JAKARTA, KOMPAS – Efektivitas pengelolaan anggaran dan guru akan mendukung upaya pemerataan mutu pendidikan berkualitas. Untuk itu, pemerintah perlu menyiapkan kebijakan atau program yang bermutu dan memberikan arah atas program yang seharusnya prioritas agar anggaran pendidikan yang semakin bertambah mempunyai makna pada peningkatan kualitas.
Berdasarkan kajian Pengurus Besar Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI), anggaran fungsi pendidikan minimal 20 persen dari APBN yang terus meningkat mengandung sejumlah masalah cukup mendasar. Besaran anggaran pendidikan tidak berbanding lurus dengan jumlah siswa karena tidak dihitung berdasarkan besaran biaya unit atau unit cost untuk pendidikan bermutu. Sebagai contoh, anggaran Kemdikbud yang mengurus sekitar 84 persen siswa lebih kecil dari anggaran untuk Kementerian Agama yang mengurus sekitar 16 persen siswa.
Anggaran fungsi pendidikan tahun 2018 berkisar Rp 444,1 triliun. Dana untuk belanja pemerintah pusat sebesar Rp 149,7 triliun (22,5 persen) yang tersebar di 20 kementerian/lembaga. Kementerain Agama mendapat alokasi Rp 62,2 triliun, Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Rp 41,3 triliun, Kemendikbud Rp 40,1 triliun, serta 17 kementerian/lembaga lain yang mengelola pendidikan kedinasan Rp 6,1 triliun. Dana transfer daerah Rp 279,5 triliun.
"Anggaran pendidikan semakin tinggi, namun kualitas dipertanyakan. Tudingannya selalu mengarah ke guru yang katanya sudah semakin sejahtera, tapi belum bermutu. Padahal dari pengelolaan anggaran pun masih ada masalah," ujar Ketua Umum PGRI Unifah Rosyidi di Jakarta, Minggu (22/7/2018).
Menurut Unifah, belajar dari negara maju, pola alokasi anggaran semakin tinggi di pendidikan dasar. Pendidikan dasar yang wajib dan gratis dengan kualitas yang baik bagi semua warga negara, ternyata punya tingkat hasil balik negara yang paling tinggi di antara jenjang pendidikan.
Pendidikan dasar, kata Unifah, harus benar-benar mengembangkan kemampuan literasi dasar (membaca, menulis, menyimak, menutur, dan logika matematika). Jika kemampuan dasar ini optimal dikembangkan di pendidikan dasar, akan mampu membentuk lulusan yang menjadi pembelajar sepanjang hayat selepas sekolah. Pendidikan dasar di Indonesia saat ini menuju wajib belajar 12 tahun (SMA/SMK).
"Di Indonesia, anggaran pendidikan untuk pendidikan tinggi lebih besar dari anggaran pendidikan dasar. Padahal di banyak negara maju, pendidikan tinggi tidak bergantung penuh pada anggaran publik dari pemerintah," ujar Unifah.
Demikian pula, transfer anggaran pendidikan ke daerah yang besar, sekitar 72,5 persen, perlu dikaji ulang efektivitasnya. Hal ini, antara lain berkait kapasitas pemerintah daerah dalam menjalankan desentralisasi pendidikan yang beragam. Hampir semua program yang dilaksanakan di dan oleh daerah "mengekor" kebijakan/program dari belanja pemerintah pusat.
Guru
Terkait pengelolaan guru, ujar Unifah, sertifikasi guru dituding belum berdampak pada mutu. "Belum berhasilnya sertifikasi guru bukan karena faktor guru itu sendiri, tetapi tersandera oleh sistem pengelolaan yang kurang kondusif," kata Unifah.
Berdasarkan data pokok pendidikan Kemdikbud 2018, ada sekitar tiga juta guru. Dari jumlah tersebut, ada hampir satu juta guru honorer.
Jika tanpa menghitung guru honorer, rasio siswa dan guru Indonesia 1: 21, sebenarnya lebih baik dari China yang 1:51 maupun Korea Selatan yang 1:31. Namun, penempatan guru tidak merata sebagai akibat belum digunakannya sistem perencanaan penempatan yang berbasis data. Selain itu, terjadi kekurangan guru dalam jumlah yang cukup banyak.
Menurut Unifah, sertifikasi guru belum berdampak pada mutu karena pengelolaannya tidak pada sistem merit (kualifikasi, kompetensi, dan kinerja). Masalah penting lainnya, pelatihan pasca sertifikasi guru minim. Mengutip riset Ace Suryadi, dkk pada 2015, di era desentralisasi pendidikan, pendidikan guru jadi langka, menyasar sekitar 10 persen guru, dengan lama pelatihan 5-7 hari per tahun. Di era sentralisasi pendidikan, pelatihan guru 25-50 hari per tahun.
Minimnya pelatihan guru karena anggaran pelatihan guru di daerah minim. Jarang ada pelatihan guru secara sistematis."Kajian PGRI ini untuk memberikan masukan bagi Kementerian Keuangan untuk juga memberi perhatian pada pengelolaan anggaran pendidikan dan guru," ujar Unifah.
Profesional
Dari siaran pers Kemdikbud, di Rapat Koordinasi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Bersama Kementerian Keuangan, di Jakarta pada pekan lalu, Menteri Keuangan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, mengatakan anggaran fungsi pendidikan sebagai satu-satunya anggaran yang secara eksklusif diatur di dalam UUD. Untuk itu, diperlukan kesadaran untuk mengelola anggaran pendidikan secara profesional dan akuntabel.
Menkeu meminta pejabat Kemendikbud mampu mendefinisikan dan memformulasikan masalah-masalah di sektor pendidikan menjadi rekomendasi yang konkret dan hasilnya memberikan dampak.
Sementara itu, praktik desentralisasi pendidikan menjadi salah satu hal yang disoroti Menkeu. Salah satunya adalah komitmen alokasi anggaran fungsi pendidikan minimal 20 persen yang belum banyak dipenuhi oleh daerah.
Sri Mulyani mengatakan, daerah yang tidak mengalokasikan anggaran pendidikan sebesar minimal 20 persen dimungkinkan untuk dikenai sanksi. "Pikirkan, gunakan kami. Biarkan uangnya dipegang mereka tapi harus ada akuntabilitas. Alokasi dan distribusi tadi apakah menghasilkan?" kata Sri Mulyani.
Kemenkeu, lanjut Sri Mulyani, siap membantu pengoptimalan penggunaan anggaran fungsi pendidikan. "Saya akan tugaskan tiga dirjen saya yang bisa menjadi partner Kemdikbud. Dirjen Anggaran, Dirjen Perimbangan Keuangan, dan Dirjen Perbendaharaan," katanya.
Redistribusi guru
Sri Mulyani mendukung rencana Kemdikbud untuk meredistribusi guru sebagai tindak lanjut kebijakan zonasi untuk pemerataan. Begitu juga dengan rencana desain ulang terkait tata cara pemberian tunjangan profesi guru agar lebih berdampak pada kualitas pendidikan. "Kita bisa pikirkan cara-caranya, kami dari sisi keuangan siap membantu," ungkap Sri Mulyani.
Sementara itu, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendy mengungkapkan bahwa kritik pengelolaan anggaran fungsi pendidikan terus dipantau dan dijadikan bahan diskusi dalam penyusunan kebijakan.