Dunia Apresiasi Kemajuan Pengelolaan Hutan Indonesia
Oleh
ICHWAN SUSANTO
·3 menit baca
ROMA, KOMPAS – Dunia internasional mengapresiasi langkah Indonesia dalam perbaikan pengelolaan hutan yang berjalan saat ini. Hal ini diyakini bisa sangat membantu Indonesia dalam mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan yang bisa didukung dari upaya perbaikan pengelolaan dan kualitas hutan.
Indonesia pun diharapkan bisa menjadi contoh bagi negara-negara lain yang memiliki hutan tropis dunia. Pengelolaan kehutanan terbaru ini disampaikan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya Bakar, Selasa (17/7/2018), dalam kegiatan sela State of Indonesia’s Forests 2018 pada Sidang Ke-24 Komite Kehutanan Organisasi Pangan PBB (FAO) di Roma, Italia.
Dalam presentasinya di auditorium Sheikh Zayed di Markas FAO ini, Siti Nurbaya menyampaikan capaian paradigma baru pengelolaan hutan dalam 3,5 tahun terakhir yang tertuang dalam buku State of Indonesia’s Forest 2018. Paparan menteri ini diharapkan dapat meluruskan citra Indonesia dan mengurangi tekanan internasional yang acapkali mencap buruk pengelolaan hutan Indonesia.
Siti Nurbaya menyampaikan capaian paradigma baru pengelolaan hutan dalam 3,5 tahun terakhir yang tertuang dalam buku State of Indonesia’s Forest 2018.
Saat kegiatan kemarin, berbagai keberhasilan seperti penanganan kebakaran hutan, deforestasi dan degradasi hutan, perhutanan sosial hingga peran perusahaan kehutanan diapresiasi sejumlah pihak.
“Indonesia sudah sangat berupaya tapi masih banyak yang harus dikerjakan,” kata Daniel Gustafson, Deputi Direktur Jenderal FAO. Ke depan, FAO pun meningkatkan kerja sama dengan Indonesia melalui pembangunan pusat riset gambut internasional dan perhutanan sosial.
Apresiasi lain disampaikan Inge Nordang, Duta Besar Norwegia untuk FAO. Sejak tahun 2010, Norwegia bekerja sama dengan Indonesia dalam penurunan emisi di sektor kehutanan melalui letter of intent (LoI). Dalam perjanjian tersebut, Norwegia secara bertahap menyalurkan dana 1 miliar dollar AS kepada Indonesia sesuai perkembangan persiapan dan capaian.
“Norwegia sangat bangga menjalin kemitraan dengan Indonesia di bidang kehutanan ini,” kata dia.
Perhutanan sosial
Di sisi perhutanan sosial, ia memuji Indonesia yang menargetkan 12,7 juta hektar kawasan hutan untuk perhutanan sosial serta telah memberikan pengakuan hutan adat kepada masyarakat hukum adat sejak akhir Desember 2016. “Saya mengapresiasi kepemimpinan Presiden Joko Widodo dan Menteri Siti Nurbaya yang memungkinkan hal ini terjadi,” kata dia.
Duta Besar Uni Eropa untuk FAO, Jan Tombinski pun menyatakan keseriusan Indonesia dalam memastikan legalitas produk kayunya menjadikan Indonesia sebagai negara pertama yang mengikuti FLEGT Lisence. Hanya dalam waktu 18 bulan, kata dia, sejumlah 40.000 pengiriman produk kayu dari Indonesia senilai miliaran dollar dikapalkan ke negara-negara Uni Eropa.
Keseriusan Indonesia dalam memastikan legalitas produk kayunya menjadikan Indonesia sebagai negara pertama yang mengikuti FLEGT Lisence.
“Ini nilai yang sangat tinggi yang membantu pemerintah dalam meningkatkan pendapatan. Selain itu juga mengatasi kejahatan pembalakan liar,” kata dia
Dwisuryo Indroyono Susilo, Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia (APHI) pun menyatakan perbaikan pengelolaan kehutanan juga ditunjukkan dengan perizinan elektronik di KLHK. Dia mengatakan, APHI kemudian menciptakan bursa kayu daring yang mempertemukan sekitar 510 anggotanya dengan pembeli dari luar negeri.
“Sistem saat ini memungkinkan pengusaha mengirim barang dalam jumlah kecil. Misalnya kemarin ada pengiriman cuma 2 kontainer produk kayu ke California,” kata dia.
Selain SVLK yang berbasis pada semangat pengelolaan hutan secara lestari, Siti Nurbaya menyatakan bisnis kehutanan pun kini juga menggunakan pendekatan perhutanan sosial. Saat ini terdapat 188 nota kesepahaman pengelola konsesi hutan tanaman industri seluas 135.000 hektar.
“Indonesia memiliki komitmen kuat menuju tujuan pembangunan berkelanjutan melalui kegiatan korektif yang memperhatikan kebutuhan ekonomi lebih dari 250 juta jiwa penduduk berdasarkan pengelolaan hutan lestari,” kata dia.
Tujuan pembangunan berkelanjutan (SDGs) ini juga yang mewarnai sidang ke-24 Komite Kehutanan FAO yang berlangsung pada 16-20 Juli 2018. Melalui perbaikan dan pengelolaan hutan, diharapkan setidaknya 10 dari 17 poin dalam SDGs bisa dicapai.