JAKARTA, KOMPAS- MPR terus mematangkan rencana amendemen Undang-Undang Dasar 1945 untuk menghidupkan kembali haluan negara. MPR pun membentuk panitia ad hoc untuk merumuskan bentuk haluan negara. Sementara realisasi dari rencana amendemen ini kelak akan tergantung pada keputusan politik elite negeri ini.
Pembentukan panitia ad hoc (PAH) itu disepakati dalam rapat gabungan pimpinan MPR, pimpinan fraksi-fraksi partai politik di MPR, dan perwakilan kelompok DPD, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (24/7/2018). Rapat yang digelar tertutup itu dipimpin oleh Ketua MPR Zulkifli Hasan.
Kesepakatan ini selanjutnya akan dibawa ke Sidang Tahunan MPR, 16 Agustus 2018, untuk disahkan dan ditetapkan. PAH yang bertugas menyiapkan rancangan naskah haluan negara sebagai rujukan haluan pembangunan nasional itu akan dipimpin oleh Wakil Ketua MPR dari Fraksi PDI-P Ahmad Basarah.
Zulkifli, seusai rapat, mengatakan, PAH diharapkan sudah menuntaskan kerjanya enam bulan sebelum MPR periode 2014-2019 berakhir masa jabatannya pada Oktober 2019. Artinya, kerja PAH diharapkan selesai pada April 2019.
Hasil kerja PAH akan disampaikan kepada Presiden Joko Widodo, ketua-ketua umum partai politik, dan DPD. Jika para elite negeri itu menyetujui hasil kerja PAH, amendemen Undang-Undang Dasar 1945 bisa saja dilakukan sebelum MPR periode saat ini berakhir masa kerjanya. Namun, jika tidak, hasil kerja PAH akan diserahkan ke MPR periode berikutnya untuk dilanjutkan.
Ahmad Basarah menambahkan, pimpinan fraksi partai di MPR dan kelompok DPD di MPR menangkap aspirasi masyarakat akan perlunya haluan negara dihadirkan kembali dalam sistem bernegara. Apalagi hal itu pernah direkomendasikan MPR periode sebelumnya. Oleh karena itu, pembentukan PAH disepakati untuk merealisasikannya.
PAH nantinya akan merumuskan substansi haluan negara. Intinya, haluan negara harus berisi haluan pokok dari seluruh lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh UUD 1945 atau undang-undang. Dengan begitu, kelak kerja lembaga-lembaga negara terarah menuju pencapaian cita-cita negara.
Untuk menghidupkan haluan negara itu, menurut Basarah, amendemen terbatas pada UUD 1945 perlu dilakukan terharap pasal di UUD 1945 yang mengatur soal kewenangan MPR. MPR perlu diberikan lagi kewenangan untuk membuat ketetapan MPR yang kelak akan dijadikan payung hukum dari haluan negara.
Hal lain yang akan dibahas oleh PAH, menurut Basarah, mengenai perlu-tidaknya sanksi jika ada lembaga negara yang tak bergerak sesuai dengan haluan negara. Ini untuk memastikan lembaga negara mematuhi hal-hal yang diatur di haluan negara.
”Kalau pada era Orde Baru, presiden yang tidak menjalankan mandat MPR bisa dimakzulkan. Apakah nanti harus seperti itu? Kita lihat perkembangannya. Namun, menurut saya, karena presiden dipilih rakyat, bukan mandataris dari MPR, mungkin sanksinya tidak dalam bentuk pemakzulan,” ujarnya.