Semua Pihak Saling Tunggu
Sepuluh hari menjelang pembukaan pendaftaran pasangan capres-cawapres untuk Pemilu 2019, koalisi makin jelas terlihat. Namun, semua pihak terlihat masih saling menunggu.
JAKARTA, KOMPAS Komunikasi antar-elite politik dalam dua hari terakhir memperjelas gambaran arah koalisi di Pemilihan Presiden 2019. Posisi 10 partai politik pemilik kursi di DPR yang dapat mengusung pasangan calon presiden dan calon wakil presiden dalam Pemilu 2019 makin terlihat jelas.
Namun, masing-masing masih terlihat menunggu, terutama untuk mengumumkan cawapres yang akan diusung. Posisi cawapres menjadi strategi yang kini dimainkan untuk menjaga soliditas koalisi dan mengukur langkah lawan politik.
Makin jelasnya peta koalisi terlihat dalam pernyataan
Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono dan Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto seusai menggelar pertemuan, Selasa (24/7/2018), di rumah Yudhoyono di Jakarta.
Seusai pertemuan itu, Yudhoyono menyatakan, banyak rintangan dan hambatan untuk berkoalisi dengan Presiden Joko Widodo. Sementara itu, jalan untuk menuju koalisi dengan Prabowo terbuka lebar.
Prabowo juga menyatakan, suasana yang terbangun saat bertemu Yudhoyono sangat menggembirakan. ”Chemistry-nya bagus. Jadi, saya kira tanpa ditanya, kalian sudah mengertilah,” kata Prabowo.
Pertemuan antara Yudhoyono dan Prabowo ini berlangsung sekitar 24 jam setelah Presiden Joko Widodo bertemu dengan enam pemimpin parpol pemilik kursi di DPR yang telah menyatakan mendukungnya sebagai capres dalam Pemilu 2019.
Enam pemimpin parpol itu adalah Megawati Soekarnoputri (PDI-P), Airlangga Hartarto (Partai Golkar), Muhaimin Iskandar (Partai Kebangkitan Bangsa), Romahurmuziy (Partai Persatuan Pembangunan), Surya Paloh (Partai Nasdem), dan Oesman Sapta Odang (Partai Hanura).
Selain menyepakati bangunan koalisi, menurut Romahurmuziy dan Oesman, dalam pertemuan itu juga disepakati secara bulat nama cawapres untuk Jokowi. ”Kapan penyampaian namanya ke publik, koalisi memberikan kehormatan tertinggi kepada Presiden Jokowi untuk mengumumkannya,” katanya.
Romahurmuziy juga mengatakan, dalam pertemuan juga disepakati koalisi enam parpol sebagai formasi solid. Namun, koalisi masih membuka pintu jika ada parpol lain yang ingin bergabung.
Akan tetapi, menurut Sekjen PPP Arsul Sani, jika ada parpol lain yang bergabung, hal itu tidak akan banyak pengaruhnya terhadap keputusan seputar nama cawapres pendamping Jokowi di Pemilu 2019 yang saat ini sudah mengerucut.
Wakil Sekjen Partai Demokrat Renanda Bachtar mengatakan, kesepakatan yang telah diambil di koalisi Jokowi dalam menentukan cawapres membuat partainya sulit bergabung dalam koalisi itu. Pasalnya, langkah itu tak selaras dengan kebijakan Partai Demokrat.
Demokrat, menurut Renanda, bersedia bergabung mengusung Jokowi dengan syarat figur cawapresnya diungkapkan lebih dulu. ”Figur cawapres perlu kami ketahui dulu supaya kami tahu apakah figur itu akan memberi ruang dan berkomunikasi dengan kami,” ujarnya.
Strategi
Meski peta koalisi makin terlihat jelas, pemerhati politik dari Universitas Paramadina, Hendri Satrio, menuturkan, terbuka kemungkinan pengumuman capres-cawapres dari tiap kubu baru dilakukan mendekati batas akhir pendaftaran ke KPU.
Saat ini, setiap kubu saling menunggu pasangan capres-cawapres yang akan diusung kubu lain. Langkah itu bagian dari strategi politik agar pasangan yang dihadirkan bisa menandingi pasangan dari kubu lain.
Pengumuman menjelang batas akhir juga dimaksudkan untuk menjaga soliditas parpol pengusung. Pasalnya, bukan tidak mungkin jika capres/cawapres diumumkan saat ini akan membuat kecewa salah satu parpol di kubu koalisi dan membuat parpol itu keluar dari koalisi, bahkan membentuk poros koalisi baru ”Jadi, dengan diumumkan menjelang batas akhir, tak cukup waktu bagi parpol keluar dari koalisi, apalagi membangun koalisi baru,” kata Hendri.
Hal lain, bisa jadi saat ini parpol masih menunggu hasil uji materi atas ambang batas pencalonan presiden dan uji materi atas aturan pembatasan pencalonan cawapres di Mahkamah Konstitusi. Ambang batas pencalonan presiden, misalnya, jika dikabulkan bisa mengubah bangunan koalisi yang kini terbangun.
Datang sebagai capres
Semalam, Prabowo tiba di rumah Yudhoyono dengan membawa pengurus inti partainya. Mereka antara lain Sekretaris Jenderal Gerindra Ahmad Muzani, Wakil Ketua Dewan Pembina Sandiaga Uno, anggota Dewan Pembina Fuad Bawazir, dan Djoko Santoso.
Yudhoyono pun menyambut kedatangan rombongan Gerindra dengan didampingi Komandan Satuan Tugas Bersama (Kogasma) Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono. Ia juga ditemani pengurus inti Demokrat, seperti Sekjen Demokrat Hinca Panjaitan, Wakil Ketua Umum Demokrat Syarif Hasan, Ketua Dewan Kehormatan Amir Syamsuddin, dan Ketua Fraksi Partai Demokrat Edhie Baskoro Yudhoyono.
Seusai pertemuan, saat ditanya tentang dukungan Demokrat terhadap Prabowo sebagai capres, Yudhoyono menyatakan, pertanyaan itu tak diperlukan karena Prabowo hadir sebagai capres dari Gerindra.
Sementara itu, Prabowo mengatakan, Yudhoyono tidak meminta Agus Harimurti Yudhoyono sebagai cawapres. Namun. tidak tertutup kemungkinan bahwa nama Agus Harimurti Yudhoyono muncul dalam pembicaraan selanjutnya tentang cawapres. Pasalnya, dibutuhkan sosok yang punya kapasitas dan mampu berkomunikasi baik dengan anak muda.
Prabowo juga menegaskan, saat ini berkomunikasi intensif dengan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dan Partai Amanat Nasional (PAN). Pertemuannya dengan Yudhoyono, juga berdasarkan hasil konsultasi dan disambut gembira dengan kawan-kawan dari partai itu.
Sementara Ketua Umum PAN Zulkifli Hasan mengatakan partainya masih mengkaji arah partai untuk Pilpres 2019. ”Masih proses, belum diputuskan,” katanya.
Sudah dibicarakan
Wakil Presiden Jusuf Kalla memberi sinyal kesiapan mengikuti Pemilihan Presiden 2019. Selain sudah melalui pembicaraan awal dengan Presiden Joko Widodo, kelanjutan pemerintahan dan pembangunan juga menjadi pertimbangan dirinya.
Terkait hal itu, Kalla mengajukan diri sebagai pihak terkait dalam gugatan uji materi penjelasan Pasal 169 huruf n Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu yang diajukan Partai Persatuan Indonesia (Perindo) ke Mahkamah Konstitusi (MK). Ia mengatakan, keputusan menjadi pihak terkait dalam gugatan perkara itu, sudah dibicarakan dengan Presiden Jokowi. ”Jadi ini bukan saya ikut sendiri, tapi sudah ada pembicaraan-pembicaraan awal dengan Pak Jokowi,” tuturnya.
Kalla menjelaskan, uji materi diajukan hanya untuk meminta penafsiran tentang ketentuan batas jabatan presiden dan wapres. ”Meminta penafsiran itu biasa saja dan penafsiran ini sangat penting agar mendapat kepastian dari MK,” kata Kalla.
Sekjen PDI-P Hasto Kristiyanto mengatakan, putusan MK akan menentukan peluang Kalla menjadi cawapres pendamping Jokowi di Pemilu 2019. (AGE/APA/BOW/REK/NTA/E18/GAL/INA)