BEKASI, KOMPAS – Pemerintah Kota Bekasi perlu mempercepat pemerataan akses bagi lulusan sekolah dasar untuk masuk ke sekolah menengah pertama negeri. Anggaran sebesar 38 persen dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah dinilai cukup untuk memenuhi kebutuhan pendidikan.
Sekretaris Komisi IV DPRD Kota Bekasi Daddy Kusradi di Bekasi, Rabu (18/7/2018), mengatakan, ketimpangan antara jumlah lulusan sekolah dasar negeri (SDN) daya tampung sekolah menengah pertama negeri (SMPN) tinggi. Terdapat sebanyak 418 SDN sedangkan jumlah SMPN adalah 49 sekolah. Berdasarkan data Dinas Pendidikan Kota Bekasi, pada 2018 sejumlah SDN tersebut meluluskan 44.618 murid. Sementara itu, daya tampung SMPN adalah 14.934 murid.
Menurut Daddy, salah satu cara yang bisa ditempuh untuk mengurangi ketimpangan tersebut adalah dengan menggabungkan beberapa SDN menjadi satu. Di Kota Bekasi terdapat sejumlah SDN yang total jumlah muridnya di bawah 150 orang. Gedung bekas SDN yang digabungkan bisa dijadikan SMPN.
Ia menambahkan, setidaknya harus ada dua SMPN di setiap kelurahan. Pembangunan SMPN di seluruh kota juga seharusnya mencapai 10 sekolah per tahun. Akan tetapi, persoalan ketersediaan lahan kerap dianggap sebagai hambatan.
“Pemkot Bekasi semestinya bisa membangun SMPN tanpa terkendala keterbatasan lahan, sebab banyak lahan fasilitas umum dan fasilitas khusus yang masih dikuasai masyarakat,” kata Daddy.
Anggaran
Selain itu, anggaran pendidikan sebesar 38 persen dari total anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) dirasa cukup untuk memenuhi biaya pembangunan pendidikan. “Apalagi sejak 2017, pengelolaan sekolah menengah atas dan sekolah menengah kejuruan sudah diambil alih Pemerintah Provinsi Jawa Barat. Dana yang dimiliki Pemkot kini hanya digunakan untuk membiayai SD dan SMP,” ujar Daddy.
Sekretaris Dinas Pendidikan Kota Bekasi Inayatullah mengatakan, anggaran pendidikan dari APBD 2018 diprioritaskan untuk program peningkatan kualitas pendidikan dasar. Di dalamnya, termasuk anggaran dana operasional SD dan SMP baik negeri maupun swasta.
Adapun total anggaran untuk program tersebut adalah Rp 149,5 miliar. Dari sejumlah dana itu, setiap murid SD mendapatkan dana operasional sebesar Rp 28.000 per bulan, sedangkan setiap murid SMP mendapatkan dana sebesar Rp 90.000 per bulan.
Dana terbanyak lainnya digunakan untuk program peningkatan mutu pendidik dan tenaga kependidikan, yaitu sebesar Rp 23,6 miliar. Selain itu, program pendidikan anak usia dini mendapatkan anggaran sebesar Rp 13,7 miliar.
Anggaran pendidikan juga dialokasikan untuk program pendidikan nonformal sebesar Rp 1,8 miliar dan program pelayanan manajemen pendidikan sebesar Rp 1,1 miliar.
“Kami tidak menganggarkan dana pembangunan sekolah, karena itu merupakan wewenang Dinas Perumahan, Kawasan Permukiman, dan Pertanahan. Kami hanya mengusulkan pembangunan sekolah,” kata Inayatullah.
Kualitas
Inayatullah menambahkan, salah satu upaya memeratakan akses pendidikan dilakukan dengan membuka unit sekolah baru (USB) yang menginduk pada sekolah lain yang lebih dulu didirikan. Sejumlah USB beroperasi tanpa memiliki gedung, sehingga harus menumpang ke sekolah lain.
Akan tetapi, pembukaan USB tidak disertai dengan konsep yang jelas. Salah satunya, dari sisi penyediaan guru. Menurut Inayatullah, penyediaan guru hanya didasarkan pada jumlah siswa yang sudah diterima.
Pembelajaran di USB pun kerap kekurangan guru. Contohnya, di USB SMPN 49 Kota Bekasi yang menumpang di SDN Sumur Batu II, Kelurahan Sumur Batu, Kecamatan Bantar Gebang. Muslim Hanief, Guru Ilmu Pengetahuan Sosial USB SMPN 49 mengatakan, terdapat 15 guru yang harus menangani 12 mata pelajaran untuk tiga jenjang kelas. Setiap jenjang kelas terdiri dari tiga rombongan belajar. “Akibatnya, para guru harus mengajar lebih dari satu mata pelajaran,” kata Muslim.
Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Retno Listyarti mengatakan, pemerintah wajib menjamin hak anak untuk mengakses pendidikan. Sejalan dengan itu, kualitas pendidikan juga tidak bisa diabaikan.
Berdasarkaan laporan yang masuk ke KPAI, persoalan ketimpangan juga terjadi di Bali. Di sana, pemerintah menyiasati persoalan kekurangan sekolah negeri dengan membuka dua periode belajar dalam satu sekolah, pagi dan petang. Akan tetapi, di kelas petang, para guru sudah kelelahan, kualitas kegiatan belajar dan mengajar pun dipertanyakan.
Subsidi sekolah swasta
Menurut Retno, peran sekolah swasta dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan sekolah di suatu daerah. Namun, sekolah yang tidak dibiayai pemerintah itu akan menimbulkan permasalahan bagi warga miskin. “Pemerintah di daerah perlu mengupayakan potongan biaya atau beasiswa bagi masyarakat miskin yang ada di sekolah swasta,” kata dia.
Di Kota Bekasi, jumlah sekolah swasta terus tumbuh pada periode 2011-2015. Berdasarkan catatan Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Bekasi, jumlah SMP swasta pada 2011 dan 2012 adalah 32.302 sekolah. Jumlah itu naik menjadi 33.030 SMP pada 2013 dan 42.336 SMP pada 2014. Tren kenaikan berlanjut pada 2015, yaitu terdapat 48.524 SMP.
Inayatullah mengatakan, seluruh murid di semua sekolah swasta telah disubsidi oleh Pemkot Bekasi. Besaran subsidi adalah Rp 10.000 untuk setiap murid SD per bulan. Bagi setiap murid SMP, mendapatkan subsidi sebesar Rp 15.000 per bulan.