JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah Provinsi DKI Jakarta tidak memberi ruang maaf kepada pelaku pungutan liar atau pungli. Nasib staf Kelurahan Gandaria Utara, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, pun kini berada di ujung tanduk. Oknum itu terancam kehilangan jabatan jika terbukti menarik pungli.
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mengatakan, tidak ada keraguan untuk memecat pejabat yang melakukan pungli. Anies sudah meminta warga yang menjadi korban pungli segera melaporkan hal tersebut. Dia juga sudah memerintahkan biro tata pemerintahan dan inspektorat untuk menginvestigasi temuan tersebut.
”Oke nanti akan saya panggil. (Oknum tersebut akan) diperiksa, kalau ada buktinya nanti langsung off. Dia bukan dipecat dari aparatur sipil negara, tetapi berhenti dari jabatannya,” ujar Anies di Balai Kota, Jakarta, Selasa (24/7/2018).
Kepala Biro Tata Pemerintahan Sekretariat Daerah Provinsi DKI Jakarta Premi Lasari mengatakan, kasus di Gandaria Utara telah ditangani inspektorat sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil.
Biro Tata Pemerintahan juga menelusuri laporan dugaan kasus pungli di Kelurahan Cengkareng Barat, Jakarta Barat. Premi belum dapat memastikan apakah pelaku pungli itu ASN di kelurahan atau pegawai Badan Pertanahan Nasional. Laporan lain yang sedang ditangani Biro Tata Pemerintahan adalah pelayanan publik Kelurahan Wijaya Kusuma, Jakarta Barat.
Menanggapi kasus itu, Ketua Komisi A DPRD DKI Riano P Ahmad mengatakan, warga tidak perlu takut dan melaporkan dugaan pungli kepada aparat penegak hukum. Apalagi pemerintah pusat sudah membentuk satgas khusus tim saber pungli. Riano juga meminta Pemprov DKI memberi sosialisasi kepada masyarakat agar memahami alur pengurusan sertifikat.
”Big data”
Untuk meningkatkan layanan, Pemperov DKI memperbaiki kanal pengaduan, termasuk masalah pungli. Kepala Unit Pelaksana Teknis Jakarta Smart City Setiaji mengatakan, laporan warga yang masuk melalui kanal media sosial, Qlue, ataupun laporan langsung ke kecamatan akan langsung masuk ke aplikasi Citizen Relation Management (CRM).
Laporan itu bisa berupa keluhan buruknya layanan publik, kondisi lingkungan, hingga praktik pungli yang terjadi di penyedia layanan. Laporan dari semua kanal akan bermuara di aplikasi CRM. Aplikasi CRM dapat dimonitor satuan kerja perangkat daerah (SKPD) terkait.
Jika ada laporan yang tidak direspons, SKPD akan mendapatkan notifikasi merah. Pada akhir bulan, jika tindak lanjut laporan warga dianggap lamban, nilai tunjangan kinerja daerah (TKD) pun akan dikurangi sebanyak 10 persen.
Oleh karena itu, SKPD harus selalu tanggap memonitor laporan atau keluhan warga yang masuk. ”Dengan sistem CRM, pimpinan baik itu wali kota, ataupun inspektorat dapat memonitor SKPD mana yang tidak menindaklanjuti laporan warga dan terlambat merespons hal tersebut,” kata Setiaji.
Tidak hanya itu, Pemprov DKI mulai menggunakan big data yang dapat difungsikan sebagai penunjang keputusan. Tahun depan Pemprov DKI menargetkan dapat menggunakan teknologi kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI). Misalnya penggunaan chatbot untuk menjawab sejumlah pertanyaan mendasar warga dan penentuan lokasi pengirim keluhan lewat layanan pesan pendek dan surat elektronik.
Untuk memenuhi kebutuhan itu, kata Setiaji, Pemprov DKI sedang membangun sistem sederhana berupa kamus. Kamus ini akan beroperasi dengan metode natural language processing untuk mengenali kata-kata tertentu yang dipergunakan warga.
Kata-kata khusus dalam sistem itu dapat dipakai untuk mengetahui lokasi si pengirim pesan. Untuk tujuan tersebut, saat ini Jakarta Smart City diperkuat tujuh PNS dan puluhan tenaga ahli yang berjumlah sekitar 90 orang.