JAKARTA, KOMPAS- Komisi Pemberantasan Korupsi mengungkap modus baru yang dilakukan sejumlah terduga pelaku dalam kasus dugaan suap kepada Bupati Labuhan Batu, Sumatera Utara, Pangonal Harahap. Bupati Labuhan Batu sebelumnya ditangkap KPK dalam operasi tangkap tangan yang dilakukan Selasa (17/7/2018) di Jakarta dan Labuhan Batu.
Modus baru itu, di antaranya, mulai dari menitipkan uang dan pembuatan kode proyek. Dalam keterangan pers di Gedung KPK, Jakarta, Rabu (18/7), Wakil Ketua KPK Saut Situmorang mengatakan, untuk mengelabui penegak hukum, sejumlah pelaku menerapkan cara-cara baru untuk menjalakan niatnya. Meskipun menggunakan modus baru, KPK pasti akan bisa mengungkapkan karena KPK sudah mengungkap banyak kasus dengan modus berbagai cara.
”Di antaranya membuat kode yang rumit untuk daftar proyek dan perusahaan mana yang mendapatkan ’jatah’. Kode ini merupakan kombinasi angka dan huruf yang jika dilihat secara kasat mata tak akan terbaca sebagai sebuah daftar ’jatah dan fee proyek’ di Labuhan batu,” ujar Saut.
Menurut Saut, pihak penerima dan pemberi suap juga tidak berada di tempat dan posisinya selalu berpindah-pindah saat mengadakan pertemuan. ”Dalam kasus ini, uang ditarik di jam kantor oleh pihak yang disuruh pemberi di sebuah bank. Namun, uang yang diambil dan disimpan dalam tas plastik hitam keresek tersebut dititipkan pada petugas bank. Setelah beberapa lama, pihak yang diutus oleh penerima uang baru mengambil uang tersebut,” ujar Saut.
Dalam keterangan pers tersebut, Saut menyatakan, dari OTT yang dilakukan, KPK menangkap enam orang, dua di antaranya di bandara Soekano Hatta dan empat orang di Kabupaten Labuhan batu. Selain Pangonal Harahap, juga pemilik PT Binivan Konstruksi Abadi Effendy Sahputra, swasta Thamrin Ritonga, Kepala Dinas PU dan PR Kabupaten Labuhan Batu Khairul Pakhri, dan seorang pegawai BPD Sumut serta seorang ajudan. ”Sedangkan UMR (Umar Ritonga), orang kepercayaan bupati melarikan diri saat akan diamankan tim KPK,” kata Saut.
Setelah penarikan dana Rp 576 juta oleh AT, orang kepercayaan Effendy Sahputra, sebagian dana sebesar 16 juta diambil untuk dirinya sendiri. Sisanya, Rp 61 juta, ditransfer ke Effendy, serta Rp 500 juta dimasukkan dalam tas plastik hitam keresek yang dititipkan kepada petugas bank. Selanjutnya, AT pergi.
Namun, sekitar pukul 18.15, Umar datang ke bank itu dan mengambil uang Rp 500 juta dari petugas bank yang dititipkan dan membawanya keluar bank. Saat akan ditangkap, Umar melawan dan akan menabrak tim KPK meski sudah ditunjukkan tanda pengenal KPK. Umar lari dan terjadi kejar-kejaran dengan petugas hingga Umar menghilang.
Juru Bicara KPK Febri Diansyah mengatakan, Pangonal tercatat sebagai kepala daerah ke-98 yang diproses hukum setelah ditangkap KPK.