Ibadah haji dapat dimaknai sebagai proses transformasi sosial untuk menguatkan pemahaman bahwa perbedaan itu merupakan kekayaaan. Perbedaan bukan untuk dipertentangkan melainkan untuk dimaknai sebagai rahmat agar saling memahami kodrat masing-masing.
MEKKAH, KOMPAS – Pergaulan mancanegara dalam berhaji diharapkan memperluas cakrawala bagi para jemaah sehingga toleransi terhadap perbedaan di Tanah Air tumbuh subur. Jemaah haji Indonesia yang berjumlah total 221.000 dari berbagai willayah dipandang sebagai agen penebar nilai-nilai positif untuk skala individual maupun sosial .
“Berinteraksi dengan sekitar tiga juta jemaah dari sekitar 200 negara dengan mazhab yang beragam niscaya itu membawa berkah bagi para jemaah. Paling tidak horizon berpikir semakin luas, mencoba memahami cara pandang orang lain, dan tidak merasa diri paling benar,” ujar Konsul Jenderal RI di Jeddah, Mohamad Hery Saripudin, saat meninjau kesiapan Panitia Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) 2018 di Mekkah, Arab Saudi, Minggu (22/7/2018 ).
Para jemaah asal Indonesia yang kini berada di Madinah untuk arbain (shalat 40 waktu Masjid Nabawi) secara berangusur akan mengalir masuk Kota Mekkah pada Kamis (26/7) hingga jelang wukuf (puncak haji) di Arafah pada 20 Agustus. Sebagian dari 204.000 jemaah reguler masuk Mekah melalui Madinah, dan separuhnya lagi masuk melalui Jeddah. Khusus yang masuk melalui Madinah, hingga Minggu sore sudah tercatat 35.171 orang.
Transformasi sosial
Senada dengan Konjen RI di Jeddah, Guru Besar Ilmu Tafsir dan Quran Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Ampel, Surabaya, Aswadi, menegaskan, haji dapat dimaknai sebagai transformasi sosial untuk menguatkan pemahaman bahwa perbedaan itu merupakan kekayaaan.
“Perbedaan bukan untuk dipertentangkan melainkan dimaknai sebagai rahmat agar saling memahami kodrat masing-masing sesuai konteksnya,” kata Aswadi yang merupakan salah satu konsultan ibadah haji Kementerian Agama.
Hery dan Aswadi pun memandang bahwa penyelengaraan ibadah haji yang melibatkan banyak orang dalam dalam satu tempat dan dalam waktu relatif bersamaan mensyaratkan keteraturan, ketertiban, dan kedisiplinan. Momentum haji dinilai amat srategis untuk membentuk perilaku toleran secara individual maupun kemasyarakatan. Tidak patuh pada sistem, sangat berisiko bagi kelancaran ibadah dan keamanan bagi jemaah itu sendiri.
Tata tertib penginapan
Menjelang kedatangan jemaah haji di Mekkah, Panitia Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) Indonesia yang melibatkan lintas kementerian/lembaga negara, memastikan sejumlah fasilitas vital telah siap, terutama penginapan, transportasi, dan layanan kesehatan. Untuk penginapan misalnya, telah tersewa 165 hotel bertaraf bintang 4-5. Mereka akan tinggal di Mekkah sekitar 30 hari.
Demi keamanan dan kenyamanan bersama, panitia menyosialisasikan tata tertib. Di tiap pintu kamar hotel telah terpajang nama dan jumlah penghuni 4-5 orang. Sejumlah larangan ditegaskan seperti, tidak membawa/memakai narkoba; tidak membuang puntung rokok di sembarang tempat; tidak memasak dalam kamar; serta tidak memasukkan tamu yang tak dikenal.
“Bahkan pasangan suami-istri pun tidak diperbolehkan menginap dalam satu kamar,” ujar Kepala Daerah Kerja Mekkah, Endang Jumali.
Untuk kelancaran beribadah di Masjidil Haram, tersedia sekitar 390 bus shalawat masing-masing berkapasitas 50 seat. Fasilitas antar-jemput gratis ini disiapkan untuk jemaah yang hotelnya berlokasi lebih dari 1 kilometer dari Masjidil Haram. Kemarin, bus tersebut dijajal oleh oleh jajaran Konsulat Jenderal RI di Jeddah dan PPIH Daerah Kerja Mekkah.
Situasi Madinah
Sementara itu di Madinah, Tim Promotif Preventif Kesehatan Haji Indonesia menyediakan 20.400 pasang sandal buat para jemaah yang kesulitan menemukan kembali sandalnya seusai beribadah di Masjid Nabawi. Langkah itu ditempuh mengingat sejumlah jemaah yang berusia lanjut terpaksa berjalan kaki kembali ke hotel tanpa memakai alas kaki lantaran tak sanggup mencari kembali sandalnya di sela jubelan jemaah.
“Di bawah sinar terik matahari yang bersuhu di atas 40 derajat celsius, tak sedikit jemaah yang melepuh kakinya setelah berjalan tanpa alas kaki,” kata Eka Jusup Singka, Kepala Pusat Kesehatan Haji.
Sudah delapan jemaah yang mengalami luka bakar seperti itu. Selain membagikan sandal gratis, Eka juga mengimbau jemaah mengamankan sendiri sandalnya dalam kantongan plastik dan menyimpannya tak jauh dari tempat duduk saat beribadah di dalam mesjid. (NAR)