JAKARTA, KOMPAS - Kerja keras Pemerintah Provinsi DKI Jakarta memperbaiki pelayanan publik bisa sia-sia oleh ulah aparatur nakal. Dugaan adanya praktik pungutan liar atau pungli seharusnya direspon cepat pihak berwenang. Karenanya, Inspektorat DKI Jakarta menyelidiki kasus pungli yang diduga dilakukan oknum kelurahan di tiga lokasi berbeda.
Pungli atau pungutan liar ini diduga terjadi saat warga mengurus dokumen sertifikat dalam program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL). Kasus pungutan itu diduga terjadi di Kelurahan Gandaria Utara (Jakarta Selatan), Kelurahan Wijaya Kusuma (Jakarta Selatan), dan Kelurahan Cengkareng Barat (Jakarta Barat).
Salmah (57), warga Kelurahan Gandaria Utara, mengaku sudah dimintai biaya administrasi untuk mengurus sertifikat senilai Rp 8 juta. Ia sudah sejak tahun 2016 mengurus sertifikat tanah seluas 300 meter persegi. Tanah tersebut merupakan warisan dari orangtuanya.
"Katanya dokumen saya ngantre, masih menumpuk di BPN. Karena lama, saya baru cerita ke anak, ternyata saya kena pungli," kata Salmah, Senin (23/072018) di Jakarta.
Menanggapi masalah ini, Kepala Inspektorat Michael Rolandi sedang menelusurinya. Memang, menurut Rolandi ada beberapa laporan warga terkait dengan pengurusan sertifikat melalui PTSL. "Sudah kami proses, hanya saja saya lupa di mana. Sekarang sedang kami telusuri," ujar Rolandi.
Dalam pengurusan sertifikat Prona, warga seharusnya tidak dipungut biaya apa pun kecuali biaya administrasi senilai Rp 1.000-Rp 10.000 sesuai bidang tanah yang diurus.
Terkait program PTSL, Pemprov DKI memberikan hibah dana Rp 120 miliar Kepada kementerian Agraria dan Tata Ruang (ATR). Melalui dana hibah itu, Pemprov DKI mengharapkan adanya kemudahan permohonan sertifikat 130.000 dokumen dari warga. "Seharusnya ini gratis, hanya biaya administrasi yang kecil nilainya," kata Rolandi.
Rolandi menambahkan, aparatur sipil negara (ASN) yang terbukti memungut pungli bisa mendapat sanksi sesuai Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil. Mengacu ketentuan ini, ASN yang terbukti melakukan pungli bisa mendapat sanksi sampai pemberhentian dari jabatannya.
Merespon dugaan pungli itu, Sekertaris Lurah Gandaria Utara Nurmiyati mengatakan oknum tersebut merupakan staf biasa di Kelurahan Gandaria Utara. “Dia sudah mengakui perbuatannya. Berita acara pemeriksaan juga sudah dikirim ke Wali Kota,” kata Nurmiyati.
Sistem tidak berjalan
Pengamat kebijakan publik Universitas Indonesia Roy Valian Salomo berpendapat munculnya dugaan pungli ini karena reformasi birokrasi di DKI belum sepenuhnya berjalan baik di level bawah. "Ini artinya pola pikir ASN belum mengikuti sistem yang ada. Kalau sistem sudah berjalan, semestinya tidak akan terjadi seperti ini," kata Roy.
Sistem layanan saat ini, menurutnya adalah hasil dari kerja keras Pemprov DKI selama enam tahun terakhir. Sebelumnya, pelayanan publik di Jakarta dianggap buruk oleh sebagian warga Jakarta. Setelah ada perubahan sistem, pelan-pelan hal itu bisa dibenahi menjadi lebih baik.
Menurut Roy perlu waktu untuk mendisiplinkan ASN di DKI, Jakarta. Masyarakat dapat terlibat aktif melaporkan temuan-temuan di lapangan dengan melaporkan kepada Ombudsman RI, Komisi Pemberantasan Korupsi, dan instansi terkait.
Sanksi berat
Dugaan pungli ini sebelumnya disuarakan Ketua DPRD Prasetio Edi Marsudi. Edi mendesak Pemprov DKI menjatuhkan sanksi berat kepada oknum yang terbukti melakukan pungli. Jika tidak, maka orang-orang seperti itu dapat merusak nama baik layanan publik di Jakarta.
Menanggapi persoalan ini, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menyatakan akan memecat oknum-oknum di kelurahan yang terbukti melakukan pungli. “Wali Kota mendapat tugas mengontrol kelurahan. Kita akan lakukan tindakan perbaikan,,” kata Anies pekan lalu.
Ancaman sanksi berat juga disampaikan Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu DKI Edy Junaedi. Meski tidak pernah ada laporan pungli dalam dua tahun terakhir, namun tahun 2015 lalu, ada oknum petugas Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) yang diberhentikan karena kasus pungli.
“Jika ada pegawai PTSP yang terbukti melakukan pungli dan gratifikasi, kami langsung proses pemecatannya, bagi ASN akan kami proses ke Badan Kepegawaian Daerah, sementara bagi non ASN akan langsung berhentikan dengan pemutusan kontrak kerja” tutur Edy.