JAKARTA, KOMPAS—Indonesia memerlukan armada kapal perang yang handal, baik jumlah dan kemampuan manuvernya karena memiliki wilayah perairan amat luas. Salah satu jenis kapal kombatan yang dibutuhkan adalah Kapal Cepat Rudal 60 meter. Kapal ini sesuai dengan kebutuhan operasi dan spesifikasi teknis bagi TNI AL.
Untuk itu Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi mengembangkan dan menyusun desain standar KCR-60 itu. Selain mengacu pada spesifikasi teknis dan persyaratan operasional, perancangannya mengacu pada hasil kajian desain beberapa jenis kapal sejenis juga mengikuti aturan dan regulasi yang berlaku. Dengan demikian, desain performa kapal yang dihasilkan lebih baik.
Hal itu disampaikan Deputi Teknologi Industri Rancang Bangun dan Rekayasa (TIRBR) BPPT, Wahyu Widodo Pandoe, sebagai ketua sidang Kongres Teknologi Nasional hari kedua bidang Teknologi Hankam, Rabu (18/7/2018).
Salah satu keunggulan pada desain kapal itu adalah sistem peluncur rudal yang menjaga kestabilan rudal saat diluncurkan pada beberapa posisi. Desain standar kapal ini dibuat untuk mendukung industri hankam meningkatkan daya saingnya, dan memenuhi kebutuhan TNI AL dalam mewujudkan penyeragaman (commonality) produk Alpalhankam beserta komponennya.
Penyerahan Rekomendasi desain KCR-60 ini dilaksanakan pada sesi Sidang KTN Bidang Teknologi Hankam, pada hari yang sama. Rekomendasi desain ini diserahkan Kepala BPPT Unggul Priyanto kepada Sekretaris Jenderal Kementerian Pertahanan Marsekal Madya TNI Hadiyan Sumintaatmadja, mewakili Menteri Pertahanan RI selaku Ketua Harian Komite Kebijakan Industri Pertahanan (KKIP).
“Desain standar ini dimanfaatkan oleh TNI AL sebagai pedoman dalam melakukan pembangunan, pemeliharaan dan perbaikan KCR-60 agar lebih efisien dan efektif oleh galangan kapal nasional di Indonesia,” kata Unggul.
Desain standar ini dimanfaatkan oleh TNI AL sebagai pedoman dalam melakukan pembangunan, pemeliharaan dan perbaikan KCR-60 agar lebih efisien dan efektif oleh galangan kapal nasional di Indonesia.
Sesi sidang KTN hari kedua bidang teknologi Hankam dihadiri Ketua Komisi I DPR-RI, Abdul Kharis Almasyhari, Deputi V Kantor Staf Presiden, Jaleswari Pramodhawardai, serta Direktur Jenderal Penguatan Inovasi Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi Jumain Appe dan Ketua Bidang Transfer Teknologi dan Offset KKIP Laksda TNI (Purn.) Rachmad Lubis. Sesi ini membahas pengembangan dan penerapan teknologi keamanan untuk menghadapai ancaman keamanan atau tantangan ke depan.
Tinjauan Desain
Desain KCR-60 dikembangkan BPPT berdasarkan hasil kaji ulang desain terhadap 3 unit KCR batch 1 yang dibangun oleh PT PAL. "Desain ini dibuat untuk memenuhi kebutuhan operasional TNI AL, terutama untuk kapal berkecepatan maksimum 28 knot dengan menggunakan mesin penggerak utama berdaya yang lebih besar dan desain baling-baling yang sesuai," kata Wahyu.
Pada desain baru itu, mesin penggerak utama ditingkatkan kapasitas dan ukurannya. Karena itu, optimalisasi pengaturan tata letak (general arrangement) dari pembagian kompartemen, ruang mesin, ruang akomodasi, tangki bahan bakar, dan tangki lain, dilakukan. “Desain pengembangan ini telah mendapat persetujuan dari klasifikasi kapal Lloyd\'s Register (LR). Jadi, dari desain pengembangan ini diharapkan performa kapal lebih baik," ujarnya.
Pengembangan industri pertahanan nasional dengan menerapkan teknologi pertahanan yang maju, menurut Wahyu, diperlukan untuk membangun kekuatan militer suatu negara. Dengan kata lain, pengembangan industri pertahanan nasional jadi bagian upaya mewujudkan kemandirian bangsa.
Penguasaan teknologi pertahanan memiliki ruang lingkup luas meliputi penguasaan teknologi dalam aspek-aspek Produksi, Operasi, Maintenance Repair Overhaul (MRO), maupun Upgrading. Untuk mencapai kemandirian nasional yang paripurna diperlukan penguasaan dari tahap Rancang Bangun dan Rekayasa sebelum tahap Produksi hingga Pengoperasian.
Dengan sumberdaya pemerintah yang terbatas, maka perlu penguasaan teknologi yang efektif dan efisien dengan memprioritaskan jenis teknologi yang perlu dikuasai dan mengurangi ketergantungan dari pihak lain.
Rekomendasi tersebut diharapkan melingkupi sudut pandang yang komprehensif yaitu dari sisi perencanaan dan pengelolaan kebutuhan pengguna (TNI), aspek pengelolaan Litbangyasa dan pembinaan Industri dengan bermuara pada kemandirian industri pertahanan dalam memenuhi kebutuhan pengadaan, operasi, perbaikan dan overhaul selama masa pakaialat peralatan pertahanan keamanan.
Ketua Tim Pelaksana KKIP Kebijakan Industri Pertahanan Nasional Laksamana (Purn.) Soemarjono dalam paparannya mengatakan, “Pengembangan industri pertahanan di Indonesia saat ini dipengaruhi oleh beberapa factor masalah yaitu sumber daya manusianya yang minim sarana prasana yang terbatas kemampuan teknologi yang minim , dukungan finansial, regulasi dan implementasi yang kurang.”
Upaya mengatasi hal itu adalah meningkatkan kompetensi dan regenerasi sumberdaya manusia. Selain itu, perlu optimalisasi sarana prasarana, serta didukung finansial dan regulasi yang konsisten, dari pemangku kepentingan terkait.
“Kami harapkan pemangku kepentingan di industri Hankam dapat bersinergi merumuskan roadmap dan memberi rekomendasi terkait penguasaan teknologi Hankam. Ini utamanya untuk mengantisipasi potensi ancaman terhadap keamanan negara,” ucapnya.