Pertanyakan Kebijakan Pemerintah, Para Pekerja Pertamina Gelar Aksi Damai
Oleh
I GUSTI AGUNG BAGUS ANGGA PUTRA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS -- Ratusan pekerja PT Pertamina (Persero) menggelar aksi damai bela Pertamina, Jumat (20/7/2018), di Jakarta. Mereka menyoroti sejumlah permasalahan yang tengah membelit perusahaan pelat merah tersebut.
Massa yang tergabung dalam Federasi Serikat Pekerja Pertamina Bersatu (FSPPB) berkumpul sejak pukul 06.00 di kantor pusat Pertamina di kawasan Gambir, Jakarta Pusat. Mereka lalu berjalan kaki menuju kantor Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) di Jalan Medan Merdeka Selatan, Jakarta.
Seluruh peserta aksi damai mengenakan kemeja putih dan celana panjang hitam. Di kepala mereka terdapat ikat kepala merah bertuliskan "Save Pertamina".
Di depan kantor Kementerian BUMN, FSPBB yang dikomandoi Presiden FSPBB Arie Gumilar berorasi di atas mobil. Menggunakan pengeras suara dan atribut demonstrasi, mereka mempertanyakan sejumlah kebijakan pemerintah dan jajaran direksi Pertamina. Mulai dari aksi korporasi penjualan aset, perjanjian jual-bali saham bersyarat, dan harga jual bahan bakar minyak (BBM) satu harga.
"Kami khawatir upaya aksi korporasi ini (melepas aset) untuk menutup kerugian. Ini karena adanya kebijakan-kebijakan yang merugikan Pertamina, misalnya kebijakan BBM satu harga," tutur Arie.
Menurut Arie, pemerintah sudah tidak memberikan subsidi BBM. Selain itu, biaya yang ditanggung sebagai dampak program BBM satu harga dibebankan kepada Pertamina.
Kebijakan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan yang menyatakan harga BBM jenis solar dan premium tidak akan naik hingga 2019 dinilai juga akan semakin memberatkan Pertamina.
"Padahal premium tidak lagi disubsidi pemerintah, sehingga dampaknya Pertamina yang harus mensubsidi. Ini lama-lama menggerus kas Pertamina," ujarnya.
Pada akhirnya untuk menyelesaikan permasalahan itu, pekerja khawatir jajaran direksi dan Kementerian melakukan aksi korporasi, yaitu berupa pelepasan aset.
"Lama-lama kalau (aset) dilepas satu per satu akhirnya Pertamina hilang. Itu yang kami khawatirkan, dan tentunya yang paling berdampak adalah ke masyarakat," katanya.
Menteri BUMN Rini Soemarno kemudian menanggapi aksi damai FSPPB. Mengenakan batik cokelat, dengan dikawal petugas kepolisian, Rini berjalan menuju kerumunan massa. Ia kemudian menyampaikan tanggapan di atas mobil orasi.
Rini menyampaikan, pemerintah selaku pemegang saham tidak mungkin menjerumuskan Pertamina. Berkali-kali Rini meyakinkan Pertamina tetap memiliki kendali penuh meski Pertamina Gas (Pertagas) diakuisisi Perusahaan Gas Negara (PGN).
"Tanggung jawab saya adalah bagaimana pertamina sehat 100 tahun ke depan untuk anak cucu," katanya.
Rini menambahkan, BUMN mempunyai fungsi sebagai agen pembangunan. Pemerintah, katanya, akan selalu menjaga keberlangsungan Pertamina. Caranya dengan memberikan wilayah kerja (WK) untuk Pertamina. Selain itu, Rini menyatakan akan meningkatkan subsidi solar agar beban keuangan Pertamina tidak menjadi berat.
Ancam mogok
Setelah berorasi di Kementerian BUMN, massa kemudian bergerak ke Kementerian ESDM. Wakil Menteri (Wamen) ESDM Archandra Tahar siap berdialog dengan perwakilan FSPPB, tetapi Arie menyatakan enggan untuk berdialog dengan Archandra.
Kepada Menteri ESDM, FSPPB menuntut pemerintah untuk membatalkan Peraturan Menteri ESDM Nomor 23 Tahun 2018. FSPPB menilai regulasi tersebut tidak mencerminkan keberpihakan kepada kepentingan rakyat.
Regulasi itu memungkinkan kontraktor eksisting di wilayah kerja terminasi untuk mengajukan proposal perpanjangan kontrak. Apabila pengajuan perpanjangan kontrak disetujui pemerintah, maka kecil kemungkinan Pertamina yang akan mengelola wilayah kerja terminasi itu.
FSPPB menuntut agar Blok Rokan kembali dikelola Pertamina. Jika belum ada kepastian, Arie menyatakan akan melaksanakan aksi lebih besar atau cuti bersama, termasuk kemungkinan menghentikan operasional.
Wakil Menteri ESDM Archandra Tahar menyampaikan, pemerintah saat ini sedang mengevaluasi Blok Rokan. Blok atau wilayah kerja tersebut akan habis masa kontraknya pada 2021. Saat ini Blok Rokan dikelola Chevron.
"Hari ini Chevron sudah menyerahkan proposal final," ucap Archandra di Kementerian ESDM.
Sementara itu, Pertamina juga sudah memasukkan proposal ke pemerintah. Pemerintah akan mengevaluasi proposal Pertamina. Namun, menurut Archandra, Pertamina meminta waktu untuk memasukkan proposal di sisi komersial. Sisi komersial menyangkut signature bonus, komitmen pasti, split, dan syarat serta kondisi.