Fungsi Kalibesar Didesak untuk Dipulihkan
JAKARTA, KOMPAS - Fungsi Kalibesar di Kota Tua, Jakarta Barat, sebaiknya dipulihkan. Sebab, selain rawan terhadap banjir, perubahan fungsi kali menjadi kolam taman apung, bakal membuat Unesco menolak Kota Tua sebagai warisan dunia.
Demikian disampaikan anggota tim ahli cagar budaya Kota Tua Candrian Attahiyat, dan Ketua Jakarta Heritage Trust Robert Tambunan, Rabu (18/7/2018).
Penambahan bangunan berupa dua tiang beton pintu air dan tanggul yang berbatasan dengan Kali Krukut, tepat di sisi jembatan di Jalan Bank, membuat lingkungan jembatan tersebut makin sesak. Demikian pula pembuatan tanggul di sisi utara, di bawah jembatan Kota Intan.
Pemandangan Kali Krukut pun bertambah kumuh dengan kehadiran empat pipa karet sintetis. Sementara, kondisi Kali Krukut dibiarkan terbengkalai, dangkal, serta didominasi endapan tanah dan tanaman liar.
Keempat pipa karet berfungsi menyalurkan air Kali Krukut yang sudah disaring, menuju Kali Besar. Instalasi penyaringan berada di bawah Jembatan Asemka.
"Saya memerkirakan, kalau pasang di Kali Krukut dan di Kalibesar terjadi, maka perangkat penyaringan air di atas permukaan air Kali Krukut serta taman dan jalan apung, bisa hanyut, rusak, serta menutup arus air di jembatan. Arus air bakal tersumbat, bukan saja oleh ponton-ponton taman dan jalan apung, tetapi juga oleh kedua tanggul di sisi selatan dan utara," papar Candrian.
Candrian belum tahu, apakah perubahan fungsi Kalibesar ini sudah disertai rancangan mitigasi bencana atau belum. "Perubahan kondisi fisik dan fungsi Kalibesar memang bikin ruwet suasana di Kota Tua," ucapnya.
Banjir 2013
Candrian mengingatkan, karena luapan Kalibesar tahun 2013, banjir menggenangi sebagian besar lokasi belakang Museum Bahari di Jakarta Utara, Glodok, sampai Gedung Arsip Nasional di Jalan Gajahmada. "Kalau dalam kondisi normal saja Kalibesar yang airnya mengalir ke muara Pantai Sunda Kelapa bisa meluap seperti itu, apalagi dengan kondisi sekarang," tegasnya.
Candrian belum tahu, apakah perubahan fungsi Kalibesar ini sudah disertai rancangan mitigasi bencana atau belum. "Perubahan kondisi fisik dan fungsi Kalibesar memang bikin ruwet suasana di Kota Tua," ucapnya.
Ia bertanya, apa jaminannya para pengunjung di taman dan jalan apung tidak membuang sampah di Kalibesar, dan tidak melakukan aksi vandalisme.
Robert yang dihubungi terpisah mengungkapkan, dalam satu rapat tahun 2014, ia sudah mengingatkan agar rancangan taman apung tidak direalisasikan. "Saya sudah ingatkan keras. Ini kawasan Kota Tua. Urusannya bukan hanya soal gedung-gedung cagar budaya, tetapi juga soal infrastruktur cagar budaya yang ikut membangun atmosfer dan karakter Kota Tua," tandasnya.
Baik Candrian maupun Robert meminta Pemprov DKI mengevaluasi kasus ini. "Kalau perlu, pulihkan kembali fungsi dan bentuk Kalibesar seperti sebelum diubahm" tandas Robert.
Klarifikasi
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mengklarifikasi, bangunan yang dilaporkan rata dengan tanah di Kota Tua, bukan bangunan tua maupun cagar budaya. Bangunan berada di Jalan Kakap, bukan di Jalan Tongkol seperti yang diberitakan di Kompas, 13 Juli 2018.
Kemudian, di dalam SK Gubernur Nomor 457 Tahun 93, bangunan di Jalan Kakap Nomor 4, bangunan itu tak termasuk daftar bangunan cagar budaya. Menurut informasi, bangunan itu milik perseorangan atas nama Hartono Herijanto.
“Dibangun di era kemerdekaan, kanan kirinya memang bangunan cagar budaya VOC galangan dan raja guring. Dan Tim sidang pemugaran itu sudah buat rekomendasi supaya bangunan ini restorasinya disesuaikan dengan arsitektur dan fasat kanan kiri,” katanya.
Setelah usulan cagar budaya gugur, Anies sudah meminta TGUPP untuk melibatkan SKPD terkait mempelajari hasil Unesco. Saat ini, keputusan Unesco berisi rincian tak lolosnya kota tua itu sedang dipelajari dan komitmen pembenahan akan dilaksanakan.
“Keputusan Unesco itu tebal, bukan hanya DKI, banyak pihak saya minta untuk mempelajari lalu merekomendasikan ke gubernur langkah yang harus dilakukan agar kota tua layak jadi warisan dunia,” katanya.
Anies mengatakan, ia yang menandatangani surat pengajuan cagar budaya untuk dibawa ke Unesco saat ia menjabat sebagai Menteri Pendidikan dan Kebudayaan.
Untuk pengajuan kembali, Anies mengatakan akan mempelajari seluruh aspek dahulu. Sebab, dibutuhkan proses yang panjang. Sebagian dari proses itu juga bukan hanya menunggu, melainkan juga memperkuat lobi. “Saya mau tau kemarin kita missednya di mana. Karena kalau ada masalah bisa dijelaskan jadi kita perjuangkan,” katanya.