Sistem zonasi dan pendaftaran daring siswa baru dinilai mayoritas warga mempermudah untuk mendapatkan sekolah. Namun, masih ditemukan sejumlah persoalan terkait masalah teknis dan administratif.
Oleh
Antonius Purwanto/Litbang Kompas
·3 menit baca
Proses penerimaan siswa baru di sekolah negeri mendapatkan tanggapan positif dan negatif dari warga Jabodetabek. Sistem pendaftaran siswa baru dengan jalur zonasi sudah diterapkan sejak tahun lalu, dengan cakupan yang terbatas. Tahun ini, sekolah negeri wajib menerima calon siswa yang berdomisili pada radius terdekat dari sekolah, dengan kuota paling sedikit 90 persen dari total siswa yang diterima di sekolah itu.
Dasar pelaksanaan seleksi Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) tahun ini adalah Permendikbud Nomor 14 Tahun 2018. Kebijakan zonasi dibuat untuk pemerataan akses pendidikan dan mutu sekolah, jumlah siswa dan guru di setiap wilayah, serta menghilangkan dikotomi sekolah negeri favorit dan nonfavorit.
Senada dengan semangat kebijakan zonasi, 60 persen responden berpendapat bahwa sistem ini cukup menguntungkan mereka untuk mendapatkan sekolah berdekatan dengan tempat tinggal. Hal ini akan mengefisienkan biaya dan waktu tempuh peserta didik dalam bersekolah.
Selain itu, hampir separuh responden mengaku terbantu dengan sistem pendaftaran siswa baru secara daring. Cukup dengan telepon seluler, orang tua bisa memantau proses pendaftaran anaknya. Pendaftaran melalui internet juga dinilai lebih efisien dan segi waktu dan biaya dibandingkan datang langsung ke sekolah. Hampir 30 persen warga memberikan apresiasi positif pada sistem baru pendaftaran berbasis internet tersebut.
Kendala
Kendati demikian, sekitar 43,3 persen responden lain berpendapat, pendaftaran siswa baru tahun ini cenderung tidak banyak berubah dan tidak sebaik tahun-tahun sebelumnya. Masih ada 30 persen responden yang mengaku kesulitan untuk mendapatkan sekolah negeri dengan sistem pendaftaran tahun ini.
Meskipun penerimaan siswa baru secara daring sudah terselenggara sejak tahun 2006, tidak sedikit orang tua siswa terkendala dengan teknologi. Alih-alih memudahkan pelaksanaan PPDB, sistem pendaftaran daring justru mempersulit siswa dan orang tuanya. Ditambah lagi biaya sambungan internet yang dianggap menambah beban biaya siswa dan orang tua dalam mengikuti PPDB daring. Selain itu, tidak sedikit orang tua belum mengetahui detail sistem zonasi.
Posko pelayanan dan pengaduan PPDB DKI menerima 495 aduan terkait data kependudukan, utamanya Nomor Induk Kependudukan yang belum terverifikasi.
Kendala lainnya terkait kurangnya daya tampung sekolah lanjutan. Salah satu contohnya di Kota Bekasi. Total jumlah lulusan SD dan madrasah ibtidaiyah di Kota Bekasi 44.618 orang. Adapun daya tampung SMP negeri total 14.934 siswa.
Separuh warga yang kesulitan mencari sekolah, mengeluhkan sistem zonasi yang baru. Sejumlah siswa tidak bisa diterima di sekolah yang dekat dengan tempat tinggalnya, meski sudah mendapat nilai tambahan pada sistem zonasi. Bahkan beberapa kesalahan penghitungan zona berdampak pada kecilnya peluang siswa masuk sekolah terdekat.
Kendala jaringan saat mengakses PPDB daring juga dikeluhkan sebagian orang tua siswa. Umumnya, mereka terkendala dalam memasukkan data di halaman situs PPDB sesuai ketentuan. Tak heran, sekitar 42 persen responden menganggap pendaftaran langsung ke sekolah lebih mudah dibanding daring.
Beragam persoalan terkait PPDB itu memerlukan pembenahan dari para pemangku kepentingan baik, dari teknis maupun administratif.
Tahun ajaran mendatang, sosialisasi sistem zonasi perlu digalakkan agar orangtua tak lagi bingung saat mendaftarkan anaknya ke sekolah.