JAKARTA, KOMPAS — Indonesia perlu mewaspadai banjir barang impor dari China akibat semakin memanasnya perang dagang antara negara itu dan Amerika Serikat. Kondisi itu dapat terjadi mengingat China mencari pasar baru bagi komoditas ekspornya.
CEIC, penyedia data ekonomi global, menyebutkan, terdapat tiga produk ekspor yang sama-sama diekspor China ke AS dan Indonesia. Ketiganya adalah logam dasar, tekstil, serta mesin dan peralatan listrik.
Nilai ekspor China ke AS jauh lebih besar daripada ke Indonesia. China mengekspor logam dasar dengan nilai ekspor mencapai 23 miliar dollar AS, tekstil 43 miliar dollar AS, serta mesin dan peralatan listrik 199 miliar dollar AS.
Sementara China baru mengekspor logam dasar dengan nilai 4 miliar dollar AS, tekstil 4 miliar dollar AS, serta mesin dan peralatan listrik 25 miliar dollar AS ke Indonesia.
”China bisa mengalihkan ekspor barang ke AS menuju Indonesia dan negara dengan pertumbuhan ekonomi tinggi (emerging market) lainnya,” kata ekonom Divisi Perbendaharaan dan Pasar Modal Bank Danamon, Dian Ayu Yustina, dalam diskusi ”Trump, Tarif, dan Tantrum: Diskusi Arah Kebijakan oleh MUFG (Mitsubishi UFJ Financial Group) dan Bank Danamon Indonesia”, di Jakarta, Kamis (19/7/2018). MUFG adalah pemegang saham mayoritas PT Bank Danamon Indonesia Tbk.
Menurut Dian, kewaspadaan diperlukan bagi Indonesia mengingat banjir komoditas dari China bisa mengganggu pasar domestik. Terganggunya pasar domestik akan melebarkan defisit neraca perdagangan Indonesia yang kini telah mencapai 1,02 miliar dollar AS (Badan Pusat Statistik, Juli 2018).
ASEAN Head of Global Markets Research, Global Markets Division for Asia MUFG Bank, Leong Sook Mei memperkirakan, perang dagang AS-China akan terus berlangsung dengan sengit selama enam bulan ke depan. ”Semuanya bergantung pada langkah Trump,” ujarnya.
Perang dagang di antara kedua negara berlangsung sengit sejak 6 Juli 2018, setelah pengumuman oleh AS pada 15 Juni. AS menaikkan tarif impor 25 persen untuk komoditas China senilai 34 miliar dollar AS. China pun mengimbanginya dengan menaikkan tarif impor barang AS, seperti agrikultur, mobil, dan makanan laut.
Kewaspadaan diperlukan bagi Indonesia mengingat banjir komoditas dari China bisa mengganggu pasar domestik. Terganggunya pasar domestik akan melebarkan defisit neraca perdagangan Indonesia.
China juga sebelumnya mengenakan tarif impor tambahan 15-25 persen terhadap 128 jenis komoditas AS pada 2 April 2018.
Sebenarnya, sejak awal tahun 2018, AS telah menerapkan kenaikan tarif impor barang dari sejumlah negara. Kebijakan AS yang paling disorot adalah ketika menaikkan tarif impor baja 25 persen dan aluminium 10 persen dari Kanada, Uni Eropa, Korea Selatan, India, dan Meksiko pada 23 Maret 2018.
Uni Eropa akhirnya ikut menaikkan tarif impor barang AS senilai 3,3 miliar dollar AS. Tak ketinggalan, Kanada menaikkan tarif terhadap impor AS sebesar 12,8 miliar dollar AS.
Kenaikan tarif dinyatakan AS sebagai salah satu langkah untuk memangkas defisit neraca perdagangan yang terus dialami negara itu. AS berencana segera mengajukan proposal kenaikan 25 persen tarif impor komoditas China lainnya dengan nilai 16 miliar dollar AS dan tambahan tarif bagi komoditas ekspor China ke AS sebesar 200 miliar dollar AS.
”Trump sering mengatakan hal di luar perkiraan. Namun, jika dilihat secara cermat, kebijakannya untuk mewujudkan ’America Great Again’ dilakukan secara konsisten,” ucap Leong.