Sistem KRL: Integrasi Antarmoda dan Antisipasi Jumlah Penumpang Jadi Tujuan
Oleh
Satrio Pangarso Wisanggeni
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Pembaruan sistem tiket kereta rel listrik (KRL) dilakukan agar integrasi antar moda di masa depan dapat semakin mudah dilakukan, sekaligus untuk mempersiapkan kemampuan mengakomodasi pertumbuhan jumlah penumpang. Akan tetapi kebijakan ini diwarnai dengan melesetnya target penyelesaian yang molor, sehingga sistem tiket elektronik belum bisa digunakan pada jam sibuk pagi hari.
Direktur Utama PT Kereta Commuter Indonesia (KCI) Wiwik Widayanti mengatakan, pada Senin (23/7/2018) di Jakarta, integrasi antarmoda transportasi umum menjadi salah satu tujuan dari pembaruan sistem tiket kereta commuter line.
Dalam waktu dekat, Wiwik mengatakan, transportasi umum selain KRL oleh KCI dan Transjakarta, juga akan ada LRT (kereta ringan/light rail transit) Jabodebek, LRT Jakarta, dan MRT (mass rapid transit) Jakarta.
“Diharapkan akan ada sinergi antarmoda dengan mudahnya berganti KRL ke LRT atau MRT ke Transjakarta. Selain dibutuhkan pembangunan fisik bangunan penghubung, platform pembayarannya juga harus serupa. Hal ini perlu agar kartu KRL juga bisa dipakai ke moda lain. Daripada semua orang harus punya kartu khusus untuk masing-masing moda,” kata Wiwik.
Saat ini, meski kartu uang elektronik dari bank telah dapat digunakan untuk menggunakan kereta commuter line, kartu tiket yang diterbitkan PT KCI tidak bisa digunakan untuk moda transportasi lain, misalnya Transjakarta.
Hal serupa juga disampaikan oleh Zamzami Koto, General Manager Segment Transportation Management Services Telkom Indonesia. Integrasi antarmoda menjadi tujuan dari pembaruan sistem ini. Terlebih lagi, posisi KRL menjadi penting dalam peta transportasi sebab, menurut Zamzami, penggunaan terbesar sistem kartu transportasi di Indonesia adalah KRL.
“Hampir satu juta per hari masyarakat menggunakan kartu terbitan KCI maupun dari bank. Perlu ada koordinasi dengan pihak terkait dan perbankan,” kata Zamzami. Telkom Indonesia adalah induk perusahaan dari Telkomsigma, perusahaan teknologi yang menjadi perencana program dan implementer sistem tiket KRL.
Selain integrasi antar moda, pembaharuan sistem ini juga dilakukan untuk mengakomodasi pertumbuhan jumlah penumpang. Wiwik mengatakan, sistem tiket KRL belum pernah mengalami pembaruan sejak pertama kali dibuat pada 2013. Terlebih lagi, jumlah penumpang KRL saat ini telah meningkat jauh lebih besar dibandingkan saat pembuatan sistem tiket itu.
“Dulu 400.000 penumpang per hari, sekarang satu juta orang. Dengan begitu juga dibutuhkan peningkatan kecepatan pemindaian kartu KRL,” kata Wiwik.
Pembaruan sistem ini berdampak pada tidak berfungsinya mesin penjualan tiket elektronik beserta gerbang tiket di semua stasiun kereta commuter line se-Jabodetabek dari Sabtu hingga Senin pagi. Sebagai pengganti sementara, PT KCI menggunakan tiket kertas dengan harga Rp 3.000.
Tanpa berfungsinya sistem tiket elektronik, seluruh pengguna KRL harus antre untuk membeli tiket kertas tersebut, akibatnya antrean calon penumpang di beberapa stasiun menjadi sangat panjang. Baru pada sekitar pukul 11.00, sistem tiket kembali beroperasi normal.
Target meleset
Sebetulnya, Wiwik mengungkapkan, pihaknya berharap proses pembaruan sistem ini dapat selesai sebelum jam sibuk pada Senin pagi. Namun, ada permasalahan yang terjadi pada saat pembaharuan sistem mulai dilakukan pada Sabtu (21/7/2018) dini hari.
Hal ini menyebabkan pengguna KRL tidak dapat menggunakan kartu tiket mereka dan harus mengantre panjang untuk membeli tiket kertas pengganti.
“Ternyata ada beberapa hal yang perlu perbaiki lagi, sebab pada waktu itu, sistem menjadi banyak yang error dan perlu perbaikan. Sehingga pembaruan sistem harus di-deploy ulang,” kata Wiwik saat konferensi pers di Jakarta pada Senin (23/7/2018) sore.
Berdasarkan data yang ia miliki, jumlah perangkat tiket yang terkena proses pembaruan sistem ini adalah sebanyak 1.800 perangkat, termasuk 760 gerbang tiket.
Hambatan ini berakar pada proses deployment atau penerapan upgrade sistem tiket tersebut. Dina Hakikie, perwakilan dari Telkom, mengatakan bahwa dalam proses deploy ini setiap perangkat yang terkena pembaruan sistem harus di-upgrade satu per satu. Di sisi lain, waktu yang tersedia untuk upgrade perangkat tersebut terbatas.
“Contohnya di Stasiun Bogor, hanya ada window time antara operasi KRL pada pukul 02.00 dan pukul 03.00 WIB; sangat sempit waktunya,” kata Dina.