JAKARTA, KOMPAS — Ombudsman Republik Indonesia menyampaikan hasil kajian efektivitas kinerja Satuan Tugas Sapu Bersih Pungutan Liar pada Jumat (20/7/2018) di Jakarta. Anggaran yang rendah dinilai menjadi hambatan terbesar bagi satgas tersebut dalam melakukan upaya pemberantasan pungli.
Komisioner Ombudsman RI, Adrianus Meliala, menyampaikan, dari hasil penggalian data di Unit Pemberantasan Pungli (UPP) di pusat dan daerah, aspek yang paling banyak dikeluhkan adalah anggaran yang rendah.
Permasalahan anggaran menjadi 34 persen dari total seluruh hambatan yang dirasakan UPP provinsi, diikuti dengan kurangnya koordinasi antarinstansi yang terlibat pada posisi kedua dengan porsi 19 persen.
Berdasarkan data yang dimiliki Ombudsman RI, anggaran UPP Saber Pungli provinsi bervariasi. Jawa Barat dan Papua menjadi dua provinsi dengan anggaran Saber Pungli terbesar, yakni Rp 5 miliar. Sementara Kepulauan Bangka Belitung menjadi salah satu provinsi dengan anggaran terendah, sekitar Rp 200 juta.
Ombudsman menilai, perlu ada koordinasi dengan Kementerian Dalam Negeri dan pemda terkait peningkatan efektivitas Satgas Saber Pungli. Kebutuhan personel dari berbagai instansi, kondisi keterjangkauan, dan luas wilayah perlu dipertimbangkan dalam kebutuhan anggaran per tahun. Rencana kerja pemerintah daerah harus mencakup upaya pemberantasan pungli ini.
Namun, Adrianus menilai, rendahnya anggaran tidak menjadi aspek mutlak yang menghambat efektivitas kinerja Satgas Saber Pungli. ”Masalah anggaran ini memang agak tricky. Daerah yang bersahaja malah bagus kinerjanya, tetapi yang anggarannya melimpah malah tidak bagus,” kata Adrianus.
Masalah anggaran ini memang agak ”tricky”. Daerah yang bersahaja malah bagus kinerjanya, tetapi yang anggarannya melimpah malah tidak bagus.
Ia menunjukkan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung dengan anggaran yang tidak besar (Rp 200 juta) dan jumlah anggota yang tergolong sedang (41 anggota) bisa menyita uang rampasan dari operasi tangkap tangan cukup besar, Rp 645 juta. Dari 13 kasus operasi tangkap tangan, sebanyak empat kasus telah dilimpahkan ke pengadilan (P21) dan lima kasus lainnya telah berujung vonis.
Adapun Provinsi Jawa Barat, dengan 136 anggota Satgas Saber Pungli dan anggaran Rp 5 miliar, telah melakukan 216 operasi tangkap tangan. Namun, hanya empat kasus yang telah sampai pada vonis.
Ketua Pelaksana Satgas Saber Pungli yang juga Inspektur Pengawasan Umum Polri Komisaris Jenderal Putut Eko Bayuseno mengatakan, anggaran memang menjadi salah satu hambatan dalam pemberantasan pungli. Biaya pemindahan saksi dan tersangka dari daerah menuju kota untuk sidang tindak pidana korupsi yang belum jelas menjadi salah satu contoh permasalahan anggaran yang dihadapi.
”Sidang tipikor hanya di ibu kota provinsi. Kepolisian dan kejaksaan akan kesulitan untuk membawa saksi dan tersangka ke sana untuk sidang. Siapa yang menanggung biayanya? Itu adalah salah satu kendalanya,” ujar Putut.
Di sisi lain, Putut pun menyayangkan kajian Ombudsman RI yang tidak memasukkan aspek pencegahan yang dilakukan Tim Saber Pungli dalam menilai efektivitas kinerja instansinya tersebut.
”Kami sudah masif melakukan sosialisasi pencegahan yang telah dilakukan oleh anggota Babinkamtibmas sampai ke desa-desa,” lanjut Putut.
Namun, ia mengapresiasi kajian dan masukan yang diberikan Ombudsman RI. Menurut Putut, hal itu menjadi masukan bagi Tim Saber Pungli di pusat dan daerah untuk meningkatkan kinerja.