Sistem Zonasi Sekolah Timbulkan Ketidakpastian
Penerimaan peserta didik baru pada 2018 dengan sistem zonasi masih memicu ketidakpastian di masyarakat karena pemahaman kebijakan ini beragam. Apalagi kebijakan itu belum diikuti dengan pemerataan mutu pendidikan.
JAKARTA, KOMPAS Penerimaan peserta didik baru dengan sistem zonasi yang dua tahun ini diterapkan memicu ketidakpastian pada masyarakat. Acuan zonasi yang dipahami masyarakat dan diterapkan di daerah yang beragam membuat kisruh penerimaan siswa baru di jenjang pendidikan dasar terus terjadi.
Pelaksanaan penerimaan peserta didik baru (PPDB) online atau daring yang diharapkan menjadi sistem penerimaan siswa baru yang transparan dan bisa dipertanggungjawabkan atau akuntabel belum terjadi. Hal itu mengakibatkan dugaan kecurangan dalam PPDB mencuat.
Masalah PPDB itu diungkapkan Koalisi Masyarakat Peduli Pendidikan (KMPP) bersama 34 jaringan yang tersebar di beberapa daerah. Hasil pantauan PPDB 2018 itu disampaikan Siti Juliantari dari Indonesia Corruption Watch, Ubaid dari Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia, Jupri Nugroho dari Truth Tangerang, Gufron dari Banten Bersih, dan Jumono dari Perkumpulan Wali Murid, Kamis (19/7/2018), di Jakarta.
Sejumlah soal penting dalam PPDB yang dilaporkan masyarakat terkait zonasi yakni implementasinya beragam dan tak sesuai acuan pemerintah pusat. ”Pemahaman soal zonasi ini beragam. Ada yang menerapkan zonasi dilihat dari tempat tinggal, ada yang memperhitungkan nilai. Ketidakjelasan ini membuat masyarakat, yakni siswa baru dan orangtua, jadi korban,” kata Siti.
Pemahaman soal zonasi ini beragam. Ada yang menerapkan zonasi dilihat dari tempat tinggal, ada yang memperhitungkan nilai. Ketidakjelasan ini membuat masyarakat, yakni siswa baru dan orangtua, jadi korban.
Laporan soal surat keterangan tidak mampu (SKTM) palsu mendominasi soal PPDB. Sejak tahun lalu, persoalan ini sudah muncul. Ada pula penerimaan siswa baru tingkat madrasah ibtidaiyah yang menerapkan tes membaca, menulis, dan menghitung (calistung), serta tak ada kuota afirmatif bagi anak berkebutuhan khusus. Laporan pungutan liar dan jual beli bangku masih ada.
Ubaid menambahkan, masalah zonasi baru dirasakan setelah pengumuman penerimaan siswa baru. Ada sekolah yang kekurangan siswa, ada siswa yang tinggal dekat sekolah tidak diterima, tetapi siswa dari luar zonasi diterima, hingga berbagai ketidakjelasan lain. ”Zonasi ini harus dievaluasi secara serius, apakah sudah siap diberlakukan secara nasional? Tahun depan jangan lagi ada kisruh PPDB karena soal zonasi belum matang,” ujarnya.
Mutu tidak merata
Ubaid mengingatkan, kebijakan zonasi tanpa disertai pemerataan mutu sekolah memicu pelanggaran dalam PPDB 2018. Karena itu, pemerintah perlu lebih memperhatikan pemerataan kualitas pendidikan dengan indikator mencakup ketersediaan fasilitas penunjang belajar mengajar dan kualitas guru.
Menurut Jupri, PPDB di wilayah Tangerang Raya banyak dikeluhkan masyarakat. Kriteria yang digunakan terutama siswa miskin, jarak, nilai, dan prestasi. ”Soal kuota siswa miskin ini jadi celah yang bisa dimainkan. Sementara soal zonasi belum ada pemahaman sama,” ujarnya.
Jupri menjelaskan, jual beli bangku dilakukan oknum pejabat di tingkat RT sampai camat. Ada tarif yang dipasang untuk meloloskan calon peserta didik untuk dapat masuk ke sekolah yang diinginkan dengan meminta kuota kepada sekolah.
Data KMPP Tangerang menunjukkan, dari 12 SMA di Kota Tangerang Selatan, 10 sekolah menerima kurang dari kuota penerimaan dalam zonasi yang ditentukan, yakni 70 persen. Untuk kuota penerimaan domisili di luar zonasi, tak ada sekolah yang memenuhi kuota 5 persen. ”Kami menerima aduan dari banyak orangtua murid soal PPDB 2018. Mereka mengeluh sistem zonasi dan sistem online yang buruk,” kata Jupri.
Sementara Jumono menegaskan, sosialisasi kebijakan zonasi perlu digalakan agar tak ada kebingungan di kalangan orangtua yang ingin mendaftarkan anaknya ke sekolah. Ketidaktahuan orangtua murid jadi peluang oknum tertentu memanfaatkan situasi seperti pungli, jual beli bangku, dan kecurangan lain.
”Ini harus menjadi perhatian. Kecurangan dan pelanggaran itu terjadi. Banyak orangtua tidak banyak mendapat informasi terkait PPDB,” kata Jumono.
Menurut Siti Juliantari, berdasarkan pemantauan proses PPDB 2018 dari KMPP, mereka akan terus ikut mengawasi dan akan meminta Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan untuk menindaklanjuti dugaan kecurangan dan pelanggaran yang terjadi selama PPDB 2018.
Evaluasi
Secara terpisah, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendy mengatakan, tahun depan Kemdikbud tetap memberlakukan PPDB dengan zonasi. Namun, evaluasi akan dilakukan. ”Target saya, tahun depan sudah tidak ada ribut-ribut menjelang PPDB. Karena itu, kepala dinas pendidikan segera dikumpulkan agar mulai sekarang menyiapkan PPDB tahun depan,” ujarnya.
Terkait zonasi, Muhadjir mengatakan masih terjadi salah paham. Zonasi bukan selalu berarti yang rumahnya paling dekat dengan sekolah pasti diterima.
”Yang dimaksud zonasi, jangan sampai anak yang masuk dalam zonasi tak diterima di sekolah-sekolah yang masih satu zonasi jika daya tampung mencukupi,” katanya.
Dari dua tahun pelaksanaan zonasi, pemetaan sudah mulai terlihat. Berdasarkan pemetaan itu, pembenahan sistem zonasi itu dilakukan, termasuk membuat implementasi zonasi fleksibel. (E20)