Kolaborasi kedua institusi akan saling menguntungkan dan tentunya berdampak positif bagi nasabah," ujar Aria. Realisasi kerja sama dengan empat BPR akan dimulai bulan depan.
Dia mengemukakan, sejauh ini, kerja sama dengan perbankan umum dan perusahaan pembiayaan menunjukkan hasil positif. Proporsi penyaluran pinjaman berubah-ubah tergantung besarnya permintaan.
Sesuai data Amartha, terdapat lebih dari 32.000 orang pemberi dana teregrister. Total dana tersalurkan mencapai lebih dari Rp 450 miliar kepada lebih dari 115.000 peminjam di Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur.
Di luar penyedia layanan pinjam-meminjam uang berbasis teknologi informasi, perusahaan perdagangan secara elektronik atau e-dagang juga berpartisipasi menyukseskan kemudahan akses peminjaman kepada UMKM. Public Relations Manager Bukalapak, Evi Andarini, menceritakan sejak tahun 2016, Bukalapak telah menjalankan inisiatif membantu akses permodalan bagi mitra pelapak. Inisiatif itu diwujudkan dengan menjalin kerja sama dengan Bank Tabungan Pensiunan Nasional, Modalku, Investree, dan Taralite.
Proses penyaringan pelapak yang memperoleh permodalan dilakukan oleh Bukalapak. Hingga sekarang, ratusan ribu mitra pelapak telah mengikuti program itu.
Sementara itu, Ketua Umum Asosiasi UMKM Indonesia Muhammad Ikhsan Ingratubun berpendapat, dukungan pembiayaan kepada pelaku usaha mikro tidak boleh diabaikan. Jumlah mereka sekarang berkisar 55 - 56 juta di Indonesia. Kenyataan yang kerap terjadi yaitu penyaluran pinjaman lebih banyak menyasar ke pelaku usaha skala kecil, menengah, dan bahkan besar.
Dia mengakui, penyaluran pinjaman kepada sektor mikro memiliki beberapa kendala. Misalnya, penyebaran usaha mereka sehingga kadang menyulitkan bank untuk terjun melayani. Oleh karenanya, dia memandang, koperasi sebagai sarana memudahkan penyaluran pinjaman bagi mereka.
"Ada sejumlah koperasi simpan pinjam memilki rekam jejak nakal dan suka mengemplang uang. Mereka inilah harus direvitalisasi oleh pemerintah. Terlepas dari itu, koperasi simpan pinjam dapat dipakai membantu kebutuhan permodalan bagi pelaku usaha mikro," kata Ikhsan.