Nambo Menjadi Harapan
Mengirimkan sampah ke tempat pembuangan akhir sampah masih menjadi andalan bagi sebagian besar kota. Padahal, kapasitas TPA amat terbatas.
DEPOK, KOMPAS - Tempat penampungan sampah terpadu (TPST) Nambo, Kabupaten Bogor, diharapkan segera beroperasi untuk membantu penyediaan tempat penampungan sampah dari Bogor, Depok, dan Tangerang Selatan.
Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Depok juga menunggu beroperasinya TPST Nambo. Sebab, tempat pembuangan akhir (TPA) Cipayung di Sawangan, Depok, sudah tidak memadai untuk menampung sampah dari wilayah Kota Depok.
Kepala DLH Kota Depok Ety Suryahati mengatakan, tumpukan sampah di TPA Cipayung kini mengkhawatirkan karena sudah mencapai sekitar 1.200 ton. "TPST Nambo nanti menjadi pusat untuk kawasan Kabupaten Bogor, Kota Bogor, Depok, serta wilayah Tangerang," katanya, Kamis (19/7/2018).
Kepala Unit Pengelolaan Teknis (UPT) TPA Cipayung Ardan Kurniawan mengatakan, dengan penerimaan sampah sekitar 800 ton per hari, tinggi zona aktif di TPA yang dibangun sejak tahun 1984 itu mencapai 25 meter. Hal tersebut bisa berbahaya bila tidak diantisipasi, baik melalui perluasan wilayah ataupun pengolahan alternatif. "Ketinggian itu terus bertambah dari sebelumnya 23 meter, hingga bulan ini mencapai 25 meter," katanya.
Untuk revitalisasi TPA, menurut Ardan, pengadaan buffer zone sulit dilakukan karena lahannya pun tidak ada. "Saat ini masih koordinasi dengan Kelurahan Pasir Putih, karena kawasannya mungkin cocok secara luas wilayah, yakni sekitar 500 meter-1 kilometer," kata Ardan.
Ety mengatakan, DLH berfokus terhadap pengolahan alternatif sampah untuk dijadikan pupuk kompos serta bank sampah bagi warga. "Sejauh ini DLH masih memaksimalkan adanya unit pengolahan sampah (UPS) untuk dijadikan pupuk kompos. Pemanfaatannya dapat mengurangi muatan sampah sekitar 130-150 ton," ujar Ety.
Ia mengatakan, DLH belum memberi izin terkait perluasan kawasan. "Buffer zone mungkin baru bisa dilakukan bila TPST Nambo telah beroperasi, maksudnya agar TPA Cipayung tetap beroperasi secara maksimal tanpa adanya pembangunan lain," katanya.
Kejenuhan menerima sampah juga terlihat di TPA Cipeucang, yang menampung sampah dari Kota Tangerang Selatan. ”Sejauh ini, TPA Cipeucang hanya dapat mengolah 250 ton dari beban keseluruhan 880 ton sampah per hari," kata Sekretaris DLH Kota Tangerang Selatan Yepi Suherman, Rabu.
"Sementara ini, DLH mengantisipasi membeludaknya sampah bekerja sama dengan pihak pengelola nonpemerintah. Pada 2020 juga akan direncanakan skema untuk pengiriman sampah dari Tangerang Selatan ke TPA Nambo di Bogor,” kata Yepi.
Untuk menanggulangi tumpukan sampah saat ini, DLH Tangerang Selatan berupaya mengolah sampah. Yepi mengatakan, prioritas DLH adalah pengolahan sampah menjadi komposter dan pemanfaatan bank sampah di setiap lingkungan warga.
”Sejauh ini masing-masing hal tersebut baru dibuat di kawasan percontohan. Untuk pengolahan komposter, terdapat di dalam Pasar Ciputat. Untuk bank sampah, kami membuatnya di lokasi dekat Pamulang Barat dan Pondok Aren sebagai percontohan,” kata Yepi.
Ia berharap, tonase sampah dapat teratasi melalui pembangkit listrik tenaga sampah (PLTSa) dan pengelolaan tempat pengolahan sampah reduce, reuse, recycle (TPS3R) dalam jangka waktu 2-3 tahun ke depan.
Bupati Bogor Nurhayanti mengatakan, TPST Nambo menjadi harapan bagi penampungan dan pengolahan sampah di Kabupaten Bogor. Ia memperkirakan, proses persiapan TPST Nambo akan rampung tahun 2019.
"Harapan kami satu-satunya adalah solusi pembuangan sampah ke TPST Nambo. TPST Nambo itu tinggal proses lelang antara Provinsi dengan yang akan memanfaatkan sampah," katanya.
Sistem pembuangan
Di sisi lain, sistem pembuangan sampah masih butuh dibenahi. Pembenahan ini membutuhkan kesadaran semua pihak, termasuk warga.
Di lapangan, tumpukan sampah dengan mudah ditemui di banyak kota/kabupaten. Tempat pembuangan sampah berada di tepi jalan, tepian drainase, hingga lahan kosong.
Menyusuri belasan ruas jalan raya di Kota Bogor dan Kabupaten Bogor, Kamis siang, banyak onggokan sampah di pinggir jalan atau di saluran drainase jalan. Kondisi ini sangat jelas terlihat di dekat Jembatan Merah 2 atau Jembatan Merah Bawah yang melintang di atas Sungai Cisadane di Panaragan, Bogor Tengah.
Sekitar tiga meter dari jembatan ke arah Gunung Batu, ada bak sampah. Di belakang bak sampah ada drainase yang bermuara ke Sungai Cisadane. Sampah menumpuk di bak sampah itu hingga meluber ke drainase.
Berdiri di pinggir jembatan itu, terlihat pula bungkusan-bungkusan sampah dalam kantong plastik menumpuk di pipa-pipa gas atau air yang melintang sungai sejajar jembatan, atau yang menyangsang di semak belukar di tebing sungai. Terlihat juga tumpukan sampah di tebing sungai yang di atasnya belakang rumah penduduk.
Nurhayanti mengakui, kesadaran masyarakat terhadap penanganan sampah dan menjaga kebersihan lingkungan masih sangat kurang. "Kebersihan itu merupakan tanggung jawab bersama, antara masyarakat dan pemerintah. Tidak mungkin semuanya ditangani pemerintah, dengan panduduk yang sekarang mencapai 5,7 juta jiwa," katanya.
Keterbatasan armada pengangkut sampah dan anggaran Pemkab untuk menangani sampah, tidak bisa menjadi alasan.Indonesia bebas sampah pada tahun 2020, harus terwujud.
Nurhayanti mengingatkan, pengelola kawasan perumahan juga harus taat terhadap ketentuan penyediaan lahan untuk menampung dan mengolah sampah warga perumahan.
Kepala Bidang Pelayanan dan Kebersihan DLH Kota Depok Iyay Gumilar mengatakan, DLH sejak 2016 sudah melakukan operasi tangkap tangan di jalan-jalan utama, seperti di Jalan Kartini dan Margonda, pukul 05.00.
"Sejumlah motor dan mobil yang membuang sampah di median jalan, kami tangkap. Dari 2016 hingga sekarang, jumlahnya mencapai 200 orang. Mekanisme pelanggarannya akan ditindak dengan pengambilan KTP pelaku untuk disidang, lalu diwajibkan membayar denda," kata Iyay.
Di Tangerang Selatan, tumpukan sampah masih terlihat di Pondok Aren, Jombang, Ciputat, dan Pamulang. Ega (18), warga Jombang, mengatakan, awalnya, lokasi pembuangan sampah berada di tempat sisa sampah pemulung.
"Sekarang, tiap malam hingga dini hari, ada saja warga yang lewat sini sekaligus melemparkan kantong sampahnya dan enggak ketahuan,” katanya.
Ketua RT 005 RW 002 Kelurahan Jombang Romli mengatakan, warga bingung karena kalau sampah dibakar akan membuat rumah berasap, sementara mobil pengangkut sampah tidak sampai ke wilayah itu. Yepi Suherman mengatakan, pihaknya hanya memiliki 88 truk pengangkut sampah. Ia mengakui, jumlah tersebut belum menjangkau Tangerang Selatan secara keseluruhan. (Aditya Diveranta)