IMF: Pertumbuhan Ekonomi Global Tak Terpengaruh Perang Dagang AS-China
Oleh
ELSA EMIRIA LEBA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Dana Moneter Internasional memprediksi pertumbuhan ekonomi global tidak terpengaruh kendati perang dagang antara Amerika Serikat dan China telah bergulir. Pertumbuhan ekonomi pada 2018 diproyeksikan tetap pada 3,9 persen.
Konselor ekonomi dan Direktur Departemen Riset IMF Maurice Obstfeld, dikutip dari situs IMF ketika melakukan konferensi pers di Washington, AS, Senin (16/7/2018) waktu setempat, mengatakan, prediksi tersebut tidak berubah seperti prediksi April 2018.
Dalam konferensi pers itu, IMF meluncurkan laporan World Economic Outlook Update July 2018. Turut hadir Wakil Direktur Departemen Riset IMF Gian Maria Milesi-Ferretti dan Asisten Khusus Direktur Departemen Komunikasi IMF Olga Stankova.
”Untuk negara-negara maju, kami memproyeksikan pertumbuhan pada 2018 sebesar 2,4 persen, turun 0,1 persen dibandingkan perhitungan pada April 2018,” ujar Obstfeld. Pertumbuhan akan tetap kuat di negara maju kendati melambat di beberapa tempat, seperti Eropa, Jepang, dan Inggris.
Negara dengan pertumbuhan ekonomi tinggi (emerging market) dan ekonomi berkembang masih diproyeksikan sebesar 4,9 persen.
Ketegangan perang dagang internasional yang semakin memburuk dalam waktu singkat menjadi sorotan IMF. Perang dagang mengganggu rasa kepercayaan, harga aset, dan investasi. ”Ini adalah ancaman jangka pendek terbesar,” katanya.
AS menginisiasi kebijakan perdagangan yang mengusik China, Uni Eropa, Kawasan Perdagangan Bebas Amerika Utara (NAFTA), hingga Jepang. Perang dagang mengganggu negara-negara dengan ekonomi terbuka karena tergantung dari ekspor. AS dan China diperkirakan tidak akan luput dari imbas tersebut di masa mendatang sekalipun berperan sebagai inisiator.
Jika ancaman kebijakan-kebijakan perdagangan yang telah dilontarkan langsung direalisasikan, pertumbuhan ekonomi global dapat turun hingga 0,5 persen pada 2020.
Saat ini, perang dagang AS-China telah terjadi sejak awal Juli 2018 melalui peningkatan tarif impor bea impor. Namun, proyeksi pertumbuhan ekonomi China diperkirakan tetap pada 6,6 persen dan AS 2,9 persen pada 2018.
Isu geopolitik lain yang juga semakin mencemaskan adalah masalah Brexit yang tak kunjung selesai, transisi politik di Amerika Latin, dan negara Uni Eropa yang sedang menghadapi isu politik, seperti kebijakan imigrasi dan tata kelola fiskal.
Obstfeld mengimbau negara-negara harus menolak pemikiran untuk mementingkan diri sendiri. Masalah yang dialami dunia saat ini adalah masalah kepentingan bersama sehingga kerja sama multilateral sangat penting.
Masalah jangka panjang
Pertumbuhan ekonomi jangka panjang juga terpengaruh dari bertambahnya lapangan kerja dan inflasi di AS. Kondisi itu memicu bank sentral AS, The Federal Reserve, menaikkan suku bunga acuan (Federal Funds Rate/FFR) dua tahun ke depan untuk mengetatkan kebijakan moneter.
Akibatnya, kondisi keuangan negara-negara berkembang menjadi lebih ketat. Tekanan modal yang paling kuat akan dirasakan negara yang rentan, misalnya karena ketidakpastian politik atau ketidakseimbangan ekonomi makro. Namun, IMF meyakini kondisi tersebut masih aman, sejumlah negara mengantisipasinya dengan menaikkan suku bunga acuan bank sentral.
”Terlihat sejumlah negara yang lebih rentan terhadap kenaikan FFR. Namun, hal itu belum menjadi masalah secara keseluruhan dari emerging countries,” ujarnya.