JAKARTA, KOMPAS-Kepolisian Negara RI berencana memulangkan tiga warga Indonesia yang ditangkap Polis Diraja Malaysia (PDRM) terkait terorisme. Polri juga tengah menyelidiki dugaan ketiganya terlibat aktivitas kelompok teroris.
Wakil Kepala Polri Komisaris Jenderal Syafruddin menuturkan, tim Detasemen Khusus 88 Antiteror Polri dan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme telah berada di Malaysia. Langkah itu dilakukan untuk berkoordinasi secara langsung dengan Polis Diraja Malaysia sebagai otoritas penegak hukum yang menangkap ketiganya.
”Koordinasi tengah berlangsung. Nanti kalau (penyidikan) sudah selesai bisa kita bawa pulang dan dilanjutkan investigasi di Indonesia,” kata Syafruddin, Jumat (20/7/2018), di Jakarta. Ketiga WNI dan empat WN Malaysia ditangkap PDRM atas dugaan merencanakan aksi teror di Malaysia.
Selain mengusahakan kepulangan mereka, tim Densus 88 Antiteror tengah menyelidiki keterlibatan dalam perencanaan aksi teror di Indonesia. Tidak hanya itu, kepolisian juga menelusuri keterlimbatan mereka dengan jaringan teroris berafiliasi kelompok Negara Islam di Irak dan Suriah (NIIS) di Indonesia.
Dari hasil koordinasi atase kepolisian Kedutaan Besar RI di Malaysia, salah satu terduga teroris itu berinisial UR (42). Ia diketahui telah diidentifikasi terlibat dalam jaringan teroris oleh Polis Diraja Malaysia setelah masuk ke wilayah negara itu.
Kepala Divisi Humas Polri Inspektur Jenderal Setyo Wasisto mengatakan, otoritas Malaysia memiliki penilaian bahwa UR terindikasi dengan jaringan NIIS di Malaysia. Atas dasar itu, UR ditangkap untuk menjalani pemeriksaan oleh Polis Diraja Malaysia.
“Melalui atase Polri di Malaysia kami terus melakukan komunikasi untuk mendapatkan informasi lebih lanjut tentang UR dan dua warga Indonesia lainnya,” ujar Setyo.
Sebelumnya, pada akhir Januari lalu, seorang warga Indonesia, MAA bin MB ditangkap otoritas keamanan Malaysia. Ia diduga terlibat jaringan terorisme. MAA berasal dari Jawa Timur terindikasi berencana melakukan serangan teror di Markas Kepolisian Diraja Malaysia.
Pada Desember 2017, seorang warga Indonesia yang diduga sebagai otak serangan bom panci di Cicendo, Bandung, Jawa Barat, Februari 2017, ditangkap di Malaysia. Berkat kerja sama Polri dan Polis Diraja Malaysia, terduga teroris itu dipulangkan dan menjalani proses hukum di Tanah Air.
Secara terpisah, pengamat terorisme, Al Chaidar, menilai, pergerakan jaringan teroris, seperti Jamaah Ansharut Daulah (JAD), akan terus berupaya melakukan serangan, baik di dalam maupun luar negeri. Mereka merencanakan aksi teror untuk mewujudkan kehadiran negara khilafah yang menjadi misi NIIS di Timur Tengah.
Ia menambahkan, melalui Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2018 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme, Polri telah memiliki dasar hukum untuk menindak warga Indonesia yang menjadi pejuang teroris asing. Karena itu, koordinasi dengan otoritas kepolisian lain diperlukan untuk memperluas jangkauan Polri agar dapat menindak warga Indonesia yang telah merencanakan aksi teror di negara lain.