Erdogan Akhiri Status Keadaan Darurat, Oposisi Curigai Pengajuan UU Baru
Oleh
KRIS RAZIANTO MADA
·2 menit baca
ANKARA, RABU — Pemerintah Turki menyatakan keadaan darurat berakhir mulai Kamis (19/7/2018). Namun, pengakhiran periode yang sudah berlangsung dua tahun itu dikhawatirkan akan menghadirkan periode baru yang lebih represif.
Dalam pengumuman pada Rabu (18/7/2018), Pemerintah Turki menyatakan keadaan darurat berakhir mulai Kamis dini hari. Pengumuman itu merupakan salah satu wujud dari janji kampanye Presiden Recep Tayyip Erdogan. Selama masa kampanye, ia berjanji, keadaan darurat yang ditetapkan sejak 20 Juli 2016 akan berakhir apabila ia kembali terpilih sebagai presiden.
Keadaan darurat ditetapkan setelah percobaan kudeta yang dinyatakan dilakukan oleh pendukung Fethulah Gullen, ulama Turki yang tinggal di Amerika Serikat dan mempunyai banyak pengikut di Turki serta sejumlah negara lain. Gerakan pengikut Gullen ditetapkan pemerintahan Erdogan sebagai kelompok teror. Gullen menolak tuduhan sebagai otak di balik upaya kudeta yang gagal itu.
Awalnya, keadaan darurat ditetapkan tiga bulan sejak Juli 2016. Belakangan, keadaan darurat terus diperpanjang hingga dinyatakan berakhir Kamis ini. Selama keadaan darurat, sekitar 80.000 orang ditangkap karena dituding terlibat kelompok teror. Selain itu, ratusan ribu pegawai negeri sipil dan aparat yang diberhentikan dari pekerjaannya karena dituding terlibat kelompok teror.
”Akhir keadaan darurat tidak berarti perang melawan terorisme selesai,” kata Menteri Kehakiman Turki Abdulhamit Gul.
Dengan alasan melawan teror, pemerintah mengajukan undang-undang baru. Turki beralasan, negara itu terancam kelompok teror seperti kelompok Gullen, Kurdi, dan milisi Negara Islam di Irak dan Suriah (NIIS).
”Dengan undang-undang ini, sesuai kriteria pada naskahnya, keadaan darurat tidak akan berlaku tiga bulan, tetapi tiga tahun. Mereka membuatnya seolah-olah mengakhiri keadaan darurat, padahal faktanya mereka melanjutkannya,” kata pemimpin Partai Rakyat Republik (CHP), Ozgur Ozel.
Dalam UU baru, penguasa dalam keadaan darurat akan memimpin selama tiga tahun untuk memburu PNS yang dituding terlibat kelompok teror. UU itu juga akan melarang protes dan pengumpulan massa di tempat umum selepas matahari terbenam. Meski demikian, mereka tetap bisa berkumpul selama dinilai tidak mengganggu ketertiban.
Penguasa darurat di daerah berhak melarang seseorang masuk atau meninggalkan suatu daerah selama 15 hari. Orang yang diduga terlibat terorisme dapat ditahan hinggga empat hari jika disangka terlibat sejumlah pelanggaran. Masa penahanan bisa ditambah jika aparat kesulitan mendapat bukti pada kasus yang dianggap amat berat.
”Mereka mengusulkan UU yang bertujuan keadaan darurat berlangsung selamanya,” kata pimpinan CHP lainnya, Kemal Kilicdaroglu. (AP/AFP)