SHANGHAI, SELASA — Terkuaknya skandal pemalsuan data oleh pembuat vaksin di China menuai kecaman jutaan warga dan menimbulkan krisis kepercayaan. Polisi dan penyidik korupsi, Selasa (24/7/2018), melakukan investigasi ke perusahaan itu setelah muncul desakan dari publik yang menginginkan agar perusahaan segera dijatuhi sanksi.
Skandal yang menggegerkan China sejak pekan lalu tersebut terus bergulir dan dikhawatirkan menimbulkan krisis kepercayaan dalam jangka panjang. Kabar bahwa perusahaan farmasi Changchun Changsheng Biotechnology merekayasa laporan dan telah beredar sejak pekan lalu.
Pemerintah sudah meminta Changsheng agar menghentikan produksi vaksin rabies. Namun, berita itu meledak di media sosial pada akhir pekan, didorong oleh kabar yang beredar viral yang menuduh terjadinya penyimpangan selama puluhan tahun, termasuk penyuapan agar produk berkualitas lebih rendah dibolehkan beredar di pasaran.
Tanda pagar yang berhubungan dengan kasus ini sampai Senin sore lalu sudah dibaca lebih dari 600 juta kali.
Unggahan awal dan kebenaran berita misterius itu belum diverifikasi, tetapi penyebarannya tak terkendali. Jutaan orang yang marah saling berbagi tulisan dan informasi lain tentang masalah keselamatan produk.
Administrasi Makanan dan Obat China (CFDA) mengatakan, vaksin rabies belum keluar dari pabrik Changsheng, sementara perusahaan mengakui telah mengirim vaksin di bawah standar secara terpisah. CFDA, Minggu malam silam, memerintahkan penghentian semua produksi di Changchun Changsheng.
Jutaan orang yang marah saling berbagi tulisan dan informasi lain tentang masalah keselamatan produk.
Polisi bahkan sudah membawa masalah ini sebagai perkara kriminal dan menahan seorang perempuan pemimpin perusahaan serta empat bawahannya. Changsheng diketahui memalsukan dokumen produksi yang berhubungan dengan vaksin rabies yang selama ini diberikan secara rutin kepada bayi berusia hingga tiga bulan.
Menurut CFDA, pelanggaran yang dilakukan pabrik vaksin Changsheng dikategorikan sebagai pelanggaran serius.
Skandal ini mengancam citra China yang ingin mempromosikan diri sebagai produsen vaksin dunia.
Selain vaksin rabies, ditemukan juga vaksin DPT (difteri, pertusis, dan tetanus) yang tidak memenuhi standar. Semula perusahaan hanya mengakui telah menjual 250.000 dos ke Provinsi Shandong tahun lalu.
Skandal ini mengancam citra China yang ingin mempromosikan diri sebagai produsen vaksin dunia.
Namun, setelah tekanan semakin meningkat, pengakuan lain bermunculan. Pemerintah Provinsi Hebei, Senin, mengumumkan, telah menerima hampir 150.000 vaksin DPT di bawah standar yang dibuat oleh perusahaan lain, yakni Wuhan Institute of Biological Products.
Semakin ketakutan
Akibat terkuaknya skandal ini, banyak orang ketakutan dan ragu. ”Saya tidak percaya vaksin di sini lagi,” kata Zhou yang sedang berada di klinik di Beijing, Selasa. Perempuan ini mengatakan bersedia membeli produk impor daripada menerima vaksin gratis dari pemerintah.
”Semua temansaya ketakutan dengan kasus vaksin ini. Semua takut. Hal ini benar-benar mencerminkan lubang besar dalam regulasi keamanan makanan dan obat-obatan China,” tulis seseorang di situs web Weibo.
Saya tidak percaya vaksin di sini lagi.
”Kemarin susu bubuk, sekarang vaksin. Besok apa lagi,” tulis orang lainnya mengungkit skandal tahun 2008 saat sejumlah bayi meninggal karena bahan industri kimia melamin ditambahkan ke susu bubuk untuk meningkatkan kadar protein.
Changsheng, Senin, meminta maaf atas kejadian ini dan menyatakan penghentian produksi vaksin akan memukul keuangan mereka. Saham perusahaan ini turun 10 persen saat perdagangan ditutup Senin sore.
Sejak pertengahan Juli, saham Changsheng sudah turun 47 persen. Penurunan saham juga dialami perusahaan pembuat vaksin dan bioteknologi lainnya. (AFP/REUTERS)