Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2018 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme menetapkan empat tugas BNPT. Penguatan organisasi dan koordinasi menjadi langkah awal BNPT.
JAKARTA, KOMPAS- Badan Nasional Penanggulangan Terorisme secara bertahap akan menyempurnakan pelaksanaan empat tugasnya seperti diatur dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2018 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme. Penguatan organisasi dan peningkatan koordinasi dengan kementerian/lembaga menjadi langkah awal BNPT tahun ini.
Pasal 43G UU No 5/2018 menetapkan, BNPT memiliki tugas merumuskan, mengoordinasi, dan melaksanakan kebijakan, strategi, serta program nasional penanggulangan terorisme di bidang kesiapsiagaan nasional, kontra radikalisasi, dan deradikalisasi. Tugas lainnya, yakni mengoordinasikan antarpenegak hukum dalam penanggulangan terorisme; mengoordinasikan program pemulihan korban; serta merumuskan, mengoordinasi, dan melaksanakan kebijakan, strategi, dan program nasional penanggulangan terorisme di bidang kerja sama internasional.
Kepala BNPT Komisaris Jenderal Suhardi Alius, Rabu (18/7/2018), di Jakarta, menegaskan, UU No 5/2018 membantu BNPT dalam peran koordinasi dan kerja sama penanggulangan serta pencegahan terorisme yang melibatkan semua kementerian/lembaga. Dengan UU itu, BNPT punya dasar hukum untuk mengikat 36 lembaga negara agar mendukung upaya pemberantasan terorisme berdasarkan peran dan fungsinya masing-masing.
Namun, untuk menjalankan tugas itu, BNPT perlu memperkuat sumber daya manusia yang selama ini masih terbatas. Selain menambah pegawai, juga memperkuat struktur organisasi dengan menambah satu deputi, yakni deputi deradikalisasi. Selama ini, deradikalisasi hanya satu direktorat di Deputi Bidang Pencegahan, Perlindungan, dan Deradikalisasi BNPT. ”Saya realistis untuk penguatan BNPT didasari dengan kondisi keuangan negara, secara bertahap untuk penuhi kebutuhan tugas,” ujar Suhardi.
Khusus program deradikalisasi, pihaknya telah menjalankan program terhadap 325 terpidana kasus terorisme. Bahkan, sebanyak 128 di antaranya kini jadi narasumber BNPT untuk mengampanyekan program kontra radikalisasi. Namun, program deradikalisasi tak mudah dilakukan. ”Deradikalisasi tak bisa dipaksakan, tetapi bersifat sukarela. Ada napi yang menolak, tetapi kemudian kita sentuh lewat keluarganya,” kata Suhardi.
Direktur Eksekutif Yayasan Prasasti Perdamaian Taufik Andrie menuturkan, upaya pembinaan narapidana terorisme di lembaga pemasyarakatan dan setelah keluar LP tak bisa dilakukan pemerintah pusat, terutama BNPT. Sebab, BNPT tak punya petugas di daerah yang dapat memastikan semua program pembinaan mantan napi terorisme efektif berjalan.
Oleh karena itu, perlunya peran pemerintah daerah yang memiliki aparat hingga ke desa atau kelurahan agar bersentuhan langsung dengan masyarakat, termasuk eks napi terorisme di lingkungan sosial. Tugas utama pemda, di antaranya memastikan mereka mendapat hak warga negara, seperti kemudahan mengurus administrasi kependudukan.
Siaga nasional
Terkait persiapan bidang kesiapsiagaan nasional penanggulangan terorisme, Suhardi mengungkapkan, pihaknya akan memulai mengonsolidasikan aparat keamanan untuk penanggulangan peristiwa terorisme. Langkah itu dilakukan, yakni dengan pelatihan terintegrasi pada 17-25 Juli 2018 di Jakarta, yang diikuti Detasemen Khusus 81/Gultor Komando Pasukan Khusus TNI, Detasemen Jalamangkara TNI Angkatan Laut, Detasemen Bravo 90 TNI, serta Detasemen Khusus 88 Antiteror Polri.
Namun, sebagai ancaman global, terorisme juga disebabkan masalah seperti kemiskinan, ketidakadilan, penyimpangan penafsiran agama, kesempatan kerja, dan kesenjangan ekonomi. Oleh karena itu, setiap negara punya cara penanganan.
”Masalah terorisme adalah tanggung jawab semua anak bangsa. Jadi, daya tangkal (terorisme) juga masyarakat,” katanya.
Kemarin, menyusul penangkapan dan penembakan sejumlah terduga teroris di wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta, akhir pekan lalu, Densus 88 Polri menangkap warga Pedukuhan Ngropoh, Desa Condongcatur, Depok, Kabupaten Sleman. Pria berinisial I ditangkap di warung makan, yang juga rumahnya.
Adanya kabar penangkapan tersebut dibenarkan Kepala Kepolisian Resor Sleman Ajun Komisaris Besar M Firman Lukmanul Hakim. ”Kami kan cuma back up saja, (yang turun) dari Densus,” kata Firman saat dikonfirmasi.