JAKARTA, KOMPAS – Kondisi Ruang Terbuka Hijau Kalijodo saat ini tampak memprihatinkan. Mulai dari rerumputan mati hingga sampah berserakan. Untuk merawat tempat itu, dibutuhkan kesadaran masyarakat serta kerja sama antara pengelola dan para pengunjung.
Pengamatan Kompas hari Minggu (22/7/2018) menunjukkan, sejumlah sampah berserakan di beberapa titik Ruang Tebuka Hijau (RTH) Kalijodo, terutama di area bermain papan luncur atau skateboard. Beberapa titik di lintasan papan kuncur juga tidak mulus. Terdapat beberapa retakan, lubang, dan bekas tambalan pada lintasan itu. Walaupun masih dapat berfungsi dengan baik, namun potensi bahaya masih ada di lintasan itu.
Ruang publik yang memakan biaya Rp 3,6 miliar ini juga terlihat kusam. Sejumlah tempat yang seharusnya ditumbuhi rumput hijau kini berwarna kecoklatan dan mati. Satu pohon di area amphitheater bahkan kering dan terlihat mati. Hal ini menambah suasana gersang di RTH tersebut.
Sekitar pukul 11.00, sejumlah petugas Penyedia Jasa Lainnya Perorangan (PJLP) yang berada di bawah naungan Suku Dinas Kehutanan, Pertamanan, dan Pemakaman Jakarta Utara melakukan pekerjaan pengerasan tanah dengan paving stone atau conblock. Pekerjaan dilakukan di tepi area bermain papan luncur, tepatnya di atas tanah yang sebelumnya ditumbuhi tanaman.
“Di sini di pasang conblock supaya para pengunjung tahu bahwa ini akses masuk ke area skateboard. Daripada mereka injak-injak tanaman,” kata seorang petugas PJLP, Joko (37).
Setiap hari, ada 11 petugas PJLP yang bertugas untuk melakukan pemeliharaan di RTH Kalijodo. Mereka mulai bekerja sejak pukul 08.00 hingga pukul 16.00. Tidak hanya petugas PJLP, Suku Dinas Lingkungan Hidup Jakarta Utara juga bertugas untuk merawat RTH Kalijodo, yaitu dengan mengangkut sampah secara berkala.
Menurut Joko, para pengunjung yang sering menginjak tanaman adalah salah satu alasan matinya rumput dan sejumlah tanaman di RTH Kalijodo. Para pengunjung yang tidak disiplin dalam membuang sampah juga menjadi alasan RTH Kalijodo kini dihiasi sampah.
“Sulit memantau orang-orang supaya nggak menginjak rumput. Misalnya, satu orang sudah diberi tahu, masih akan ada teman-temannya yang nanti menginjak (rumput). Biasanya hari Sabtu malam ada banyak pengunjung, saat itu pasti tanaman terinjak-injak,” kata Joko.
Menurut pengamatan di lapangan, masih banyak pengunjung yang menginjak rumput. Mereka bahkan duduk sambil berteduh di sana. Tanaman hias yang berjejer juga tidak luput dari injakan para pengunjung. Di sepanjang jajaran tanaman hias, ada beberapa titik kosong berisi tanaman yang mati karena terinjak.
Perawatan lingkungan RTH Kalijodo juga menemui kendala lain. Jenis tanah yang ada di sana bukan merupakan tanah yang cukup subur untuk ditanami tumbuhan. Selain itu, penyiraman tanaman tidak bisa dilakukan dengan mengandalkan sumber air di sekitar RTH. Hal itu dilakukan karena sumber airnya mengandung limbah. Penyiraman harus dilakukan dengan mendatangkan tim tangki dan dengan mendatangkan mesin pompa.
“Kami sudah berupaya semaksimal mungkin untuk merawat tempat ini dan menjaga kebersihan di sini. Namun, keadaannya masih begini. Ya sudah, nikmati saja pekerjaan ini setiap hari,” kata Joko.
Ha serupa juga dikatakan Diah (37), petugas PJLP yang bertugas di RTH Kalijodo. Menurut Diah, sebenarnya para pengunjung dilarang membawa sampah di area bermain. Namun, para pengunjung tetap membawa dan membuang sampah di sekitar area bermain. “Orang-orang kurang punya kesadaran,” katanya.
Menjadi orang Jakarta
Kurangnya kesadaran masyarakat dalam menjaga lingkungan tidak hanya terjadi di RTH Kalijodo. Hal ini merata terjadi di sejumlah fasilitas umum dan lingkungan di Jakarta. Masyarakat perlu diberi sosialisasi dan pembinaan untuk menjaga fasilitas umum.
Arkeolog Universitas Indonesia Candrian Attahiyyat mengatakan, perilaku apatis terhadap lingkungan turut dipengaruhi oleh kelas sosial seseorang. Hal itu membentuk cara bersikap seseorang di kehidupan sehari-hari.
“Kebanyakan orang yang datang ke RTH dan fasilitas umum lainnya adalah masyarakat kelas bawah dan kelas menengah. Mereka biasanya hanya menikmati fasilitas tanpa merasa punya tanggung jawab untuk ikut merawat. Padahal, sebenarnya mereka bisa merawat. Mereka perlu diberi sosialisasi dan pembinaan,” kata Candrian.
Menurut Candrian, masih banyak masyarakat Jakarta yang perlu di Jakarta-kan. Artinya, masih banyak masyarakat yang memiliki perilaku khas masyarakat rural. Mereka perlu dididik sehingga memiliki perilaku seperti orang Jakarta yang “beradab”, seperti kesadaran diri untuk menjaga kebersihan.
“Pemerintah Provinsi DKI Jakarta harus punya inisiatif untuk hal ini, karena mereka yang punya kebijakan, man power, dan uang. Dalam men-Jakarta-kan masyarakat, pemerintah harus konsisten dan konstan menjalaninya. Selain itu, pemerintah juga harus sabar dan tegas karena perubahan ini tidak mudah,” kata Candrian. (SEKAR GANDHAWANGI)