Populasi Maleo Meningkat di Taman Nasional Lore Lindu
Oleh
Videlis Jemali
·2 menit baca
PALU, KOMPAS — Populasi maleo, satwa dilindungi endemis Sulawesi, di Taman Nasional Lore Lindu, Sulawesi Tengah, meningkat signifikan. Namun, nasib berbeda dialami satwa endemis lain di Sulawesi, yakni anoa yang justru jumlahnya makin berkurang. Sosialisasi untuk membangun kesadaran masyarakat perlu ditingkatkan.
Balai Besar Taman Nasional (BBTN) Lore Lindu mendata pada 2016 populasi maleo (Macrocephalon maleo) 1.001 ekor. Jumlah itu naik signifikan dari hasil monitoring pada 2013 sebanyak 546 ekor. Maleo di TN Lore Lindu tersebar di dua titik utama, yakni Saluki di Kecamatan Gumbasa dan Kadidia di Kecamatan Nokilalaki, Kabupaten Sigi.
Kepala Bidang Teknis BBTN Lore Lindu Dedy Asriady menyatakan, maleo sejauh ini tergolong aman dari segi ancaman. ”Masyarakat di sekitar lokasi persebaran maleo sudah memahami keberadaan satwa liar itu dilindungi berkat gencarnya sosialisasi. Kami jarang menangkap atau menerima laporan perburuan satwa juga telurnya,” kata Dedy di Palu, Sulawesi Tengah, Senin (23/7/2018).
Selain karena makin jarang diburu, lanjut Dedy, meningkatnya populasi maleo disumbang oleh keberadaan penangkaran di Saluki. Telur maleo ditetaskan di penangkaran. Setelah cukup dewasa, maleo dilepasliarkan ke habitat asli. Cara itu menghindari predator memakan telur maleo di alam bebas.
Adapun populasi anoa (Babulus sp), baik anoa jenis pegunungan (Bubalus quarlesi) maupun anoa dataran rendah (Bubalus depressicornis), justru menurun drastis. Pada 2013, jumlah anoa tercatat 75 ekor. Pada 2016, petugas hanya bisa memantau 36 ekor. Di TN Lore Lindu, anoa tersebar di pegunungan Kecamatan Lore Utara dan Lore Tengah di Kabupaten Poso.
Menurut Dedy, satwa liar tersebut masih diburu untuk dikonsumsi. ”Kemungkinan lain petugas mengalami kesulitan untuk memonitor seluruh populasi karena satwa tersebut sangat sensitif dengan gerakan manusia atau kebisingan,” katanya.
Untuk pendataan yang lebih valid, tahun depan BBTN Lore Lindu memasang kamera penjebak (camera trap) di titik-titik yang menjadi habibat anoa.
Dedy memastikan sosialisasi kepada masyarakat di sekitar habitat anoa di TN Lore Lindu lebih gencar dilakukan untuk membangun kesadaran masyarakat sekaligus mengeliminasi perburuan. Badan Konservasi Dunia (IUCN) mengategorikan maleo dan anoa dengan status satwa terancam punah (endangered).
Secara terpisah, Direktur Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Sulteng Aries Bira menyatakan, masyarakat di sekitar kawasan TN Lore Lindu harus dilibatkan secara aktif dalam konservasi. Bentuknya bisa berupa kelompok wisata. Selain untuk sosialisasi tentang konservasi, wadah itu juga memberikan manfaat ekonomi nyata kepada masayarakat. Dengan cara itu, kesadaran akan konservasi terbangun dengan baik.