JAKARTA, KOMPAS--Kekisruhan terkait pembaruan dan pemeliharaan sistem pembayaran elektronik oleh PT Kereta Commuter Indonesia (KCI) bermuara pada informasi mitigasi kegagalan sistem yang diabaikan. Hal ini menyusul kerusakan sistem yang sempat terjadi di tengah proses tersebut dan membuat penyelesaian molor menjadi Senin (23/7/2018) siang dari target sebelumnya, Minggu (22/7/2018).
Pembaruan sistem tersebut dilakukan terhadap 1.800 perangkat elektronik berupa gate, vending machine, mesin loket, dan lain-lainnya yang terdapat di 79 stasiun. PT KCI baru menyampaikan informasi terkait kemungkinan dipergunakannya tiket kertas pada Minggu (22/7/2018) malam bila proses pembaruan dan pemeliharaan belum selesai sesuai targetnya.
Sebagai akibatnya, pengguna KRL dibuat terkaget-kaget pada Senin (23/7/2018) pagi. Antrean calon penumpang mengular dimana-mana. Di Stasiun Depok, Jawa Barat, dikabarkan ada calon penumpang pingsan di tengah padatnya antrean.
Informasi publik yang disampaikan cenderung berbeda dengan kebijakan penonaktifan kartu multi trip (KMT) seri 1001 mulai 21 Juli 2018. Padahal, penonaktifan KMT seri tersebut juga dalam rangka pembaruan sistem pembayaran elektronik.
Peneliti transportasi Institut Studi Transportasi (Instran), Deddy Herlambang, kemarin mengatakan PT KCI dinilai lemah dari sisi sosialisasi maupun penyebaran informasi publik terkait pembaharuan dan pemeliharaan sistem tersebut. “Mereka (PT KCI) sangat percaya diri itu (proses pembaruan dan pemeliharaan sistem) mampu (dijalankan),” sebutnya.
Padahal, di sisi lain, Deddy melihat KCI sudah bersiap jika rencana mereka meleset. Hal itu tampak dari sudah disiapkannya tiket-tiket kertas untuk dijual dengan tarif Rp 3.000 untuk semua tujuan per satu kali perjalanan. Akan tetapi, sosialisasi dan antisipasi di lapangan lemah dilakukan.
Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia Tulus Abadi di hari yang sama mengatakan, PT KCI kurang antisipatif.
“Seharusnya ini bisa diantisipasi,” katanya.
Wiwik Widayanti Direktur Utama PT Kereta Commuter Indonesia (KCI) saat jumpa pers, Senin, mengatakan proses penyebaran sistem baru ke ribuan perangkat dimulai sejak Sabtu (21/7/2018) dinihari dengan target selesai pada Minggu (22/7/2018). Hari itu dipilih karena pertimbangan jumlah penumpang yang relatif lebih sedikit dibandingkan hari kerja.
“Sistem banyak yang error, (sehingga) sistem (perlu) di deploy ulang,” sebut Wiwik dalam konferensi pers di Kantor PT KCI di Stasiun Juanda, Jakarta.
Dalam kesempatan tersebut, Wiwik dua kali menyampaikan permohonan maaf kepada masyarakat atas ketidaknyamanan yang terjadi menyusul pembaharuan dan pemeliharaan sistem pembayaran elektronik. Ia juga membenarkan bahwa sosialisasi terkait hal tersebut masih kurang lama dan belum meluas.
“Window Time”
Secara teknis, Dina Hakiki yang mewakili tim pengembangan PT Telkom dalam proyek pembaruan dan pemeliharaan sistem pembayaran elektronik itu mengatakan, salah satu parameter yang paling mendominasi proses itu adalah window time yang relatif sempit. Window time merupakan waktu jeda terlama antar perjalanan kereta.
Window time ini dipergunakan untuk mengaudit kehandalan sistem ke masing-masing perangkat. “(Misalnya di) Stasiun Bogor saja, itu cut off sistemnya, berhentinya di sekitar jam setengah dua atau jam dua. Kemudian on lagi jam tiga,” kata Dina.
Ia menambahkan, antisipasi terkait pembaharuan sistem dilakukan bertahap dan hanya bisa dilakukan sebagaimana yang telah dijalankan. “Harus diaudit masing-masing ke device tersebut. Sedangkan waktu untuk mengupdate, harus mengikuti jadwal operasi kereta yang waktunya sangat terbatas,” katanya.
Manajer Umum Segmen Layanan Manajemen Transportasi PT Telkom, Zamzami Koto menambahkan, proses tersebut merupakan keharusan yang mesti dilakukan terkait rencana integrasi antarmoda transportasi.
Menyedot perhatian publik
Pantauan di linimasa media sosial Twitter pada pukul 11.35 menunjukkan kata-kata seperti “kertas,” “penumpang,” dan “tikerkertaskrl”.
Pada pukul 17.26, kata-kata yang muncul di antaranya “sistem,” “hore,” dan penumpang. Kata-kata tersebut disarikan dari masing-masing 1.000 cuitan yang ditarik dengan program R Studio untuk menampilkan sejumlah kata-kata yang banyak dipergunakan saat warganet mencuit dengan kata kunci “KRL.
Cuitan tersebut menggambarkan kasus KRL yang menjadi perhatian publik. Di media sosial ini pengguna KRL berkeluh kesah. Keluh kesah yang sama seperti saat menemui mereka di lapangan.
“Saya tidak tahu ada kebijakan ini. Kemarin-kemarin, diberitahu kalau yang punya kartu lama berkode 1001 harus segera diganti sampai batas waktu 21 Juli. Kartu saya 1003, jadi masih bisa digunakan,” kata Putri (30), warga Karawaci di Stasiun Tangerang.
“Bikin susah saja dan kita jadi telat ke kantor,” tambah karyawan swasta di kawasan Gajah Mada, Jakarta Barat itu.
Sama dengan Tika (41), warga Cipondoh, Kota Tangerang yang kesal karena perubahan itu. “Gimana enggak kesal, biasanya pakai kartu sekarang pakai kertas. Sudah tahu kondisinya begini, eh enggak diantisipasi dengan menambah petugas penjualan tiket kertas. Ini cuma dua loket saja, sementara penumpangnya berjubel,” katanya di Stasiun Poris.
Meskipun pihak KCI menyatakan sistem sudah berangsur dapat beroperasi normal kembali, tetapi kekacauan tetap terjadi pada Senin sore, sekitar pukul 16.00 hingga 18.00 saat sebagian pekerja pulang kantor. Di Stasiun Tanah Abang, Stasiun Palmerah, Stasiun Manggarai, penumpukan penumpang masih terjadi. Belum semua mesin tap berfungsi dan belum semua kartu elektronik dapat diproses di mesin tap. (INK/PIN/KYR/SPW/AYU/E12/E13/E19/E20)