JAKARTA, KOMPAS- Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara RI merupakan garda terdepan dalam menjaga pertahanan dan keamanan nasional. Dinamika global menuntut perwira remaja TNI dan Polri mendalami persoalan kebangsaan.
Wakil Presiden Jusuf Kalla menyampaikan hal ini saat memberikan pembekalan kepada calon perwira remaja TNI/Polri di Gelora Olahraga Ahmad Yani, Markas Besar TNI, Cilangkap, Jakarta, Rabu (18/7/2018). Acara ini dihadiri Kepala Staf TNI Angkatan Darat Jenderal Mulyono, Kepala Staf TNI Angkatan Laut Laksamana Siwi Sukma Adji, Kepala Staf TNI Angkatan Udara Marsekal Yuyu Rahayu, dan Inspektur Pengawasan Umum Polri Komisaris Jenderal Putut Eko Bayuseno.
Pembekalan oleh Wapres Kalla diikuti 724 calon perwira remaja, yang terdiri dari 225 perwira remaja TNI AD, 102 perwira remaja TNI AL, 119 perwira remaja TNI AU, dan 278 perwira remaja Polri. Mereka akan dilantik oleh Presiden Joko Widodo dalam upacara resmi di halaman Istana Merdeka, Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Kamis (19/7).
Wapres Kalla menyampaikan, tantangan yang dihadapi bangsa Indonesia ke depan semakin kompleks. Bukan hanya persoalan pertahanan dan keamanan, melainkan juga perekonomian yang saling berkelindan satu sama lain.
Ekonomi tidak akan bertumbuh dalam kondisi keamanan yang tidak stabil. Begitu pula pertahanan dan keamanan akan sulit terjaga dalam kondisi perekonomian yang buruk karena negara tidak bisa mengalokasikan anggaran lebih banyak untuk kedua sektor tersebut.
”Karena itu kita, termasuk Anda, para perwira TNI dan Polri, harus mendalami masalah kebangsaan kita,” kata Wapres Kalla.
Wapres mengungkapkan, salah satu tantangan ketahanan nasional adalah gejolak politik yang terjadi di kawasan regional. Gejolak politik, seperti yang terjadi di Laut China Selatan, dapat memengaruhi stabilitas di dalam negeri. Oleh karena itu, TNI- Polri harus siap siaga menjaga keamanan baik di dalam negeri maupun di kawasan.
Radikalisme
Tantangan lain adalah radikalisme, yang saat ini terus berkembang hingga melintasi batas negara. Radikalisme semakin mudah menyebar seiring dengan kemajuan teknologi.
Kalla mengingatkan, radikalisme harus ditumpas hingga ke akarnya. Sebab, jika radikalisme dan terorisme masih berkembang di sebuah negara, investor akan takut menanamkan modalnya atau investor yang sudah ada akan keluar dan tidak mau berusaha di negara tersebut.
”Kalau terjadi banyak begal, kriminal, dan radikalisme, orang yang akan berinvestasi takut berdagang. Apabila tidak ada orang yang mendirikan pabrik, tidak ada orang yang berusaha, akibatnya kurang lapangan pekerjaan. Itulah pengaruhnya keamanan terhadap perekonomian,” kata Wapres Kalla.
TNI dan Polri perlu mengubah strategi dalam menghadapi fenomena menguatnya paham radikal. Kalla mengingatkan, radikalisme tidak bisa diselesaikan hanya dengan pendekatan hukum. Pendekatan manusiawi diyakini lebih efektif untuk menumpas radikalisme sehingga anggota TNI/Polri perlu memahami strategi paling efektif dalam menjaga keamanan.
Hal yang tak kalah penting dalam menghadapi tantangan kebangsaan adalah menjaga soliditas TNI dan Polri.
”Tentara perlu menjalin hubungan yang baik dengan kepolisian karena tantangan bangsa ini harus diselesaikan secara bersama-sama,” kata Wapres Kalla.