DLH Tangerang Selatan Terkendala Akses Angkut Sampah
Oleh
·3 menit baca
TANGERANG, KOMPAS — Penanganan sampah dari Dinas Lingkungan Hidup Kota Tangerang Selatan, Banten, masih terkendala terbatasnya armada pengangkut ke beberapa lokasi. Hal itu berdampak pada sampah di wilayah-wilayah tertentu yang tidak terangkut dan menumpuk tanpa pengelolaan.
Beberapa kawasan yang terpantau adalah di Pondok Aren, Jombang, Ciputat, dan Pamulang. Dari pantauan Kompas hingga Rabu (18/7/2018) siang, di Pondok Aren, sampah di pinggir jalan kawasan Pondok Kacang masih menumpuk. Sementara tumpukan sampah di sepanjang pembatas (median) jalan kawasan Ciputat hingga Pamulang juga tidak terangkut semuanya oleh truk sampah.
Sekretaris DLH Kota Tangerang Selatan Yepi Suherman mengatakan, saat ini, pihaknya memiliki 46 truk pengangkut serta 42 jenis truk dan jumlah tersebut belum menjangkau Tangerang Selatan secara keseluruhan.
”Adapun kawasan seperti di sekitar Stasiun Sudimara, Jombang, merupakan contoh kawasan yang agak sulit karena kawasannya sempit,” kata Yepi.
Berdasarkan pantauan hari itu, tumpukan sampah di sekitar Stasiun Sudimara, Jombang, Tangerang Selatan, tidak terjamah oleh truk sampah. Tumpukan sampah yang berjarak sekitar 500 meter dari Stasiun Sudimara itu berderet memanjang sekitar 100 meter searah dengan rel kereta.
Ega (18), warga setempat, mengatakan bahwa warga sekitar sudah terbiasa buang sampah di situ. ”Berawal dari tempat sisa sampah pemulung. Sekarang tiap malam hingga dini hari, ada saja warga yang lewat sini sekaligus melemparkan kantong sampahnya dan enggak ketahuan,” katanya.
Ketua RT 005 RW 002 Kelurahan Jombang Romli mengatakan, hampir semua warga membuang sampah ke tempat itu. ”Warga juga bingung karena kalau sampah dibakar akan membuat rumah terlalu berasap, sementara mobil pengangkut sampah juga sepertinya tidak sampai ke sini,” ujarnya.
Selain itu, Romli mengatakan, tumpukan sampah yang dibiarkan akan menjalar ke arah sawah milik warga dan melebar bila tidak dikurangi. ”Saat puasa kemarin sempat dikurangi sampahnya, tetapi karena warga masih buang ke sini ya jadi menumpuk lagi,” tuturnya.
Andalkan pengolahan alternatif
Menyadari kekurangan tersebut, Yepi mengatakan, DLH saat ini justru berkonsentrasi pada pengolahan sampah secara alternatif dibandingkan menjemput tonase sampah dari wilayah-wilayah yang menumpuk.
”DLH berusaha memberdayakan masyarakat agar sampahnya dapat bermanfaat bagi kepentingan masyarakat itu sendiri,” kata Yepi.
Hal tersebut dilakukan melalui upaya penghubungan sampah untuk sistem daur ulang, bank sampah, serta kegiatan budidaya bercocok tanam di kota. Selain itu, DLH juga memanfaatkan proses pengolahan lain, seperti penerapan pembangkit listrik tenaga sampah yang masih diusulkan di tingkat pemerintah provinsi.
”Sejauh ini tempat pembuangan akhir di Cipeucang hanya dapat mengolah 250 ton dari beban keseluruhan 880 ton sampah. Alih-alih untuk menambah mobil pengangkut atau mengalihkan sampah ke tempat pembuangan lain, kami coba fokus di pengolahan daur ulang atau yang bisa menghasilkan manfaat lain,” kata Yepi.
Ia mengatakan, prioritas DLH saat ini adalah pengolahan sampah menjadi komposter dan pemanfaatan bank sampah di setiap lingkungan warga. ”Sejauh ini masing-masing hal tersebut baru dibuat di kawasan percontohan untuk pengolahan komposter terdapat di dalam Pasar Ciputat. Sementara untuk bank sampah, kami membuatnya di dekapan lokasi dengan melibatkan Pamulang Barat dan Pondok Aren sebagai percontohan,” kata Yepi.
Yepi berharap tonase sampah dapat teratasi melalui adanya pembangkit listrik tenaga sampah (PLTSa) dan pengelolaan tempat pengolahan sampah reduce, reuse, recycle (TPS3R) dalam jangka waktu 2-3 tahun ke depan.
”Untuk sementara ini, DLH mengantisipasi membeludaknya sampah bekerja sama dengan pihak pengelola nonpemerintah. Pada 2020 juga akan direncanakan skema untuk pengiriman sampah dari Tangerang Selatan ke TPA Nambo di Bogor,” kata Yepi. (E19)