JAKARTA, KOMPAS – Kabupaten Solok, Sumatera Barat memiliki kerentanan gempa yang tinggi karena dilintasi jalur patahan raksasa Sumatera. Gempa berkekuatan M 5,4 yang mengguncang Solok pada Sabtu (21/7/2018) tergolong kecil jika dibandingkan sejarah gempa dan potensi ke depan.
Gempa tersebut jenis gempa tektonik kerak dangkal (shallow crustal earthquake) yang terjadi akibat aktivitas sesar aktif yaitu Zona Sesar Sumatera pada segmen Sesar Sumani. Dangkalnya pusat gempa menyebabkan percepatan atau guncangannya terasa kuat.
Guncangan dirasakan antara lain di daerah Kota Padang dan Painan dalam skala intensitas II-V Mercalli Modified Intensity (MMI). Guncangan terkuat di Gunung Talang (V MMI), Kota Padang III-IV MMI. Gempa ini menyebabkan satu orang meninggal, tiga orang luka-luka, dan 26 rumah rusak
“Masyarakat Solok seharusnya memang sudah menerapkan bangunan tahan gempa karena daerah ini sangat tinggi risikonya,” kata Kepala Bidang Informasi Gempa Bumi dan Peringatan Dini Tsunami Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Daryono, di Jakarta, Minggu (22/7/2018)
Daryono mengatakan, Kabupaten Solok sangat rawan gempa karena dilalui jalur patahan besar Sumatera, jalur gempa darat terpanjang dan paling aktif di Indonesia. Jalur sesar Sumatera yang melintas Solok dipetakan sebagai segmen sesar Sumani dengan laju pergeseran mencapai 14 milimeter per tahun. Laju pergerakan ini termasuk tertinggi di jalur patahan yang memanjang dari Teluk Semangko, Lampung, hingga Banda Aceh.
Berdasarkan Peta Gempa Bumi Nasional tahun 2017, potensi kekuatan gempa maksimum di segmen Sumani bisa mencapai M 7,1. Magnitudo ini tergolong sangat kuat untuk gempa yang bersumber di darat.
Secara historis Kabupaten Solok telah mengalami sejumlah gempa kuat dan merusak. Catatan BMKG, pada 28 Juni 1926 kawasan ini pernah dilanda gempa kuat yang menyebabkan 354 orang meninggal.
Pada 9 Juni 1943, gempa berkekuatan M 7,2 yang berpusat dekat Danau Singkarak merusak banyak bangunan rumah di Solok. Kerusakan terutama terjadi di sepanjang Sumani hingga Selayo. Pada 6 Maret 2007, gempa berkekuatan M 6,3 di Solok menyebabkan 21 orang meninggal.
“Kita harus terus mengingatkan bahwa tinggal di zona rawan gempa artinya harus membangun bangunan rumah tahan gempa. Kalau bangunannya sudah sesuai standar, gempa kemarin tidak akan memicu kerusakan dan korban,” kata Daryono.
Pemetaan
Pascagempa Solok, kata Kepala Pusat Data, Informasi dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Sutopo Purwo Nugroho, BPBD Solok bersama sejumlah instansi sudah memberikan bantuan logistik untuk para korban. "Namun pemetaan masih terus dilakukan,” kata dia.
Menurut Daryono, untuk menenangkan masyarakat dan monitoring aktivitas gempa susulan, Stasiun Geofisika BMKG Padang Panjang juga menurunkan Tim Survei Lapangan yang beranggotakan 4 orang. Mereka akan memasang seperangkat portable digital seismograph atau alat pendeteksi gempa, membuka posko informasi, dan melakukan sosialisasi ke masyarakat.